Kamis, 24 November 2011

REVIEW PERISTIWA TUTUR DAN TINDAK TUTUR






 



REVIEW
PERISTIWA TUTUR DAN TINDAK TUTUR
Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Sosiolinguistik





 Oleh :
Asih Setyarini        (2601409073)
Rombel  1


JURUSAN BAHASA DAN SASTRA JAWA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2011


A.    Peristiwa Tutur
Yang dimaksud dengan peristiwa tutur adalah terjadinya atau berlangsungnya interaksi linguistic dalam satu bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan lawan tutur, dengan satu pokok tuturan, didalam tempat, waktu dan situasi tertentu.
Dell Hymes mengatakan bahwa peristiwa tutur harus memenuhi 8 komponen, yang dikenal dengan SPEAKING. Kedelapan komponen tersebut adalah:
·      S (Setting and Scene) : Waktu,tempat dan situasi yang berbeda dapat menyebabkan penggunaan variasi bahasa yang berbeda.
·      P (Participants) : pihak-pihak yang terlibat dalam pertuturan, bias pembicara dan pendengar, penyapa dan pesapa atau pengirim pesan dan penerima pesan.
·      E (End : purupose and goal) : merujuk pada maksud dan tujuan pertuturan.peristiwa yang terjadi pada ruang pengadilan bermaksud untuk menyelesaikan suatu perkara, namun para partisipan di dalam peristiwa tutur itu mempunyai tujuan yang berbeda.
·      A (Act Sequences) :Bentuk ujaran dalam perkuliahan, dalam percakapan biasa dan dalam pesta pasti berbeda. Begitu juga dengan isi yang dibicarakan
·      K (Key : tone or spirit of Act) : mengacu pada nada, cara dan semangat dimana  suatu pesan disampaikan
·      I  (Instrumentalities) : mengacu pada jalur bahasa yang digunakan, seperti jalur lisan, tertulis, melalui telegraf atau telepon.
·      N (Norm of interaction and interpretation) : mengacu pada norma atau aturan dalam berinteraksi.
·      G (Genres) : mengacu pada jenis bentuk penyampaian, seperti narasi, puisi, pepatah, doa dan sebagainya.

B.     Tindak tutur.
Tindak tutur merupakan gejala individual, bersifat psikologis, dan keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur dalam menghadapi situasi tertentu.
Austin (1962:100-102) membagi tindak tutur yang dilangsungkan dengan kalimat performatif (kalimat yang maknanya sama dengan apa yang di ucapkan) menjadi tiga peristiwa:
1.    Tindak tutur lokusi
Tindak tutur dalam bentuk kalimat yang bermakna dan dapat dipahami.
Contoh : siswa yang sedang kepanasan saat upacara, “panas banget yo”. Maksud dari kalimat tersebut maknanya apa adanya.
2.    Tindak tutur ilokusi
Tindak tutur yang mengandung maksud atau fungsi (daya tuturan).
Contoh : setelah berolahraga Ani ke rumah Wanti ingin meminta air minum.
Ani : “aku bar olahraga ngelak banget.”
Wanti: “aku duwe aqua, gelem?”
Ani : “tur nuwun ya.”
3.    Tindak tutur perlokusi
Tindak tutur yang mempunyai efek, untuk mempengaruhi lawan tutur
contoh : seseorang yang menyampaikan kepada petani yang menyimpan gabah, bahwa harga beras naik.
A : “pak, saiki beras regane mundhak.”
B : “masa?
       Ya wes suk tak gilingke.”
Searle (1969) membagi tindak tutur menjadi lima bagian yaitu :
1.         Representative, tindak tutur yang bermaksud menyatakan, melaporkan, dan menyebutkan.
2.         Direktif,tindak tutur yang bermaksud menyuruh, memohon, menuntut, menyarankan, dan menantang.
3.         Ekspretif,tindak tutur bermaksud memuji, berterima kasih, dan mengeluh.
4.         Komisif, tindak tutur yang berjanji, bersumpah, dan mengancam.
5.         Deklaratif, tindak tutur yang bermaksud menyatakan, membatalkan, melarang, mengizinkan, dan memberi maaf.
Kalau dilihat dari konteks situasinya ada dua macam tindak tutur, langsung dan tidak langsung.

C.     Tindak tutur dan pragmatik
Tindak tutur merupakan slah satu fenomena yang menjadi kajian dalam pragmatik. Kajian lain dalam pragmatik adalah deiksis, preposisi dan implikatur.
.  Semantik dan pragmatik adalah cabang-cabang ilmu bahasa yang menelaah makna-makna satuan lingual, hanya saja semantik mempelajari makna secara internal, sedangkan pragmatik mempelajari makna secara eksternal. Dapat juga dikatakan bahwa makna yang ditelaah semantik adalah makna yang bebas konteks, sedangkan makna yang dikaji pragmatik adalah makna yang terikat konteks.
Sebauh tuturan dapat dipahai dengan baik apa bila deiksisnya jelas, preposisinya diketahui, dan implikatur percakanpannya dipahami.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar