Kamis, 24 November 2011

analisis novel PENGANTEN








Analisis Novel
“PENGANTEN”
Karya : Suryadi W.S
Mata Kuliah  : Pengkajian Prosa Jawa Modern
Dosen Pengampu      :  Sukadaryanto





Disusun Oleh :

                          Asih Setyarini (2601409073)
                                       Rombel : 1


FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2011
Ø Analisis tekstual
Sekuen 1 : Mobil flat 1300 berhenti di plataran penddhapa.
Kernel 1  : Sopir muda keluar dari pintu sebelah kiri
Kernel 2  : Sopir membuka pintu sebelah kanan dari luar
Kernel 3  : Muncul seorang pria tua dari pintu sebelah kanan menuju pendhapa

Sekuen 2 :  Seorang wanita (Bu Sawit) menyambut di depan pintu
Kernel 1  :  Wanita itu memandang pria yang keluar dari mobil dengan seksama

Sekuen 3 : Pria dan wanita beriringan menuju ruang tengah
Kernel 1  : Sang wanita menyuruh pembantunya laki-laki untuk makan dahulu dan pembantu perempuan membuatkan minuman.
Kernel 2  : Mbok Sani (pembantu perempuan) menyuguhkan minuman kepada majikannya.
Kernel 3  : Majikan wanita menyuruhnua mempersiapkan makan malam untuk tuannya.
Kernel 4  : Mbok Sani memberitahukan ada tamu didepan.
Kernel 5  : Majikannya menyuruh mbok Sani untuk mempersilahkan masuk.

Satelite   : Tamu (Harta)Pak Tumpa masuk kedalam pendhapa

Sekuen 4  : Tamu dan tuan rumah berada di dalam pendhapa
Kenel 1    :Bu Sawit mempersilahkannya.
Kernel 2   : Tamu suruhan Pak Hata menyerahkan surat undangan peresmian padhepokan yang dihadiahkan kepada Bapak Tumpa selaku mantan bupati.

Sekuen 5  : Bu Sawit merenung melihat anak-anak yang sudah didepan ingin menonton televisi.
Kernel 1   : Pak Tumpa menyakan apa yang sedang dipikirkan oleh bu Sawit.
Kernel 2   : Bu Sawit menjawab dengan memutar-mutar yang ternyata ia merasa khawatir karena sampai usia lima puluhan mereka belum juga mempunyai putra.
Kernel 3   : Pak Tumpa menghibur Bu Sawit dan menyuruhnya untuk segera meladeni anak-anak yang akan menonton televisi.

Satelite     : Pak Tumpa dan bu Sawit beranjak dari tempatnya.

Sekuen 6  : Bu Sawit menyuruh anak-anak untuk segera masuk.
Kernel 1   : Bu Sawit membagi uang 100an kepada anak-anak.
Kernel 2   :      Bu Sawit menyalakan televisi.
Kernel 3   : Anak-anak sangat gembira dan memperhatikan dengan seksama televisi tersebut.

Satelite     : Waktu sudah maghrib dan anak-anak disuruh pulang kerumah masing-masing.

Sekuen 7  : Bu Sawit dan Pak Tumpa sholat berjamaah
Kernel 1   : Ketika bersujud yang ada dalam bayangan bu Sawit adalah sesosok bayi yang sedang menangis, berlangsung berulang-ulang.
Kernel 2   : Bu Sawit sudah tak kuat membendung kesedihannya dan kembali ke kamar.

Sekuen 8  : Bu Sawit tiduran di kamar.
Kernel 1   : Bu Sawit membayangkan bayi haramnya dengan Sugar  yang ia gugurkan.
Kernel 2   : Pak Tumpa yang khawatir mendatangi Bu Sawit dan menanyakan keadannya.
Kernel 3   : Bu Sawit menjawab tidak ada apa-apa dan menyuruh suaminya agar beristri kembali agar mendapatkan seorang putra.
Kernel 4  : Pak Tumpa kaget dengan perkataan istrinya.
Kernel 5  : Bu Sawit terus memaksa agar suaminya mau beristri kembali.
Kernel 7  : Pak Tumpa pusing dan menawari istrinya agar dikeroki mbok Sani.

Satelite    : Pak Tumpa keluar dari kamar dan menyuruh mbok Sani mengeroki bu Sawit.

Sekuen 9 : Upacara peresmian padhepokan.
Kernel 1  : Pak Tumpa dan bu Sawit duduk di belakang kelir bersama bupati yang sedang menjabat.
Kernel 2 : Bu Hapsari dan Pak Kesna berbisik-bisik membisikkan Bu Sawit dan Pak Tumpa
Kernel 3  : Bu Sawit merasa gelisah dan akhirnya tidak sadarkan diri.
Kernel 4  : Semua yang dibelakang kelir menjerit-jerit diikuti semua penonton wayang mendengar berita bahwa bu Sawit telah meninggal secara mendadak.
Kernel 5  : Ki dhalang membubarkan pertunjukannya.
Kernel 6  : Pak Tumpa bicara kepada Kusana, bupati yang sekarang agar bu Sawit dikuburkan di belakang padhepokan sesuai dengan pesan terakhir bu Sawit.
Kernel 7  : Pak Tumpa terus membayangkan pesan terakhir istrinya untuk menikah kembali.

Sekuen 10 : Pak Tumpa sedang duduk-duduk di depan rumah dan terus membayangkan pesan terakhir almarhumah istrinya.
Kernel 1   : Sugiri datang dan menanyakan kenapa tidak datang ke padhepokan.
Kernel 2   : Pak Tumpa menyuruh Sugiri saja yang ke padhepokan karena ia akan keliling-keliling daerah menggunakan vespa.
Kernel 3   : Sugiri menuju padhepokan dan meninggalkan Pak Tumpa sendirian.
Kernel 4   : Pak Tumpa masih melamunkan istrinya dan segala hal yang berbeda setelah kepergian istrinya.

Satelite    : Pak Tumpa mengambil vespanya di garasi

Sekuen 11 : Pak Tumpa jalan-jalan menggunakan vespanya menuju daerah-daerah di kabupaten yang pernah dipimpinnya.
Kernel 1   : Pak Tumpa berhenti di pasar desanya dan menemui penjual es (mas Parja) yang telah berjualan sejak ia masih sekolah.
Kernel 2   : Pak Tumpa dan mas Parja bercerita panjang lebar hingga pak Tumpa curhat kepada mas Parja tentang kemauan almarhumah istrinya.
Kernel 3  : Pak Tumpa meneruskan perjalananya menuju bendungan yang dibangun pada masa pemerintahannya.
Kernel 4  : Pak Tumpa bertemu dengan istri almarhum mantan sekertarisnya.
Kernel 5  : Pak Tumpa merasa tertarik kepada Manik, nama wanita tersebut.

Satelite   : Pak Tumpa pulang kerumahnya kembali.

Sekuen 12 : Manik sedang berada di ladang
Kernel 1    :Suhir datang menemui dan merayu Manik, memberitahukan bahwa dia sudah punya pekerjaan dan ingin segera memperistri janda tersebut.
Kernel 2   : Manik terus berusaha mengelak dan menolaknya dengan alasan usia Suhir lebih muda sepuluh tahun dari usianya.

Satelite    : Manik pulang ke rumahnya.

Sekuen 13 : Manik sampai dirumahnya dan melihat ada tamu, namun tak tahu siapa.
Kernel 1    : Manik bertanya kepada ibunya siapa tamu di depan setelah meletakkan rumputnya.
Kernel 2    : Ibunya memberitahukan siapa tamunya dan tamunya adalah utusan Pak Tumpa (Pak Harto dan Mas Parja) yang ingin melamar Manik.
Kernel 3   : Manik bingung
Kernel 4   : Bapak ibunya memutuskan untuk menunggu jawaban Manik seminggu kemudian dan memberitahukan kepada utusan Pak Tumpa.

Sekuen 14 : Manik tak bisa tidur malamnya.
Kernel 1    : Manik dilema diantara Suhir yang terlalu muda dan Pak Tumpa yang sudah pantas untuk menjadi ayahnya.
Kernel 2   : Akhirnya Manik memutuskan untuk menurut saja kepada orang tuanya.

Sekuen 15 : Pak Tumpa duduk gelisah di pendhapanya.
Kernel 1    : Pak Tumpa memanggil Sugiri.
Kernel 2    : Pak Tumpa menanyakan perihal hubungan Suhir dan Manik.
Kernel 3    : Sugiri memastikan diantara mereka tak ada apa-apa.
Kernel 4   : Pak Tumpa dan Sugiri saling berdiam diri.
Kernel 5 : Pak Tumpa meminta Sugiri agar menggantikan posisinya sebagai calon pendamping Manik.
Kernel 6   : Sugiri kaget dan akhirnya menyetujui.

Satelite    : Pak Tumpa bersujud kepada Tuhan karena merasa lega.

Sekuen 14 : Malam pernikahan Sugiri dan Manik.
Kernel 1    : Manik terlihat senang karena ia tak jadi menikah dengan seorang duda tua namun Sugiri bingung.
Kernel 2    : Pak Tumpa sudah tidak ada lagi dalam jamuan itu.
Kernel 3   : Wita memberikan surat kepada Sugiri
Kernel 4    : Sugiri menerima surat yang dititipkan Pak Tumpa kepada Wita dan membacanya.
Kernel 5    : Sugiri meninggalkan jamuan bersama dengan Manik dengan mobilnya.

Satelite     : Para tamu bingung menyaksikan tingkah mempelai.

Sekuen 15 : Sugiri dan Manik sampai di sampai dirumah.


Satelite     : Sugiri dan Manik meninggalkan rumah menuju padhepokan.

Sekuen 16 : Sugiri dan Manik sampai padhepokan.
Kernel 1    : Sugiri dan Manik membuka pintu,Tumpa sudah disana dulu.
Kernel 2    : Tumpa memberi nasehat kepada Sugiri dan Manik serta memberikan semua hartanya kepada mereka. Tumpa juga meminta agar jika ia mati kelak dikubur disamping kuburan istrinya.























Ø Analisis Logis
Pak Tumpa
Kernel 3  : Muncul Pak Tumpa dari pintu sebelah kanan mobil menuju pendhapa
Sekuen 3 : Pak Tumpa dan bu Sawit beriringan menuju ruang tengah
Kernel 1   : Pak Tumpa menyakan apa yang sedang dipikirkan oleh bu Sawit.
Kernel 3   : Pak Tumpa menghibur Bu Sawit dan menyuruhnya untuk segera meladeni anak-anak yang akan menonton televisi.
Satelite     : Pak Tumpa dan bu Sawit beranjak dari tempatnya.
Sekuen 7  : Bu Sawit dan Pak Tumpa sholat berjamaah
Kernel 2   : Pak Tumpa yang khawatir mendatangi Bu Sawit dan menanyakan keadannya.
Kernel 4  : Pak Tumpa kaget dengan perkataan istrinya.
Kernel 7  : Pak Tumpa pusing dan menawari istrinya agar dikeroki mbok Sani.
Satelite    : Pak Tumpa keluar dari kamar dan menyuruh mbok Sani mengeroki bu Sawit.
Kernel 1  : Pak Tumpa dan bu Sawit duduk di belakang kelir bersama bpati yang sedang menjabat.
Kernel 5  : Pak Tumpa bicara kepada Kusana, bupati yang sekarang agar bu Sawit dikuburkan di belakang padhepokan sesuai dengan pesan terakhir bu Sawit.
Kernel 6  : Pak Tumpa terus membayangkan pesan terakhir istrinya untuk menikah kembali.
Sekuen 10 : Pak Tumpa sedang duduk-duduk di depan rumah dan terus membayangkan pesan terakhir almarhumah istrinya.
Kernel 2   : Pak Tumpa menyuruh Sugiri saja yang ke padhepokan karena ia akan keliling-keliling daerah menggunakan vespa.
Kernel 4   : Pak Tumpa masih melamunkan istrinya dan segala hal yang berbeda setelah kepergian istrinya.
Satelite    : Pak Tumpa mengambil vespanya di garasi
Sekuen 11 : Pak Tumpa jalan-jalan menggunakan vespanya menuju daerah-daerah di kabupaten yang pernah dipimpinnya.
Kernel 1   : Pak Tumpa berhenti di pasar desanya dan menemui penjual es (mas Parja) yang telah berjualan sejak ia masih sekolah.
Kernel 2   : Pak Tumpa dan mas Parja bercerita panjang lebar hingga pak Tumpa curhat kepada mas Parja tentang kemauan almarhumah istrinya.
Kernel 3  : Pak Tumpa meneruskan perjalananya menuju bendungan yang dibangun pada masa pemerintahannya.
Kernel 4  : Pak Tumpa bertemu dengan istri almarhum mantan sekertarisnya.
Kernel 5  : Pak Tumpa merasa tertarik kepada Manik, nama wanita tersebut.
Satelite   : Pak Tumpa pulang kerumahnya kembali.
Sekuen 15 : Pak Tumpa duduk gelisah di pendhapanya.
Kernel 1    : Pak Tumpa memanggil Sugiri.
Kernel 2    : Pak Tumpa menanyakan perihal hubungan Suhir dan Manik.
Kernel 4   : Pak Tumpa dan Sugiri saling berdiam diri.
Kernel 5   : Pak Tumpa meminta Sugiri agar menggantikan posisinya sebagai calon pendamping Manik.
Satelite    : Pak Tumpa bersujud kepada Tuhan karena merasa lega
Kernel 2    : Pak Tumpa sudah tidak ada lagi dalam jamuan itu.
Kernel 1    : Tumpa sudah disana dulu.
Kernel 2    : Tumpa memberi nasehat kepada Sugiri dan Manik serta memberikan semua hartanya kepada mereka.
Ø  Bu Sawit

Sekuen 2 :  Bu Sawit menyambut di depan pintu
Kernel 1  :  Bu Sawit memandang pria yang keluar dari mobil dengan seksama
Kernel 1  : Bu Sawit menyuruh pembantunya laki-laki untuk makan dahulu dan pembantu perempuan membuatkan minuman.
Kernel 3  : Bu Sawit menyuruhnua mempersiapkan makan malam untuk tuannya.
Kernel 5  : Bu Sawit menyuruh mbok Sani untuk mempersilahkan masuk.
Sekuen 5  : Bu Sawit merenung melihat anak-anak yang sudah didepan ingin menonton televisi.
Kernel 2   : Bu Sawit menjawab dengan memutar-mutar yang ternyata ia merasa khawatir karena sampai usia lima puluhan mereka belum juga mempunyai putra.
Sekuen 6  : Bu Sawit menyuruh anak-anak untuk segera masuk.
Kernel 1   : Bu Sawit membagi uang 100an kepada anak-anak.
Kernel 2   :      Bu Sawit menyalakan televisi.
Sekuen 7  : Bu Sawit dan Pak Tumpa sholat berjamaah
Kernel 2   : Bu Sawit sudah tak kuat membendung kesedihannya dan kembali ke kamar.
Sekuen 8  : Bu Sawit tiduran di kamar.
Kernel 1   : Bu Sawit membayangkan bayi haramnya dengan Sugar  yang ia gugurkan
Kernel 3   : Bu Sawit menjawab tidak ada apa-apa dan menyuruh suaminya agar beristri kembali agar mendapatkan seorang putra.
Kernel 5  : Bu Sawit terus memaksa agar suaminya mau beristri kembali.
Kernel 2  : Bu Sawit merasa gelisah dan akhirnya tidak sadarkan diri.
Ø  Manik

Sekuen 12 : Manik sedang berada di ladang
Kernel 2   : Manik terus berusaha mengelak dan menolaknya dengan alasan usia Suhir lebih muda sepuluh tahun dari usianya.
Satelite    : Manik pulang ke rumahnya.
Sekuen 13 : Manik sampai dirumahnya dan melihat ada tamu, namun tak tahu siapa.
Kernel 1    : Manik bertanya kepada ibunya siapa tamu di depan setelah meletakkan rumputnya
Kernel 3   : Manik bingung
Sekuen 14 : Manik tak bisa tidur malamnya.
Kernel 1    : Manik dilema diantara Suhir yang terlalu muda dan Pak Tumpa yang sudah pantas untuk menjadi ayahnya.
Kernel 2   : Akhirnya Manik memutuskan untuk menurut saja kepada orang tuanya.
Kernel 1    : Manik terlihat senang karena ia tak jadi menikah dengan seorang duda tua namun Sugiri bingung.
Sekuen 15 : Sugiri dan Manik sampai di sampai dirumah.
Satelite     : Sugiri dan Manik meninggalkan rumah menuju padhepokan.

Sekuen 16 : Sugiri dan Manik sampai padhepokan.
Ø  Sugiri

Kernel 1  : Sugiri keluar dari pintu sebelah kiri
Kernel 2  : Sugiri membuka pintu sebelah kanan dari luar
Kernel 1   : Sugiri datang dan menanyakan kenapa tidak datang ke padhepokan.
Kernel 3   : Sugiri menuju padhepokan dan meninggalkan Pak Tumpa sendirian.
Kernel 1    : Pak Tumpa memanggil Sugiri.
Kernel 3    : Sugiri memastikan diantara mereka tak ada apa-apa.
Kernel 4   : Pak Tumpa dan Sugiri saling berdiam diri.
Kernel 5   : Pak Tumpa meminta Sugiri agar menggantikan posisinya sebagai calon pendamping Manik.
Kernel 6   : Sugiri kaget dan akhirnya menyetujui.
Kernel 3    : Sugiri menerima surat yang dititipkan Pak Tumpa kepada Wita dan membacanya.
Kernel 4    : Sugiri meninggalkan jamuan bersama dengan Manik dengan mobilnya.
Sekuen 15 : Sugiri dan Manik sampai di sampai dirumah.
Satelite     : Sugiri dan Manik meninggalkan rumah menuju padhepokan.
Sekuen 16 : Sugiri dan Manik sampai padhepokan
Ø  Mbok Sani
Kernel 2  : Mbok Sani (pembantu perempuan) menyuguhkan minuman kepada majikannya.
Kernel 4  : Mbok Sani memberitahukan ada tamu didepan.
Kernel 4  : Mbok Sani memberitahukan ada tamu didepan.

Ø  Suhir
Kernel 1    :Suhir datang menemui dan merayu Manik, memberitahukan bahwa dia sudah punya pekerjaan dan ingin segera memperistri janda tersebut.

Ø  Wita
Kernel 3   : Wita memberikan surat kepada Sugiri

Ø  Mas Parja
Kernel 1   : Pak Tumpa berhenti di pasar desanya dan menemui penjual es (mas Parja) yang telah berjualan sejak ia masih sekolah.
Kernel 2   : Pak Tumpa dan mas Parja bercerita panjang lebar hingga pak Tumpa curhat kepada mas Parja tentang kemauan almarhumah istrinya.
Ø  Harta
Satelite   : Tamu (Harta)Pak Tumpa masuk kedalam pendhapa

Sekuen 4  : Tamu dan tuan rumah berada di dalam pendhapa
Kernel 1   : Tamu suruhan Pak Hata menyerahkan surat undangan peresmian padhepokan yang dihadiahkan kepada Bapak Tumpa selaku mantan bupati.

Ø  Bu Hapsari dan Pak Kusna
Kernel 2 : Bu Hapsari dan Pak Kesna berbisik-bisik membisikkan Bu Sawit dan Pak Tumpa












Ø Urutan Kronologis
·         Sekuen 1 : Mobil flat 1300 berhenti di plataran penddhapa.
Kernel 1  : Sopir muda keluar dari pintu sebelah kiri
Kernel 2  : Sopir membuka pintu sebelah kanan dari luar
Kernel 3  : Muncul seorang pria tua dari pintu sebelah kanan menuju pendhapa
·         Sekuen 2 :  Seorang wanita menyambut di depan pintu
Kernel 1  :  Wanita itu memandang pria yang keluar dari mobil dengan seksama
·         Sekuen 3 : Pria dan wanita beriringan menuju ruang tengah
Kernel 1  : Sang wanita menyuruh pembantunya laki-laki untuk makan dahulu dan pembantu perempuan membuatkan minuman.
Kernel 2  : Mbok Sani (pembantu perempuan) menyuguhkan minuman kepada majikannya.
Kernel 3  : Majikan wanita menyuruhnua mempersiapkan makan malam untuk tuannya.
Kernel 4  : Mbok Sani memberitahukan ada tamu didepan.
Kernel 5  : Majikannya menyuruh mbok Sani untuk mempersilahkan masuk.
Satelite   : Tamu (Harta)Pak Tumpa masuk kedalam pendhapa
·         Sekuen 4  : Tamu dan tuan rumah berada di dalam pendhapa
Kernel 1   : Tamu suruhan Pak Hata menyerahkan surat undangan peresmian padhepokan yang dihadiahkan kepada Bapak Tumpa selaku mantan bupati.
·         Sekuen 5  : Bu Sawit merenung melihat anak-anak yang sudah didepan ingin menonton televisi.
Kernel 1   : Pak Tumpa menyakan apa yang sedang dipikirkan oleh bu Sawit.
Kernel 2   : Bu Sawit menjawab dengan memutar-mutar yang ternyata ia merasa khawatir karena sampai usia lima puluhan mereka belum juga mempunyai putra.
Kernel 3   : Pak Tumpa menghibur Bu Sawit dan menyuruhnya untuk segera meladeni anak-anak yang akan menonton televisi.
Satelite     : Pak Tumpa dan bu Sawit beranjak dari tempatnya.
·         Sekuen 6  : Bu Sawit menyuruh anak-anak untuk segera masuk.
Kernel 1   : Bu Sawit membagi uang 100an kepada anak-anak.
Kernel 2   :      Bu Sawit menyalakan televisi.
Kernel 3   : Anak-anak sangat gembira dan memperhatikan dengan seksama televisi tersebut.
Satelite     : Waktu sudah maghrib dan anak-anak disuruh pulang kerumah masing-masing.
·         Sekuen 7  : Bu Sawit dan Pak Tumpa sholat berjamaah
Kernel 1   : Ketika bersujud yang ada dalam bayangan bu Sawit adalah sesosok bayi yang sedang menangis, berlangsung berulang-ulang.
Kernel 2   : Bu Sawit sudah tak kuat membendung kesedihannya dan kembali ke kamar.
·         Sekuen 8  : Bu Sawit tiduran di kamar.
Kernel 1   : Bu Sawit membayangkan bayi haramnya dengan Sugar  yang ia gugurkan.
Kernel 2   : Pak Tumpa yang khawatir mendatangi Bu Sawit dan menanyakan keadannya.
Kernel 3   : Bu Sawit menjawab tidak ada apa-apa dan menyuruh suaminya agar beristri kembali agar mendapatkan seorang putra.
Kernel 4  : Pak Tumpa kaget dengan perkataan istrinya.
Kernel 5  : Bu Sawit terus memaksa agar suaminya mau beristri kembali.
Kernel 7  : Pak Tumpa pusing dan menawari istrinya agar dikeroki mbok Sani.
Satelite    : Pak Tumpa keluar dari kamar dan menyuruh mbok Sani mengeroki bu Sawit.
·         Sekuen 9 : Upacara peresmian padhepokan.
Kernel 1  : Pak Tumpa dan bu Sawit duduk di belakang kelir bersama bupati yang sedang menjabat.
Kernel 2 : Bu Hapsari dan Pak Kesna berbisik-bisik membisikkan Bu Sawit dan Pak Tumpa
Kernel 3  : Bu Sawit merasa gelisah dan akhirnya tidak sadarkan diri.
Kernel 4  : Semua yang dibelakang kelir menjerit-jerit diikuti semua penonton wayang mendengar berita bahwa bu Sawit telah meninggal secara mendadak.
Kernel 5  : Ki dhalang membubarkan pertunjukannya.
Kernel 6  : Pak Tumpa bicara kepada Kusana, bupati yang sekarang agar bu Sawit dikuburkan di belakang padhepokan sesuai dengan pesan terakhir bu Sawit.
Kernel 7  : Pak Tumpa terus membayangkan pesan terakhir istrinya untuk menikah kembali.
·         Sekuen 10 : Pak Tumpa sedang duduk-duduk di depan rumah dan terus membayangkan pesan terakhir almarhumah istrinya.
Kernel 1   : Sugiri datang dan menanyakan kenapa tidak datang ke padhepokan.
Kernel 2   : Pak Tumpa menyuruh Sugiri saja yang ke padhepokan karena ia akan keliling-keliling daerah menggunakan vespa.
Kernel 3   : Sugiri menuju padhepokan dan meninggalkan Pak Tumpa sendirian.
Kernel 4   : Pak Tumpa masih melamunkan istrinya dan segala hal yang berbeda setelah kepergian istrinya.
Satelite    : Pak Tumpa mengambil vespanya di garasi
·         Sekuen 11 : Pak Tumpa jalan-jalan menggunakan vespanya menuju daerah-daerah di kabupaten yang pernah dipimpinnya.
Kernel 1   : Pak Tumpa berhenti di pasar desanya dan menemui penjual es (mas Parja) yang telah berjualan sejak ia masih sekolah.
Kernel 2   : Pak Tumpa dan mas Parja bercerita panjang lebar hingga pak Tumpa curhat kepada mas Parja tentang kemauan almarhumah istrinya.
Kernel 3  : Pak Tumpa meneruskan perjalananya menuju bendungan yang dibangun pada masa pemerintahannya.
Kernel 4  : Pak Tumpa bertemu dengan istri almarhum mantan sekertarisnya.
Kernel 5  : Pak Tumpa merasa tertarik kepada Manik, nama wanita tersebut.
Satelite   : Pak Tumpa pulang kerumahnya kembali.
·         Sekuen 12 : Manik sedang berada di ladang
Kernel 1    :Suhir datang menemui dan merayu Manik, memberitahukan bahwa dia sudah punya pekerjaan dan ingin segera memperistri janda tersebut.
Kernel 2   : Manik terus berusaha mengelak dan menolaknya dengan alasan usia Suhir lebih muda sepuluh tahun dari usianya.
·         Satelite    : Manik pulang ke rumahnya.
Sekuen 13 : Manik sampai dirumahnya dan melihat ada tamu, namun tak tahu siapa.
Kernel 1    : Manik bertanya kepada ibunya siapa tamu di depan setelah meletakkan rumputnya.
Kernel 2    : Ibunya memberitahukan siapa tamunya dan tamunya adalah utusan Pak Tumpa (Pak Harto dan Mas Parja) yang ingin melamar Manik.
Kernel 3   : Manik bingung
Kernel 4   : Bapak ibunya memutuskan untuk menunggu jawaban Manik seminggu kemudian dan memberitahukan kepada utusan Pak Tumpa.
·         Sekuen 14 : Manik tak bisa tidur malamnya.
Kernel 1    : Manik dilema diantara Suhir yang terlalu muda dan Pak Tumpa yang sudah pantas untuk menjadi ayahnya.
Kernel 2   : Akhirnya Manik memutuskan untuk menurut saja kepada orang tuanya.

·         Sekuen 15 : Pak Tumpa duduk gelisah di pendhapanya.
Kernel 1    : Pak Tumpa memanggil Sugiri.
Kernel 2    : Pak Tumpa menanyakan perihal hubungan Suhir dan Manik.
Kernel 3    : Sugiri memastikan diantara mereka tak ada apa-apa.
Kernel 4   : Pak Tumpa dan Sugiri saling berdiam diri.
Kernel 5 : Pak Tumpa meminta Sugiri agar menggantikan posisinya sebagai calon pendamping Manik.
Kernel 6   : Sugiri kaget dan akhirnya menyetujui.
Satelite    : Pak Tumpa bersujud kepada Tuhan karena merasa lega.
·         Sekuen 14 : Malam pernikahan Sugiri dan Manik.
Kernel 1    : Manik terlihat senang karena ia tak jadi menikah dengan seorang duda tua namun Sugiri bingung.
Kernel 2    : Pak Tumpa sudah tidak ada lagi dalam jamuan itu.
Kernel 3   : Wita memberikan surat kepada Sugiri
Kernel 4    : Sugiri menerima surat yang dititipkan Pak Tumpa kepada Wita dan membacanya.
Kernel 5    : Sugiri meninggalkan jamuan bersama dengan Manik dengan mobilnya.
Satelite     : Para tamu bingung menyaksikan tingkah mempelai.
·         Sekuen 15 : Sugiri dan Manik sampai di sampai dirumah.
Satelite     : Sugiri dan Manik meninggalkan rumah menuju padhepokan.
·         Sekuen 16 : Sugiri dan Manik sampai padhepokan.
Kernel 1    : Tumpa sudah disana dulu.
Kernel 2    : Tumpa memberi nasehat kepada Sugiri dan Manik serta memberikan semua hartanya kepada mereka. Tumpa juga meminta agar jika ia mati kelak dikubur disamping kuburan istrinya.

























Tokoh
1.      Pak Tumpa
2.      Bu Sawit
3.      Sugiri
4.      Manik
5.      Mas Parja
6.      Wita
7.      Mbok Sani                   Protagonis
8.      Pak Lurah
9.      Pak Bayan
10.  Bu Bayan
11.  Harta
12.  Pak Kusna
13.  Bu Hapsari
14.  Pak Lurah
15.  Pak Harto
16.  Suhir
17.  Sugar                           Antagonis


























Penokohan

1.    Pak Tumpa
a.       Pak Tumpa - bu Sawit
baik hati, setia walaupun bu sawit tidak mempunyai keturunan.
b.      Pak Tumpa-Sugiri
Baik hati, menjadi majikan yang baik dan kemudian Sugiri diangkat menjadi anaknya
c.       Pak Tumpa-Manik
Baik hati, mengagumi, menyayangi dia sebagi anak bukan calon istri.
d.      Pak Tumpa-Suhir
Baik tetapi mereka merupakan saingan
e.       Pak Tumpa-Mas Parja
Baik, kagum, sopan. Tidak sombong walaupun sudah menjadi bupati.
f.       Pak Tumpa-Mbok Sani
Baik,
g.      Pak Tumpa-Pak Lurah
Baik, menghormati
h.      Pak Tumpa-Harta
Baik
i.        Pak Tumpa-Pak Kusna
Baik, tidak sombong
j.        Pak Tumpa-Bu Hapsari
Baik
k.      Pak Tumpa-Pak Bayan
Baik, sedikit memaksa
l.        Pak Tumpa-Bu Bayan
Baik, sedikit memaksa
m.    Pak Tumpa-Wita
Baik
n.      Pak Tumpa-Pak Harto
Mampercayai Pak Harta karena ia dipercaya untuk melamarkan Manik.

2.    Bu Sawit
a.       Bu Sawit-Pak Tumpa
Setia, merasa bersalah
b.      Bu Sawit-Mbok Sani
Baik hati
c.       Bu Sawit-Sugiri
Baik hati
d.      Bu Sawit-Harta
Baik hati
e.       Bu Sawit-Pak Kusna
Baik dan mengagumi
f.       Bu Sawit-Bu hapsari
Baik

3.    Manik
a.       Manik-Pak Tumpa
Menghormati dengan terpaksa menerima pnangan Pak Tumpa
b.      Manik-Bu Sawit
Menghormati (dalam novel tidak diceritakan manik bertemu dengan Manik)
c.       Manik-Sugiri
Awalnya tidak suka tetapi kemudian setia menjadi suaminya.
d.      Manik-Suhir
Tak ada perasaan apa-apa, hanya kasihan karena Suhir terus mengejar-ngejar Manik.
e.       Manik- Pak Bayan
Menurut, Manik merupakan anak yang menuruti nasehat orang tuanya.
f.       Manik-Bu Bayan
Menurut, Manik merupakan anak yang menuruti nasehat orang tuanya.
g.      Manik-mbok Sani
Biasa
h.      Manik-Wita
Biasa
4.    Sugiri
a.    Sugiri-Pak Tumpa
Baik, seorang pembantu yang selalu menuruti perintah majikannya
b.    Sugiri-Bu Tumpa
Baik, seorang pembantu yang selalu menuruti perintah majikannya
c.    Sugiri-Manik
Awalnya biasa saja, karena Sugiri menikahi Manik atas dasar perintah Pak Tumpa, namun pada akhirnya Sugiri mencintai Manik.
d.   Sugiri-mbok Sani
Biasa, mereka sam-sama pembantu yang setia dan menuruti perintah majikannya.
e.    Sugiri-Pak Bayan
Menghormati sebagai  mertua.
f.     Sugiri-Bu Bayan
Menghormati sebagai mertua.
g.    Sugiri-Wita
Pandai merayu Wita.

5.    Mbok Sani
a.       Mbok Sani-Pak Tumpa
Baik hati, setia terhadap majikannya dan menurut apa yang diperintahkan majikannya.
b.      Mbok Manik-Bu Sawit
Baik hati, setia terhadap majikannya dan menurut apa yang diperintahkan majikannya.s
c.       Mbok Sani-Sugiri
Baik, mereka sama-sama pembantu yang setia.
d.      Mbok Sani- Manik
Baik hati.

6.    Suhir
a.       Suhir-Manik
Menyanyangi Manik dan terus berusaha mendapatkan cintanya.
b.      Suhir – Pak Tumpa
Merasa bahwa dia adlah sainganya.

7.    Mas Parja
a.       Mas Parja-Pak Tumpa
Menghormati dia walupun dia dulunya adalah murid sekolah langgana dawetnya.
b.      Mas Parja-Pak Harto
Bersahabat karena mereka berdua diutus Pak Tumpa untuk melamarkan Manik.
c.       Mas Parja-Pak Bayan dan Bu Bayan
Baik dalam menympaikan pesan Pak Tumpa.

8.    Pak Harto
a.       Pak Harto-Pak Tumpa
Baik, mau diutus untuk melamar Manik
b.      Pak Harto-Pak Tumpa
Bersahabat
c.       Pak Harta –Pak Bayan dan Bu Bayan
Baik dalam menympaikan pesan Pak Tumpa.

9.    Pak Lurah
a.       Pak Lurah-Pak Tumpa
Baik hati mau mengurusi pernikahan Sugiri dan Manik.
b.      Pak Lurah-Sugiri
Baik hati

10.              Wita
a.       Wita-Pak Tumpa
Baik hati, mau dititipi surat Pak Tumpa kepada Sugiri
b.      Wita-Sugiri
Baik hati, tetapi membocorkan rahasia surat yang belum waktunya diberikan kepada Sugiri.

11.               Pak Bayan
a.       Pak Bayan-Pak Tumpa
Menghormati sekali karena atas jasa Pak Tumpa anak-anaknya sukses.
b.      Pak Bayan-Manik
Sangat menyayangi dan sedikit mamaksa dengan menyruhnya menerima lamaran Pak Tumpa.
c.       Pak Bayan-Bu Bayan
Menyayangi.
12.    Bu Bayan
a.       Bu Bayan- Pak Tumpa
Menghormati sekali karena atas jasa Pak Tumpa anak-anaknya sukses.
b.      Bu Bayan-Manik
Sangat menyayangi dan sedikit mamaksa dengan menyruhnya menerima lamaran Pak Tumpa.
c.       Bu Bayan-Bu Bayan
Menyayangi.
13.    Harta
a.       Harta-Pak Tumpa
Baik mau mengantarkan surat kepada Pak Tumpa
b.      Harta- Bu Sawit
Baik
14.    Pak Kusna
a.       Pak Kusna-Pak Tumpa
Mengagumi dia sebagai orang yang pernah menjabat jabatanya sekarang.
b.      Pak Kusna-Bu Sawit
Sangat mengagumi kesetiaan Pak Tumpa kepada Bu Sawit walaupun mereka tak memiliki keturunan.
c.       Pak Kusna-Bu Hapsari
Sangat menyayangi sang istri.
15.    Bu Hapsari
a.       Bu Hapsari-Pak Tumpa
Mengagumi dia sebagai orang yang pernah menjabat jabatanya sekarang.
b.      Pak Hapsari-Bu Sawit
Sangat mengagumi kesetiaan Pak Tumpa kepada Bu Sawit walaupun mereka tak memiliki keturunan.
c.       Pak Hapsari-Bu Hapsari
Sangat menyayangi sang istri










Analisis Setting tempat
Rumah Pak Tumpa
Sekuen 1 : Mobil flat 1300 berhenti di plataran penddhapa.
Kernel 1  : Sopir muda keluar dari pintu sebelah kiri
Kernel 2  : Sopir membuka pintu sebelah kanan dari luar
Kernel 3  : Muncul seorang pria tua dari pintu sebelah kanan menuju pendhapa
Sekuen 2 :  Seorang wanita menyambut di depan pintu
Kernel 1  :  Wanita itu memandang pria yang keluar dari mobil dengan seksama
Sekuen 3 : Pria dan wanita beriringan menuju ruang tengah
Kernel 1  : Sang wanita menyuruh pembantunya laki-laki untuk makan dahulu dan pembantu perempuan membuatkan minuman.
Kernel 2  : Mbok Sani (pembantu perempuan) menyuguhkan minuman kepada majikannya.
Kernel 3  : Majikan wanita menyuruhnua mempersiapkan makan malam untuk tuannya.
Kernel 4  : Mbok Sani memberitahukan ada tamu didepan.
Kernel 5  : Majikannya menyuruh mbok Sani untuk mempersilahkan masuk.
Satelite   : Tamu (Harta)Pak Tumpa masuk kedalam pendhapa
Sekuen 4  : Tamu dan tuan rumah berada di dalam pendhapa
Kernel 1   : Tamu suruhan Pak Hata menyerahkan surat undangan peresmian padhepokan yang dihadiahkan kepada Bapak Tumpa selaku mantan bupati.
Sekuen 5  : Bu Sawit merenung melihat anak-anak yang sudah didepan ingin menonton televisi.
Kernel 1   : Pak Tumpa menyakan apa yang sedang dipikirkan oleh bu Sawit.
Kernel 2   : Bu Sawit menjawab dengan memutar-mutar yang ternyata ia merasa khawatir karena sampai usia lima puluhan mereka belum juga mempunyai putra.
Kernel 3   : Pak Tumpa menghibur Bu Sawit dan menyuruhnya untuk segera meladeni anak-anak yang akan menonton televisi.
Satelite     : Pak Tumpa dan bu Sawit beranjak dari tempatnya.
Sekuen 6  : Bu Sawit menyuruh anak-anak untuk segera masuk.
Kernel 1   : Bu Sawit membagi uang 100an kepada anak-anak.
Kernel 2   :      Bu Sawit menyalakan televisi.
Kernel 3   : Anak-anak sangat gembira dan memperhatikan dengan seksama televisi tersebut.
Satelite     : Waktu sudah maghrib dan anak-anak disuruh pulang kerumah masing-masing.
Sekuen 7  : Bu Sawit dan Pak Tumpa sholat berjamaah
Kernel 1   : Ketika bersujud yang ada dalam bayangan bu Sawit adalah sesosok bayi yang sedang menangis, berlangsung berulang-ulang.
Kernel 2   : Bu Sawit sudah tak kuat membendung kesedihannya dan kembali ke kamar.
Sekuen 8  : Bu Sawit tiduran di kamar.
Kernel 1   : Bu Sawit membayangkan bayi haramnya dengan Sugar  yang ia gugurkan.
Kernel 2   : Pak Tumpa yang khawatir mendatangi Bu Sawit dan menanyakan keadannya.
Kernel 3   : Bu Sawit menjawab tidak ada apa-apa dan menyuruh suaminya agar beristri kembali agar mendapatkan seorang putra.
Kernel 4  : Pak Tumpa kaget dengan perkataan istrinya.
Kernel 5  : Bu Sawit terus memaksa agar suaminya mau beristri kembali.
Kernel 7  : Pak Tumpa pusing dan menawari istrinya agar dikeroki mbok Sani.
Satelite    : Pak Tumpa keluar dari kamar dan menyuruh mbok Sani mengeroki bu Sawit.
Sekuen 10 : Pak Tumpa sedang duduk-duduk di depan rumah dan terus membayangkan pesan terakhir almarhumah istrinya.
Kernel 1   : Sugiri datang dan menanyakan kenapa tidak datang ke padhepokan.
Kernel 2   : Pak Tumpa menyuruh Sugiri saja yang ke padhepokan karena ia akan keliling-keliling daerah menggunakan vespa.
Kernel 3   : Sugiri menuju padhepokan dan meninggalkan Pak Tumpa sendirian.
Kernel 4   : Pak Tumpa masih melamunkan istrinya dan segala hal yang berbeda setelah kepergian istrinya.
Satelite    : Pak Tumpa mengambil vespanya di garasi
Satelite   : Pak Tumpa pulang kerumahnya kembali.
Sekuen 15 : Pak Tumpa duduk gelisah di pendhapanya.
Kernel 1    : Pak Tumpa memanggil Sugiri.
Kernel 2    : Pak Tumpa menanyakan perihal hubungan Suhir dan Manik.
Kernel 3    : Sugiri memastikan diantara mereka tak ada apa-apa.
Kernel 4   : Pak Tumpa dan Sugiri saling berdiam diri.
Kernel 5 : Pak Tumpa meminta Sugiri agar menggantikan posisinya sebagai calon pendamping Manik.
Kernel 6   : Sugiri kaget dan akhirnya menyetujui.
Satelite    : Pak Tumpa bersujud kepada Tuhan karena merasa lega.
Sekuen 15 : Sugiri dan Manik sampai di sampai dirumah.

Padhepokan
Sekuen 9 : Upacara peresmian padhepokan.
Kernel 1  : Pak Tumpa dan bu Sawit duduk di belakang kelir bersama bupati yang sedang menjabat.
Kernel 2 : Bu Hapsari dan Pak Kesna berbisik-bisik membisikkan Bu Sawit dan Pak Tumpa
Kernel 3  : Bu Sawit merasa gelisah dan akhirnya tidak sadarkan diri.
Kernel 4  : Semua yang dibelakang kelir menjerit-jerit diikuti semua penonton wayang mendengar berita bahwa bu Sawit telah meninggal secara mendadak.
Kernel 5  : Ki dhalang membubarkan pertunjukannya.
Kernel 6  : Pak Tumpa bicara kepada Kusana, bupati yang sekarang agar bu Sawit dikuburkan di belakang padhepokan sesuai dengan pesan terakhir bu Sawit.
Kernel 7  : Pak Tumpa terus membayangkan pesan terakhir istrinya untuk menikah kembali.
Satelite     : Sugiri dan Manik meninggalkan rumah menuju padhepokan.

Sekuen 16 : Sugiri dan Manik sampai padhepokan.
Kernel 1    : Tumpa sudah disana dulu.
Kernel 2    : Tumpa memberi nasehat kepada Sugiri dan Manik serta memberikan semua hartanya kepada mereka.

Perjalanan/jalan
Sekuen 11 : Pak Tumpa jalan-jalan menggunakan vespanya menuju daerah-daerah di kabupaten yang pernah dipimpinnya.
Warung mas parja
Kernel 1   : Pak Tumpa berhenti di pasar desanya dan menemui penjual es (mas Parja) yang telah berjualan sejak ia masih sekolah.
Kernel 2   : Pak Tumpa dan mas Parja bercerita panjang lebar hingga pak Tumpa curhat kepada mas Parja tentang kemauan almarhumah istrinya
Bendungan
Kernel 3  : Pak Tumpa meneruskan perjalananya menuju bendungan yang dibangun pada masa pemerintahannya.
Kernel 4  : Pak Tumpa bertemu dengan istri almarhum mantan sekertarisnya.
Kernel 5  : Pak Tumpa merasa tertarik kepada Manik, nama wanita tersebut.

Ladang
Sekuen 12 : Manik sedang berada di ladang
Kernel 1    :Suhir datang menemui dan merayu Manik, memberitahukan bahwa dia sudah punya pekerjaan dan ingin segera memperistri janda tersebut.
Kernel 2   : Manik terus berusaha mengelak dan menolaknya dengan alasan usia Suhir lebih muda sepuluh tahun dari usianya.

Rumah manik
Satelite    : Manik pulang ke rumahnya.

Sekuen 13 : Manik sampai dirumahnya dan melihat ada tamu, namun tak tahu siapa.
Kernel 1    : Manik bertanya kepada ibunya siapa tamu di depan setelah meletakkan rumputnya.
Kernel 2    : Ibunya memberitahukan siapa tamunya dan tamunya adalah utusan Pak Tumpa yang ingin melamar Manik.
Kernel 3   : Manik bingung
Kernel 4   : Bapak ibunya memutuskan untuk menunggu jawaban Manik seminggu kemudian dan memberitahukan kepada utusan Pak Tumpa.
Sekuen 14 : Manik tak bisa tidur malamnya.
Kernel 1    : Manik dilema diantara Suhir yang terlalu muda dan Pak Tumpa yang sudah pantas untuk menjadi ayahnya.
Kernel 2   : Akhirnya Manik memutuskan untuk menurut saja kepada orang tuanya.
Sekuen 14 : Malam pernikahan Sugiri dan Manik.
Kernel 1    : Manik terlihat senang karena ia tak jadi menikah dengan seorang duda tua namun Sugiri bingung.
Kernel 2    : Pak Tumpa sudah tidak ada lagi dalam jamuan itu.
Kernel 3   : Wita memberikan surat kepada Sugiri
Kernel 4   : Sugiri menerima surat yang dititipkan Pak Tumpa kepada Wita dan membacanya.
Kernel 5    : Sugiri meninggalkan jamuan bersama dengan Manik dengan mobilnya.

Satelite     : Para tamu bingung menyaksikan tingkah mempelai.













Analisis setting waktu dan Sosial
1.   Sekuen 1 : Mobil flat 1300 berhenti di plataran penddhapa.
Kernel :
a.       Sopir muda (Sugiri) keluar dari pintu sebelah kiri
b.      Sopir membuka pintu sebelah kanan dari luar
c.       Muncul seorang pria tua dari pintu sebelah kanan menuju pendhapa
Latar waktu : Ketika Sugiri berhenti didepan pendhapa
Latar Sosial : Sugiri adalah sebuah nama untuk masyarakat rendah dalam masyarakat jawa. Sugiri sebagai sopir pak Tumpa yaang baik. Berpakaian biasa namun kelihatan menarik.
2.   Sekuen 2 : Seorang wanita (Bu Sawit) menyambut di depan pintu
Kernel :
a.       Wanita itu memandang pria yang keluar dari mobil dengan seksama
Latar Waktu        : ketika Pak Tumpa pulang, siang
Latar sosial          : Bu Sawit nama seorang wanita kaya istri mantan bupati. Pakaiannya selalu rapi dan banyak dikagumi masyarakat.
3.   Sekuen 3: Bu Sawit dan Pak Tumpa beriringan menuju ruang tengah
Kernel :
a.       Sang wanita menyuruh pembantunya laki-laki untuk makan dahulu dan pembantu perempuan membuatkan minuman.
b.      Mbok Sani (pembantu perempuan) menyuguhkan minuman kepada majikannya.
c.       Majikan wanita menyuruhnua mempersiapkan makan malam untuk tuannya.
d.      Mbok Sani memberitahukan ada tamu didepan.
e.       Majikannya menyuruh mbok Sani untuk mempersilahkan masuk.
Latar waktu     : siang, Pak tumpa sudah masuk rumah
Latar Sosial     : mbok sani nama kalangan bawah dalam masyarakat jawa, seorang pembantu yang baik.
4.   Sekuen 4  : Tamu dan tuan rumah berada di dalam pendhapa
Kernel :
a.       Bu Sawit mempersilahkannya.
b.       Tamu suruhan Pak Hata (Harta) menyerahkan surat undangan peresmian padhepokan yang dihadiahkan kepada Bapak Tumpa selaku mantan bupati.
Latar waktu     : sore
Latar sosial      : Harta seorang pemuda berkelas.
5.   Sekuen 6  : Bu Sawit menyuruh anak-anak untuk segera masuk.
Kernel
a.    Bu Sawit membagi uang 100an kepada anak-anak.
b.    Bu Sawit menyalakan televisi.
c.    Anak-anak sangat gembira dan memperhatikan dengan seksama televisi tersebut.
Latar waktu : malam
Latar sosial : Bu Sawit sebagai orang kaya dan tak punya anak sangat menyayangi anak-anak kecil, para tetangganya.
6.   Sekuen 9 : Upacara peresmian padhepokan.
Kernel :
a.       Pak Tumpa dan bu Sawit duduk di belakang kelir bersama bupati yang sedang menjabat.
b.      Bu Hapsari dan Pak Kesna berbisik-bisik membisikkan Bu Sawit dan Pak Tumpa
c.       Bu Sawit merasa gelisah dan akhirnya tidak sadarkan diri.
d.      Semua yang dibelakang kelir menjerit-jerit diikuti semua penonton wayang mendengar berita bahwa bu Sawit telah meninggal secara mendadak.
e.       Ki dhalang membubarkan pertunjukannya.
f.       Pak Tumpa bicara kepada Kusana, bupati yang sekarang agar bu Sawit dikuburkan di belakang padhepokan sesuai dengan pesan terakhir bu Sawit.
g.      Pak Tumpa terus membayangkan pesan terakhir
Latar waktu : malam, pada saat pagelaran wayang
Latar Sosial : Kematian Bu Sawit yang menimbulkan banyak kesimpatian.
7.   Sekuen 10 : Pak Tumpa sedang duduk-duduk di depan rumah dan terus membayangkan pesan terakhir almarhumah istrinya.
Kernel :
a.       Sugiri datang dan menanyakan kenapa tidak datang ke padhepokan.
b.      Pak Tumpa menyuruh Sugiri saja yang ke padhepokan karena ia akan keliling-keliling daerah menggunakan vespa.
c.       Sugiri menuju padhepokan dan meninggalkan Pak Tumpa sendirian.
d.      Pak Tumpa masih melamunkan istrinya dan segala hal yang berbeda setelah kepergian istrinya.
Latar Waktu        : pagi, setelah kepergian Bu Sawit
Latar Sosial         : sedang dalam keadaan berduak, pak Tumpa terliah lusuh.
8.   Sekuen 12 : Manik sedang berada di ladang
Kernel
a.       Suhir datang menemui dan merayu Manik, memberitahukan bahwa dia sudah punya pekerjaan dan ingin segera memperistri janda tersebut.
b.       Manik terus berusaha mengelak dan menolaknya dengan alasan usia Suhir lebih muda sepuluh tahun dari usianya.
Latar waktu : siang
Latar Sosial : Manik tak enak rasanya disukai orang yang lebih muda darinya.
9.   Sekuen 15 : Pak Tumpa duduk gelisah di pendhapanya.
Kernel :
a.       Pak Tumpa memanggil Sugiri.
b.      Pak Tumpa menanyakan perihal hubungan Suhir dan Manik.
c.       Sugiri memastikan diantara mereka tak ada apa-apa.
d.      Pak Tumpa dan Sugiri saling berdiam diri.
e.       Pak Tumpa meminta Sugiri agar menggantikan posisinya sebagai calon pendamping Manik.
f.       Sugiri kaget dan akhirnya menyetujui.
Latar waktu : pagi menjelang siang
Latar Sosial : Pak Tumpa, bangsawan yaang kemudian merasa tidak pantas untuk Manik karena sudah terlalu tua.
10.                   Sekuen 14 : Malam pernikahan Sugiri dan Manik.
Kernel :
a.       Manik terlihat senang karena ia tak jadi menikah dengan seorang duda tua namun Sugiri bingung.
b.      Pak Tumpa sudah tidak ada lagi dalam jamuan itu.
c.       Wita memberikan surat kepada Sugiri
d.      Sugiri menerima surat yang dititipkan Pak Tumpa kepada Wita dan membacanya.
e.       Sugiri meninggalkan jamuan bersama dengan Manik dengan mobilnya.
Latar waktu : malam
Latar Sosial : Sugiri yang seorang pembantu kemudian diangakat ank oleh Pak Tumpa menikah dengan janda ayu, membuat orang-orang kagum.
11.         Sekuen 16 : Sugiri dan Manik sampai padhepokan.
Kernel:
a.       Sugiri dan Manik membuka pintu,Tumpa sudah disana dulu.
b.      Tumpa memberi nasehat kepada Sugiri dan Manik serta memberikan semua hartanya kepada mereka. Tumpa juga meminta agar jika ia mati kelak dikubur disamping kuburan istrinya.
Latar Waktu : malam
Latar Sosial : sebuah keluarga yang bahagia




















Analisis Tema
Tema                    Kesetiaan
Sekuen 16 : Sugiri dan Manik sampai padhepokan.
Kernel 1    : Tumpa sudah disana dulu.
Kernel 2    : Tumpa memberi nasehat kepada Sugiri dan Manik serta memberikan semua hartanya kepada mereka. Tumpa juga meminta agar jika ia mati kelak dikubur disamping kuburan istrinya.
Kutipan dari Novel
“Giri! Lahir trusing batin, kowe anakku. Manik! Kowe mantuku. Omah ing desa kae, sarta kabeh bandha apa wae sing ana kana, lan kebon cengkeh kono kuwi, tampanana minangka warisanku marang kowe kabeh awit aku wis ora mbutuhake, lan anakku ya mung kowe. Mung siji panjalukku : besuk samangsa aku wis tekan ing janji, kuburen jejer ibumu kaya jejerku nalika dadi nganten biyen. Sing pungkasan, Giri, aja lali piwulangku marang kowe wiwit biyen: Satemene kamulyan kang langgeng iku kamulyan kang linambaran ing kautamaning budi.”
Terjemahan:
“Giri! Lahir batin, kamu adalah anakku. Manik! Kamu menantuku. Rumah di desa serta semua harta yang ada disana juga kebun cengkeh itu, terimalah sebagai warisanku kepadamu sebab aku sudah tak membutuhkan lagi  dan anakku hanya kamu. Hanya satu permintaanku : besok ketika aku mati, kuburkan aku disamping ibumu seperti ketika dulu menjadi pengantin. Yang terakhir, Giri, jangan lupa nasehatkudari dulu  kepadamu: Sebenarnya kemulyaan yang abadi itu kemulyaan kang berlandaskan keutamaan sifat yang luhur.”
Analisis :
Tema kesetiaan karena dalam novel tersebut diceritakan kesetiaan  Pak Tumpa kepada bu Sawit dan juga sebaliknya walaupun mereka tak mempunyai anak. Pak Tumpa yang setia kepada Bu Sawit menuruti semua permintaan istrinya termasuk permintaan terakhir istrinya untuk menikah kembali walaupun itu tidak terjadi karena Manik terlalu muda dan ia terlalu tua untuk menjadi pendampingnya dan akhirnya Manik dinikahkan dengan Sugiri yang tak lain adalah pembantunya. Semua hartanya diberikan kepada Manik dan Sugiri karena menurut Pak Tumpa harta itu tak akan berguna jika ditinggal mati. Permintaan terakhir Pak Tumpa untuk dikubur disamping istrinya adalah wujud dari kesetiannya.



Analisis sudut pandang
Sudut pandang dalam novel ini adalah sudut pandang Persona ketiga : “Dia” namun kadang juga disertai cerita yang lebih merupakan laporan pengamat seperti pada :
“Swara kentongan maneter saka langgare mbah Mangil ngelingake kuwajibane marang pangeran. Bocah-bocah ing pendhapa uga kaya dielingake marang dhawuhe Bu Sawit, padha bubar mulih menyang omahe dhewe-dhewe. Sadalan-dalan padha umyung ngrembug film kartun kang mentas ditonton ing layar cilik mau.”
Terjemahan :
“Suara kentongan berbunyi dari suraunya mbah Mangli mengingatkan kewajibannya kepada Tuhan. Anak-anak di pendhapa juga seperti diingatkan kepada nasehatnya Bu Sawit, pulang satu per satu menuju rumahnya sendiri-sendiri. Sepanjang jalan rame membicarakaan film kartun yang baru saja ditontonnya.”
Disini sudut pandang tersebut mempunyai keterbatasan “pengertian” terhadap tokoh “dia” yang diceritakan itu jadi bersifat terbatas, hanya selaku pengamat saja.
Dalam sudut pandang “dia” sebagai pengamat yang benar-benar objektif, narator bahkan hanya dapat melaporkan (menceritakan) segala sesuatu yang dapat dilihat dan di dengar, atau yang dapat dijangkau oleh indra. Namun walau itu hanya melaporkan secara apa adanya kadar ketelitiannya harus diperhiotungakan, khususnya ketelitian dalam mencatat dan mendiskripsikan peristiwa, tindakan, latar samapai ke detil-detil terkecil yang khas. Naraator dalam hal ini, seolah-olah berlaku sebagai kamera yang berfungsi untuk merekam dan mengabadikan suatu objek, sebagai contoh :
“Vespane rada dibanterake, daya-daya tekan ngomah. Arep manebakake ati. Sadalan-dalan ing jero atine tansah dumadi pasulayan. Rebut biada antarane rasa rumangsa wis tuwa lan dhudha kasepen kang tau antuk piweling saka bojone. Antarane rasa rumangsa uripe wis ora suwe maneh lan rasa kuciwa amarga durung duwe turun. Dheweke kepingin nindhes atine supaya tetep ngrumangsani tuwane. Nanging saya adoh saka bendungan iku, eseme Manik saya cetha kaya tumpempel ing tlapukan. Nganti tekan ngomah, nganti awan, nganti sore, nganti bengi.”
Terjemahan:
            “Vespanya semakin dipercepat supaya cepat sampai rumah, akan menenangkan hati. Sepanjang jalan didalam hatinya hanya dilema. Antara merasa sudah tua dan duda kesepian yang mendapat amanat dari istrinya. Antara merasa hidupnya sudah tak lama lagi dan rasa kecewa karena belum mempunyai keturunan. Dia ingin memaksakan hatinya sadar diri bahwa dirinya sudah tua. Tetapi semakin jauh dari bendungan, senyuman Manik masih terbayang, hingga sampai rumah, hingga siang, hingga sore, hingga malam.”

Analisis Permajasan
Metafora
1.        Nyekel peprentahan : metafora
2.        Ora bakal ana balung erine
3.        Mungkus dosaku
4.        Reged atiku
5.        Angemban jejibahan
6.        Sumilaking langit sisih wetan
7.        Sambate batinku : metafora
8.        Ngasta bupati : metafora
9.        Guyon renyah : metafora

Sinestesia
1.        Atine kaya direrujit : sinestesia
2.        Batine sambat ngaru-aru : sinestesia
3.        Dimeneb-menebake atine : sinestesia
4.        Diwening-weningake pikirane : sinestesia
5.        Mbelah atine : sinestesia
6.        Mblerengi atine : sinestesia
7.        Sumeleh atimu : sinestesia
8.        Nglairake panemu : sinestesia
9.Nggawa bingunge ati : sinestesia
10.    Gumuyu renyah : sinestesia
11.    Lirikane kongang nyabet atine pria sapa bae : sinestesia
12.    Ndodog dhadane : sinestesia
13.    Batine sambat-sambat
14.    Pikirane tansah pencolotan
15.    Batine takon
16.    Swarane sinden kaang alus lumer
17.    Swara gamelan kang ngrangiin gumawang

Pesonifikasi
1.        Tinranjang kali ngeluk-eluk kaya ula
2.        Desa madesa wiwit katon pating regemeng mageri tlatah pasawahan
3.        Ngendangi desa madesa
4.        Atine dadi kroncalan
5.        Balangen atiku nganggo katresnan, sabeten atiku nganggo kasetyan nganti jiwaku ambruk lumpruk ing ngarepmu
6.        Mbedah betenging katresnan
7.        Hawa pegunungan sing wis meneb lan sepi dadi geter keterak gumeringing mobil ngrengkel preng-pereng.

Simile
1.        Saya mbleret kados damar kasatan lisah
2.        Ngetan ngulon kaya beteng mati
3.        Guneme kang alus renyah kaya ocehe manuk jalak
4.        Polatane dadi suntrut kaya dimar mbleret kesatan lenga
5.        Tresnane mbludak kaya banyu tlaga

Hiperbola
1.        Jerit ngeres-eresi : hiperbola
2.        Dhadane weweg, tangene alus, kulite mencorong, praene sumringah, eseme manis ing selaning lathi tipis abang, swarane arum, gonas-ganes rambute

   Alegori
1.        Mbok menawa kasulistyaning Manik dumadi saka sari-sari kaendahaning kembang-kembang anggrek ing pagunungan, mancoronging rembulan kang nendheng purnama sidhi, kumerlaping lintang ing langit wanci petengan lan lirap-liraping ombak samodra sapinggiring gisik, kang padha nglumpuk bebarengan aweh ayu marang dheweke
















Analisis Diksi dan pola kalimat

1.    Kata yang digunakan dalam novel penganten lebih banyak menggunakan kata yang sederhana daripada kata-kata yang kompleks, seperti pada :
a.       Weruh-weruh eluhe mrentul nelesi  pipi (sederhana)
b.      Atine kaya direrujit (sederhana)
c.       Legeg atine (sederhana)
d.      Sing wadon ketara rada lega (sederhana)

2.    Kata dan ungkapan formal atau kolokial
a.       Dhalang : “Sang dewi ‘tuhu wanita utama’”
b.      Dhalang : “Tetunguling wanodya kang sulistya lair prapteng batine, pantes sinudarsana dening sesamaning wanita sapraja. Datan mokal lamun pinarcaya dening kang akarya jagad minangka lantaran tumitahe priyagung kang tembene bakal ngratoni bumi Nuswantara....”
Kata percakapan sehari-hari/non formal
a.       Pak Tumpa : “Ana apa diajenng”
Bu sawit     : “Oh, namung radi mumet kang mas”.
b.      Pak Tumpa       : “ Mas Parja. Satemane aku ki lagi judheg bab iku.”
Mas Parja          : “Bab ingkang pundi?”
Pak Tumpa       : “Bab rabi kuwi”

3.    Arah makna kata yang ditunjuk
konotasi
a.       Bocah kang dina tembene isih gumelar gilar-gilar kaya jembaring bulak
b.      Ora mung saiki, sanajan biyen isih ngasta bupati kerep wae Tumpa liwat dalan padesan numpak sepedha, banjur mandheng nrambul petani sing lagi kemruyuk ngrembug ruwet rentenge tetanen.
Denotasi
a.       Dheweke mandheg, njinggleng nyawang pasar desa sing rame banget iku.
b.      Vespane dibanterake daya-daya tekan omah
c.       Nalika iku pak Tumpa lan bu Sawit lenggah ing buri kelir dijejeri Pak Kusna bupatine wektu iki, sekalian karo garwane ibu Hapsari.

4.    Kata dan ungkapan yang bersangkutan dengan bahasa lain
Bahasa arab: 
Allahuakbar, tafakur,
-          “Allahhu akbar, lan nalika dheweke sujud .....”
-          “Diterusake maneh anggone tafakur nganti manjing isya”

Bahasa indonesia:
Janin, rahim, riwayat, firasat, mobil, sejawat, saluran
-          Gawang-gawang isih kelingan dheksemana rahim iki wis tau isi janin
-          Nalika mobil fiat wis mungkur saka gapura pekarangan.
-          Malah Tumpa tau ditawani komisi barang
-          Dumadakan dheweke kelingan salah sijine kanca sejawate
-          Bu sawit njeglekake tombol saluran.

5.    Percakapan dalam novel
a.        
Pria kang lagi teka iku mesem kalegan
“Uwis wah apik tenan padhepokan iku, senajan winangun gagrag lawas, nanging wong bakalane weton saiki. Dadi malah kaya pasemon jumbuh ing kagunan lawas lan anyar"
Priya iku ngantungake jempole
“Apik tenan jeng, kowe mesti marem”.
“Langkung sae malih manahipun tetiyang ngyasaken menika”
“mesti wae”
(hal 2)
Percakapan dimulai dengan kata-kata Pak Tumpa “Uwis wah apik tenan padhepokan iku, senajan winangun gagrag lawas, nanging wong bakalane weton saiki. Dadi malah kaya pasemon jumbuh ing kagunan lawas lan anyar" boleh jadi memang mengandung ketidak jelasan bagi pembaca yang tidak mengerti konteks pembicaraan seperti itu, termasuk konteks pembicaraan di padhepokan baru antara orang –orang yang bersangkutan atau pembaca yang tak mampu membuat implikatur-implikatur. Pernyataan Pak Tumpa tersebut maksudnya adalah mengkonfirmasikan bahwa padhepokan barunya bagus sekali.
b.       
Wong wadon rada tuwa metu saka lawang buri nyangga baki isi gelas loro lan nyamikan salodhong. Diselehake ing meja.
“Bubar maghrib ndang tata dhahar, ni”, dhawuhe wanita iku
“Inggih, anu ,bu punika wonten tamu.”
“Lho, sapa?”
“Kulo boten ngertos. Namung aturipun badhe sowan Pak Tumpa ngoten”
“Arep ketemu aku?” pitakone priya iku, “coba kjon mrene”.
“Inggih, pak” ature wong wadon iku karo lunga.
“Wah sapa ya jeng. Apa wingi utawa mau iya wis ana wong nggoleki aku”.
“Dereng”,
Nalika bocah sing arep sowan mau mlebu pendhapa, Tumpa ora panglih maneh.
(hal 2)
Sepenggal percakapan diatas diapit oleh penuturan bentuk narasi. Berdasarkan kata perkata kita akan dapat mengerti arti percakapan tersebut. Namun, bentuk percakapan di atas akan terasa hidup dan segar serta dapat dipahami makna keseluruhannya jika telah jelas konteks situasinya.
c.        
“Tamune sapa bu?” pitakone marang ibune sing lagi njedhul saka pendhapa.
“Pak Harto, karo pak Parja juragan pasar kae”
“O, pak Harto anemere bendungan biyen kae. Kadingaren”.
“Tak kandhani, mreneya”.
“Ana apa ta?” pitakone Manik sajak gumun, karo lungguh kursi dawa.
“Apa kowe mentas kepethuk pak Bupati?”
Manik kelingan seminggu kepungkur, nalika ana ing bendungan.
“Iya, Ngapa ta, bu?”
“Upama. Iki mung upama lho nduk. Upama kowe dipundhut garwa pak Bupati kae, ya gelem?”
Manik mlengeh
(Hal 22)
Percakapan diatas adalah merupakan percakapan tindak perlokusi artinya tindak tutur berkenaan dengan adanya ucapanorang lain sehubungan dengan sikap dan perilaku non linguistik orang lain. Seperti dalam percakapann diatas, karena ucapan ibunya “Upama. Iki mung upama lho nduk. Upama kowe dipundhut garwa pak Bupati kae, ya gelem?”, maka Manik langsung mlengeh (kaget tak percaya).









Analisis pencitraan

1.    Citraan penglihatan (visual)
·         Gerenging mobil Fiat 1300 meneng ing plataran kang gilar-gilar iku. Sopir enom cakrak kaya setyaki jumedhul saka lawang sisih tengen, nuli lumaku ngubengi mobil, lan kanthi patrap anoraga mbukak lawang mau. Nyangking tase ireng, kaya patrape nalika isih ngasta bupati biyen, jumangkah gleyah-gleyah tumuju dalan pendhapa joglo kang madeg ngregancang mengku kawibawan.
Terjemahan :
Suara mobil Fiat 1300 berhenri di pelataran rumah yang luas itu. Sopir muda yang seperti Setyaki keluar dari pintu sebelah kanan, kemudian memutari mobil dan membuka pintu sebelah kanan. Menjijing tas hitam seperti saat masih bupati dulu, berjalan menuju pendhapa joglo dengan wibawa.
·         Lan nalika dheweke sujud sing katon bayi mingsel-mingsel lagi nagis njaluk disesepi. Lebar salam, sawise mbok Sani lan Sugiri padha sumingkir, dheweke nerusake wiridan, tafakur maneges ing Gustine nyuwun kaparingan rasa tentren lan sumeleh.
Terjemahan :
Dan ketika di bersujud yang kelihatan adalah bayi menangis minta disusui ibunya. Setelah salam, setelah mbok Sani dan Sugiri menyingkir, dia meneruskan wiridan, tafakur kepada Tuhannya agar tenang.

·         Vespane rada dibanterake, daya-daya tekan ngomah. Arep manebakake ati. Sadalan-dalan ing jero atine tansah dumadi pasulayan. Rebut biada antarane rasa rumangsa wis tuwa lan dhudha kasepen kang tau antuk piweling saka bojone. Antarane rasa rumangsa uripe wis ora suwe maneh lan rasa kuciwa amarga durung duwe turun. Dheweke kepingin nindhes atine supaya tetep ngrumangsani tuwane. Nanging saya adoh saka bendungan iku, eseme Manik saya cetha kaya tumpempel ing tlapukan. Nganti tekan ngomah, nganti awan, nganti sore, nganti bengi.
Terjemahan:
            Vespanya semakin dipercepat supaya cepat sampai rumah, akan menenangkan hati. Sepanjang jalan didalam hatinya hanya dilema. Antara merasa sudah tua dan duda kesepian yang mendapat amanat dari istrinya. Antara merasa hidupnya sudah tak lama lagi dan rasa kecewa karena belum mempunyai keturunan. Dia ingin memaksakan hatinya sadar diri bahwa dirinya sudah tua. Tetapi semakin jauh dari bendungan, senyuman Manik masih terbayang, hingga sampai rumah, hingga siang, hingga sore, hingga malam.

2.    Citraan pendengaran (auditoris)
·         Swara kentongan maneter saka langgare mbah Mangil ngelingake kuwajibane marang pangeran. Bocah-bocah ing pendhapa uga kaya dielingake marang dhawuhe Bu Sawit, padha bubar mulih menyang omahe dhewe-dhewe. Sadalan-dalan padha umyung ngrembug film kartun kang mentas ditonton ing layar cilik mau
Ter jemahan :
Suara kentongan berbunyi dari suraunya mbah Mangli mengingatkan kewajibannya kepada Tuhan. Anak-anak di pendhapa juga seperti diingatkan kepada nasehatnya Bu Sawit, pulang satu per satu menuju rumahnya sendiri-sendiri. Sepanjang jalan rame membicarakaan film kartun yang baru saja ditontonnya
·         Ing pendhapa keprungu swara pating greneng. Tumpa sekaliyan wis ngerti, iku swarane tangga kiwa tengen sing padha nonton siaran televisi, minangka panglipur sawise sedina padha nindakake ayahane dhewe-dhewe. Lan tekane wong-wong kanthi merdika ing pendhapa iku uga dadi panglipur tumprap Tumpa dhewe kang uripe tansah karegem kasepen.
Terjemahan :
Di pendhapa terdengar suara bisik-bisik. Tumpa dan istri sudah tahu itu suaranya tetangga yang sedang menonton televisi, sebagai penghibur setelah sehariann bekerja. Dan sesampainya di pendhapa  orang-orang itu juga menjdi penghibur bagi Tumpa yang kesepian.

3.    Citraan gerakan (kinestetik)
Kleg! Bu sawit njeglekake tombol saluran. Let sedhela bocah-bocah iku wis padha njinggleng ing ngarep layar teve
Terjemahan :
Kleg! Bu Sawit memencet tombol saluran. Beberapa saat kemudian anak-anak sudah berkumpul didepan tv.

4.    Citraan pengraba
Dalan sing diliwati wis aspalan alus. Dheweke kelingan, dalan iki diaspal wolung taun kepungkur nalika dheweke isih dadi bupati
Terjemahan ;
Jalan yang dilewati sudah aspal halus. Dia ingat, jalan ini diaspal ketika dia masih menjabat bupati.












Analisis Pesan Moral
Secara garis besar pesan moral dalam novel Penganten ini adalah berupa hubungan manusia dengan manusia lain dalam lingkup sosial termasuk hubungnnya dengan lingkungan alam. Tak selamanya kekayaan adalah jaminan kebahagiaan, seperti keluarga Pak Tumpa yang kaya raya namun tak mempunyai seorang anak, hidupnya tidak bahagia sebaliknya dengan Parjo yang hanya seorang penjual es dawet namun bahagia kehidupannya.
Pak Tumpa yang kaya adalah seorang yang dermawan oleh sebab itu banyak orang-orang yang menghormatinya. Bahkan rela dijodohkan dengan calon istri Pak Tumpa sendiri seperti yang dialami Suhir.
Kesetiaan yang digambarkan dalam novel ini jelas sekali kesetiaan Pak Tumpa dengan Bu Sawit begitu juga sebaliknya, walaupun mereka tak mempunyai anak tetapi mereka tetap setia.
Analisis Pesan Religius dan sosial
Pesan religius yang ingin disampaikan novel ini adalah kita harus terus memohon dan berdoa kepada Tuhan YME walaupun diberi cobaan besar, seperti yang terjadi pada Bu Sawit dan Pak Tumpa. Selain itu kata-kata wasiat orang yang telah meninggal juga harus dilaksanankan.
Pesan sosial yang ingin disampaikan adalah menjadi bupati bukanlah untuk pamer, tetapi senantiasa membangun masyarakatnya dan tidak sombong seperti figur Pak Tumpa.



















DAFTAR PUSTAKA
Darma, Budi. 1982. “Moral dan Sastra”. Basis. Maret XXX-3.
Nurgiyantoro, Burhan. 1998. “Teori Pengkajian Fiksi”, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Tarmidzi, Ramadhan. “Analisis Kalimat Luas setara dan Kalimat Luas bertingkat” (online) http://armizi.wordpress.com/2008/12/15/analisis-kalimat-luas-setara-dan-kalimat-luas-bertingkat/ (diakses tanggal 1 November 2011).
WS. Suryadi. 1980. “Penganten”, Semarang: Pengembangan Kesenian Jawa Tengah.














































Tidak ada komentar:

Posting Komentar