Analisis Novel
“PENGANTEN”
Karya : Suryadi W.S
Mata
Kuliah : Pengkajian Prosa Jawa Modern
Dosen Pengampu :
Sukadaryanto
Disusun
Oleh :
Asih
Setyarini (2601409073)
Rombel :
1
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2011
Ø Analisis tekstual
Sekuen
1 : Mobil flat 1300 berhenti di plataran penddhapa.
Kernel
1 : Sopir muda keluar dari pintu sebelah
kiri
Kernel
2 : Sopir membuka pintu sebelah kanan
dari luar
Kernel
3 : Muncul seorang pria tua dari pintu
sebelah kanan menuju pendhapa
Sekuen
2 : Seorang wanita (Bu Sawit) menyambut
di depan pintu
Kernel
1 :
Wanita itu memandang pria yang keluar dari mobil dengan seksama
Sekuen
3 : Pria dan wanita beriringan menuju ruang tengah
Kernel
1 : Sang wanita menyuruh pembantunya
laki-laki untuk makan dahulu dan pembantu perempuan membuatkan minuman.
Kernel
2 : Mbok Sani (pembantu perempuan)
menyuguhkan minuman kepada majikannya.
Kernel
3 : Majikan wanita menyuruhnua
mempersiapkan makan malam untuk tuannya.
Kernel
4 : Mbok Sani memberitahukan ada tamu
didepan.
Kernel
5 : Majikannya menyuruh mbok Sani untuk
mempersilahkan masuk.
Satelite : Tamu (Harta)Pak Tumpa masuk kedalam
pendhapa
Sekuen
4 : Tamu dan tuan rumah berada di dalam
pendhapa
Kenel
1 :Bu Sawit mempersilahkannya.
Kernel
2 : Tamu suruhan Pak Hata menyerahkan
surat undangan peresmian padhepokan yang dihadiahkan kepada Bapak Tumpa selaku
mantan bupati.
Sekuen
5 : Bu Sawit merenung melihat anak-anak
yang sudah didepan ingin menonton televisi.
Kernel
1 : Pak Tumpa menyakan apa yang sedang
dipikirkan oleh bu Sawit.
Kernel
2 : Bu Sawit menjawab dengan
memutar-mutar yang ternyata ia merasa khawatir karena sampai usia lima puluhan
mereka belum juga mempunyai putra.
Kernel
3 : Pak Tumpa menghibur Bu Sawit dan
menyuruhnya untuk segera meladeni anak-anak yang akan menonton televisi.
Satelite : Pak Tumpa dan bu Sawit beranjak dari
tempatnya.
Sekuen
6 : Bu Sawit menyuruh anak-anak untuk
segera masuk.
Kernel
1 : Bu Sawit membagi uang 100an kepada
anak-anak.
Kernel
2 : Bu
Sawit menyalakan televisi.
Kernel
3 : Anak-anak sangat gembira dan
memperhatikan dengan seksama televisi tersebut.
Satelite : Waktu sudah maghrib dan anak-anak
disuruh pulang kerumah masing-masing.
Sekuen
7 : Bu Sawit dan Pak Tumpa sholat
berjamaah
Kernel
1 : Ketika bersujud yang ada dalam
bayangan bu Sawit adalah sesosok bayi yang sedang menangis, berlangsung berulang-ulang.
Kernel
2 : Bu Sawit sudah tak kuat membendung
kesedihannya dan kembali ke kamar.
Sekuen
8 : Bu Sawit tiduran di kamar.
Kernel
1 : Bu Sawit membayangkan bayi haramnya
dengan Sugar yang ia gugurkan.
Kernel
2 : Pak Tumpa yang khawatir mendatangi
Bu Sawit dan menanyakan keadannya.
Kernel
3 : Bu Sawit menjawab tidak ada apa-apa
dan menyuruh suaminya agar beristri kembali agar mendapatkan seorang putra.
Kernel
4 : Pak Tumpa kaget dengan perkataan
istrinya.
Kernel
5 : Bu Sawit terus memaksa agar suaminya
mau beristri kembali.
Kernel
7 : Pak Tumpa pusing dan menawari
istrinya agar dikeroki mbok Sani.
Satelite : Pak Tumpa keluar dari kamar dan menyuruh
mbok Sani mengeroki bu Sawit.
Sekuen
9 : Upacara peresmian padhepokan.
Kernel
1 : Pak Tumpa dan bu Sawit duduk di
belakang kelir bersama bupati yang sedang menjabat.
Kernel
2 : Bu Hapsari dan Pak Kesna berbisik-bisik membisikkan Bu Sawit dan Pak Tumpa
Kernel
3 : Bu Sawit merasa gelisah dan akhirnya
tidak sadarkan diri.
Kernel
4 : Semua yang dibelakang kelir
menjerit-jerit diikuti semua penonton wayang mendengar berita bahwa bu Sawit
telah meninggal secara mendadak.
Kernel
5 : Ki dhalang membubarkan
pertunjukannya.
Kernel
6 : Pak Tumpa bicara kepada Kusana,
bupati yang sekarang agar bu Sawit dikuburkan di belakang padhepokan sesuai
dengan pesan terakhir bu Sawit.
Kernel
7 : Pak Tumpa terus membayangkan pesan
terakhir istrinya untuk menikah kembali.
Sekuen
10 : Pak Tumpa sedang duduk-duduk di depan rumah dan terus membayangkan pesan
terakhir almarhumah istrinya.
Kernel
1 : Sugiri datang dan menanyakan kenapa
tidak datang ke padhepokan.
Kernel
2 : Pak Tumpa menyuruh Sugiri saja yang
ke padhepokan karena ia akan keliling-keliling daerah menggunakan vespa.
Kernel
3 : Sugiri menuju padhepokan dan
meninggalkan Pak Tumpa sendirian.
Kernel
4 : Pak Tumpa masih melamunkan istrinya
dan segala hal yang berbeda setelah kepergian istrinya.
Satelite : Pak Tumpa mengambil vespanya di garasi
Sekuen
11 : Pak Tumpa jalan-jalan menggunakan vespanya menuju daerah-daerah di
kabupaten yang pernah dipimpinnya.
Kernel
1 : Pak Tumpa berhenti di pasar desanya
dan menemui penjual es (mas Parja) yang telah berjualan sejak ia masih sekolah.
Kernel
2 : Pak Tumpa dan mas Parja bercerita
panjang lebar hingga pak Tumpa curhat kepada mas Parja tentang kemauan
almarhumah istrinya.
Kernel
3 : Pak Tumpa meneruskan perjalananya
menuju bendungan yang dibangun pada masa pemerintahannya.
Kernel
4 : Pak Tumpa bertemu dengan istri
almarhum mantan sekertarisnya.
Kernel
5 : Pak Tumpa merasa tertarik kepada
Manik, nama wanita tersebut.
Satelite : Pak Tumpa pulang kerumahnya kembali.
Sekuen
12 : Manik sedang berada di ladang
Kernel
1 :Suhir datang menemui dan merayu
Manik, memberitahukan bahwa dia sudah punya pekerjaan dan ingin segera
memperistri janda tersebut.
Kernel
2 : Manik terus berusaha mengelak dan
menolaknya dengan alasan usia Suhir lebih muda sepuluh tahun dari usianya.
Satelite : Manik pulang ke rumahnya.
Sekuen
13 : Manik sampai dirumahnya dan melihat ada tamu, namun tak tahu siapa.
Kernel
1 : Manik bertanya kepada ibunya siapa
tamu di depan setelah meletakkan rumputnya.
Kernel
2 : Ibunya memberitahukan siapa
tamunya dan tamunya adalah utusan Pak Tumpa (Pak Harto dan Mas Parja) yang
ingin melamar Manik.
Kernel
3 : Manik bingung
Kernel
4 : Bapak ibunya memutuskan untuk
menunggu jawaban Manik seminggu kemudian dan memberitahukan kepada utusan Pak
Tumpa.
Sekuen
14 : Manik tak bisa tidur malamnya.
Kernel
1 : Manik dilema diantara Suhir yang
terlalu muda dan Pak Tumpa yang sudah pantas untuk menjadi ayahnya.
Kernel
2 : Akhirnya Manik memutuskan untuk
menurut saja kepada orang tuanya.
Sekuen
15 : Pak Tumpa duduk gelisah di pendhapanya.
Kernel
1 : Pak Tumpa memanggil Sugiri.
Kernel
2 : Pak Tumpa menanyakan perihal
hubungan Suhir dan Manik.
Kernel
3 : Sugiri memastikan diantara mereka
tak ada apa-apa.
Kernel
4 : Pak Tumpa dan Sugiri saling berdiam
diri.
Kernel
5 : Pak Tumpa meminta Sugiri agar menggantikan posisinya sebagai calon
pendamping Manik.
Kernel
6 : Sugiri kaget dan akhirnya
menyetujui.
Satelite : Pak Tumpa bersujud kepada Tuhan karena
merasa lega.
Sekuen
14 : Malam pernikahan Sugiri dan Manik.
Kernel
1 : Manik terlihat senang karena ia
tak jadi menikah dengan seorang duda tua namun Sugiri bingung.
Kernel
2 : Pak Tumpa sudah tidak ada lagi
dalam jamuan itu.
Kernel
3 : Wita memberikan surat kepada Sugiri
Kernel
4 : Sugiri menerima surat yang
dititipkan Pak Tumpa kepada Wita dan membacanya.
Kernel
5 : Sugiri meninggalkan jamuan bersama
dengan Manik dengan mobilnya.
Satelite : Para tamu bingung menyaksikan tingkah
mempelai.
Sekuen
15 : Sugiri dan Manik sampai di sampai dirumah.
Satelite : Sugiri dan Manik meninggalkan rumah
menuju padhepokan.
Sekuen
16 : Sugiri dan Manik sampai padhepokan.
Kernel
1 : Sugiri dan Manik membuka pintu,Tumpa
sudah disana dulu.
Kernel
2 : Tumpa memberi nasehat kepada
Sugiri dan Manik serta memberikan semua hartanya kepada mereka. Tumpa juga
meminta agar jika ia mati kelak dikubur disamping kuburan istrinya.
Ø Analisis Logis
Pak
Tumpa
Kernel
3 : Muncul Pak Tumpa dari pintu sebelah
kanan mobil menuju pendhapa
Sekuen
3 : Pak Tumpa dan bu Sawit beriringan menuju ruang tengah
Kernel
1 : Pak Tumpa menyakan apa yang sedang
dipikirkan oleh bu Sawit.
Kernel
3 : Pak Tumpa menghibur Bu Sawit dan
menyuruhnya untuk segera meladeni anak-anak yang akan menonton televisi.
Satelite : Pak Tumpa dan bu Sawit beranjak dari
tempatnya.
Sekuen
7 : Bu Sawit dan Pak Tumpa sholat
berjamaah
Kernel
2 : Pak Tumpa yang khawatir mendatangi
Bu Sawit dan menanyakan keadannya.
Kernel
4 : Pak Tumpa kaget dengan perkataan
istrinya.
Kernel
7 : Pak Tumpa pusing dan menawari
istrinya agar dikeroki mbok Sani.
Satelite : Pak Tumpa keluar dari kamar dan menyuruh
mbok Sani mengeroki bu Sawit.
Kernel
1 : Pak Tumpa dan bu Sawit duduk di
belakang kelir bersama bpati yang sedang menjabat.
Kernel
5 : Pak Tumpa bicara kepada Kusana,
bupati yang sekarang agar bu Sawit dikuburkan di belakang padhepokan sesuai
dengan pesan terakhir bu Sawit.
Kernel
6 : Pak Tumpa terus membayangkan pesan
terakhir istrinya untuk menikah kembali.
Sekuen
10 : Pak Tumpa sedang duduk-duduk di depan rumah dan terus membayangkan pesan
terakhir almarhumah istrinya.
Kernel
2 : Pak Tumpa menyuruh Sugiri saja yang
ke padhepokan karena ia akan keliling-keliling daerah menggunakan vespa.
Kernel
4 : Pak Tumpa masih melamunkan istrinya
dan segala hal yang berbeda setelah kepergian istrinya.
Satelite : Pak Tumpa mengambil vespanya di garasi
Sekuen
11 : Pak Tumpa jalan-jalan menggunakan vespanya menuju daerah-daerah di kabupaten
yang pernah dipimpinnya.
Kernel
1 : Pak Tumpa berhenti di pasar desanya
dan menemui penjual es (mas Parja) yang telah berjualan sejak ia masih sekolah.
Kernel
2 : Pak Tumpa dan mas Parja bercerita
panjang lebar hingga pak Tumpa curhat kepada mas Parja tentang kemauan
almarhumah istrinya.
Kernel
3 : Pak Tumpa meneruskan perjalananya
menuju bendungan yang dibangun pada masa pemerintahannya.
Kernel
4 : Pak Tumpa bertemu dengan istri
almarhum mantan sekertarisnya.
Kernel
5 : Pak Tumpa merasa tertarik kepada
Manik, nama wanita tersebut.
Satelite : Pak Tumpa pulang kerumahnya kembali.
Sekuen
15 : Pak Tumpa duduk gelisah di pendhapanya.
Kernel
1 : Pak Tumpa memanggil Sugiri.
Kernel
2 : Pak Tumpa menanyakan perihal
hubungan Suhir dan Manik.
Kernel
4 : Pak Tumpa dan Sugiri saling berdiam
diri.
Kernel
5 : Pak Tumpa meminta Sugiri agar
menggantikan posisinya sebagai calon pendamping Manik.
Satelite : Pak Tumpa bersujud kepada Tuhan karena
merasa lega
Kernel
2 : Pak Tumpa sudah tidak ada lagi
dalam jamuan itu.
Kernel
1 : Tumpa sudah disana dulu.
Kernel
2 : Tumpa memberi nasehat kepada
Sugiri dan Manik serta memberikan semua hartanya kepada mereka.
Ø Bu Sawit
Sekuen
2 : Bu Sawit menyambut di depan pintu
Kernel
1 :
Bu Sawit memandang pria yang keluar dari mobil dengan seksama
Kernel
1 : Bu Sawit menyuruh pembantunya
laki-laki untuk makan dahulu dan pembantu perempuan membuatkan minuman.
Kernel
3 : Bu Sawit menyuruhnua
mempersiapkan makan malam untuk tuannya.
Kernel
5 : Bu Sawit menyuruh mbok Sani
untuk mempersilahkan masuk.
Sekuen
5 : Bu Sawit merenung melihat anak-anak
yang sudah didepan ingin menonton televisi.
Kernel
2 : Bu Sawit menjawab dengan
memutar-mutar yang ternyata ia merasa khawatir karena sampai usia lima puluhan
mereka belum juga mempunyai putra.
Sekuen
6 : Bu Sawit menyuruh anak-anak untuk
segera masuk.
Kernel
1 : Bu Sawit membagi uang 100an kepada
anak-anak.
Kernel
2 : Bu
Sawit menyalakan televisi.
Sekuen
7 : Bu Sawit dan Pak Tumpa sholat
berjamaah
Kernel
2 : Bu Sawit sudah tak kuat membendung
kesedihannya dan kembali ke kamar.
Sekuen
8 : Bu Sawit tiduran di kamar.
Kernel
1 : Bu Sawit membayangkan bayi haramnya
dengan Sugar yang ia gugurkan
Kernel
3 : Bu Sawit menjawab tidak ada apa-apa
dan menyuruh suaminya agar beristri kembali agar mendapatkan seorang putra.
Kernel
5 : Bu Sawit terus memaksa agar suaminya
mau beristri kembali.
Kernel
2 : Bu Sawit merasa gelisah dan akhirnya
tidak sadarkan diri.
Ø Manik
Sekuen
12 : Manik sedang berada di ladang
Kernel
2 : Manik terus berusaha mengelak dan
menolaknya dengan alasan usia Suhir lebih muda sepuluh tahun dari usianya.
Satelite : Manik pulang ke rumahnya.
Sekuen
13 : Manik sampai dirumahnya dan melihat ada tamu, namun tak tahu siapa.
Kernel 1 :
Manik bertanya kepada ibunya siapa tamu di depan setelah meletakkan rumputnya
Kernel
3 : Manik bingung
Sekuen
14 : Manik tak bisa tidur malamnya.
Kernel
1 : Manik dilema diantara Suhir yang
terlalu muda dan Pak Tumpa yang sudah pantas untuk menjadi ayahnya.
Kernel
2 : Akhirnya Manik memutuskan untuk
menurut saja kepada orang tuanya.
Kernel
1 : Manik terlihat senang karena ia
tak jadi menikah dengan seorang duda tua namun Sugiri bingung.
Sekuen
15 : Sugiri dan Manik sampai di sampai dirumah.
Satelite : Sugiri dan Manik meninggalkan rumah
menuju padhepokan.
Sekuen
16 : Sugiri dan Manik sampai padhepokan.
Ø Sugiri
Kernel
1 : Sugiri keluar dari pintu sebelah
kiri
Kernel
2 : Sugiri membuka pintu sebelah kanan
dari luar
Kernel
1 : Sugiri datang dan menanyakan kenapa
tidak datang ke padhepokan.
Kernel
3 : Sugiri menuju padhepokan dan
meninggalkan Pak Tumpa sendirian.
Kernel
1 : Pak Tumpa memanggil Sugiri.
Kernel
3 : Sugiri memastikan diantara mereka
tak ada apa-apa.
Kernel
4 : Pak Tumpa dan Sugiri saling berdiam
diri.
Kernel
5 : Pak Tumpa meminta Sugiri agar
menggantikan posisinya sebagai calon pendamping Manik.
Kernel
6 : Sugiri kaget dan akhirnya
menyetujui.
Kernel
3 : Sugiri menerima surat yang
dititipkan Pak Tumpa kepada Wita dan membacanya.
Kernel
4 : Sugiri meninggalkan jamuan bersama
dengan Manik dengan mobilnya.
Sekuen
15 : Sugiri dan Manik sampai di sampai dirumah.
Satelite : Sugiri dan Manik meninggalkan rumah
menuju padhepokan.
Sekuen
16 : Sugiri dan Manik sampai padhepokan
Ø Mbok Sani
Kernel 2 : Mbok Sani (pembantu perempuan) menyuguhkan
minuman kepada majikannya.
Kernel
4 : Mbok Sani memberitahukan ada tamu
didepan.
Kernel
4 : Mbok Sani memberitahukan ada tamu
didepan.
Ø Suhir
Kernel
1 :Suhir datang menemui dan merayu
Manik, memberitahukan bahwa dia sudah punya pekerjaan dan ingin segera
memperistri janda tersebut.
Ø Wita
Kernel
3 : Wita memberikan surat kepada Sugiri
Ø Mas Parja
Kernel
1 : Pak Tumpa berhenti di pasar desanya
dan menemui penjual es (mas Parja) yang telah berjualan sejak ia masih sekolah.
Kernel
2 : Pak Tumpa dan mas Parja bercerita
panjang lebar hingga pak Tumpa curhat kepada mas Parja tentang kemauan
almarhumah istrinya.
Ø Harta
Satelite : Tamu (Harta)Pak Tumpa masuk kedalam pendhapa
Sekuen
4 : Tamu dan tuan rumah berada di dalam
pendhapa
Kernel
1 : Tamu suruhan Pak Hata menyerahkan
surat undangan peresmian padhepokan yang dihadiahkan kepada Bapak Tumpa selaku
mantan bupati.
Ø Bu Hapsari dan Pak Kusna
Kernel
2 : Bu Hapsari dan Pak Kesna berbisik-bisik membisikkan Bu Sawit dan Pak Tumpa
Ø Urutan Kronologis
·
Sekuen 1 : Mobil flat 1300 berhenti di
plataran penddhapa.
Kernel
1 : Sopir muda keluar dari pintu sebelah
kiri
Kernel
2 : Sopir membuka pintu sebelah kanan
dari luar
Kernel
3 : Muncul seorang pria tua dari pintu
sebelah kanan menuju pendhapa
·
Sekuen 2 : Seorang wanita menyambut di depan pintu
Kernel
1 :
Wanita itu memandang pria yang keluar dari mobil dengan seksama
·
Sekuen 3 : Pria dan wanita beriringan
menuju ruang tengah
Kernel
1 : Sang wanita menyuruh pembantunya
laki-laki untuk makan dahulu dan pembantu perempuan membuatkan minuman.
Kernel
2 : Mbok Sani (pembantu perempuan)
menyuguhkan minuman kepada majikannya.
Kernel
3 : Majikan wanita menyuruhnua mempersiapkan
makan malam untuk tuannya.
Kernel
4 : Mbok Sani memberitahukan ada tamu
didepan.
Kernel
5 : Majikannya menyuruh mbok Sani untuk
mempersilahkan masuk.
Satelite : Tamu (Harta)Pak Tumpa masuk kedalam
pendhapa
·
Sekuen 4
: Tamu dan tuan rumah berada di dalam pendhapa
Kernel
1 : Tamu suruhan Pak Hata menyerahkan
surat undangan peresmian padhepokan yang dihadiahkan kepada Bapak Tumpa selaku
mantan bupati.
·
Sekuen 5
: Bu Sawit merenung melihat anak-anak yang sudah didepan ingin menonton
televisi.
Kernel
1 : Pak Tumpa menyakan apa yang sedang
dipikirkan oleh bu Sawit.
Kernel
2 : Bu Sawit menjawab dengan
memutar-mutar yang ternyata ia merasa khawatir karena sampai usia lima puluhan
mereka belum juga mempunyai putra.
Kernel
3 : Pak Tumpa menghibur Bu Sawit dan
menyuruhnya untuk segera meladeni anak-anak yang akan menonton televisi.
Satelite : Pak Tumpa dan bu Sawit beranjak dari
tempatnya.
·
Sekuen 6
: Bu Sawit menyuruh anak-anak untuk segera masuk.
Kernel
1 : Bu Sawit membagi uang 100an kepada
anak-anak.
Kernel
2 : Bu
Sawit menyalakan televisi.
Kernel
3 : Anak-anak sangat gembira dan
memperhatikan dengan seksama televisi tersebut.
Satelite : Waktu sudah maghrib dan anak-anak
disuruh pulang kerumah masing-masing.
·
Sekuen 7
: Bu Sawit dan Pak Tumpa sholat berjamaah
Kernel
1 : Ketika bersujud yang ada dalam
bayangan bu Sawit adalah sesosok bayi yang sedang menangis, berlangsung
berulang-ulang.
Kernel
2 : Bu Sawit sudah tak kuat membendung
kesedihannya dan kembali ke kamar.
·
Sekuen 8
: Bu Sawit tiduran di kamar.
Kernel
1 : Bu Sawit membayangkan bayi haramnya
dengan Sugar yang ia gugurkan.
Kernel
2 : Pak Tumpa yang khawatir mendatangi
Bu Sawit dan menanyakan keadannya.
Kernel
3 : Bu Sawit menjawab tidak ada apa-apa
dan menyuruh suaminya agar beristri kembali agar mendapatkan seorang putra.
Kernel
4 : Pak Tumpa kaget dengan perkataan
istrinya.
Kernel
5 : Bu Sawit terus memaksa agar suaminya
mau beristri kembali.
Kernel
7 : Pak Tumpa pusing dan menawari
istrinya agar dikeroki mbok Sani.
Satelite : Pak Tumpa keluar dari kamar dan menyuruh
mbok Sani mengeroki bu Sawit.
·
Sekuen 9 : Upacara peresmian padhepokan.
Kernel
1 : Pak Tumpa dan bu Sawit duduk di
belakang kelir bersama bupati yang sedang menjabat.
Kernel
2 : Bu Hapsari dan Pak Kesna berbisik-bisik membisikkan Bu Sawit dan Pak Tumpa
Kernel
3 : Bu Sawit merasa gelisah dan akhirnya
tidak sadarkan diri.
Kernel
4 : Semua yang dibelakang kelir
menjerit-jerit diikuti semua penonton wayang mendengar berita bahwa bu Sawit
telah meninggal secara mendadak.
Kernel
5 : Ki dhalang membubarkan
pertunjukannya.
Kernel
6 : Pak Tumpa bicara kepada Kusana,
bupati yang sekarang agar bu Sawit dikuburkan di belakang padhepokan sesuai
dengan pesan terakhir bu Sawit.
Kernel
7 : Pak Tumpa terus membayangkan pesan
terakhir istrinya untuk menikah kembali.
·
Sekuen 10 : Pak Tumpa sedang duduk-duduk
di depan rumah dan terus membayangkan pesan terakhir almarhumah istrinya.
Kernel
1 : Sugiri datang dan menanyakan kenapa
tidak datang ke padhepokan.
Kernel
2 : Pak Tumpa menyuruh Sugiri saja yang
ke padhepokan karena ia akan keliling-keliling daerah menggunakan vespa.
Kernel
3 : Sugiri menuju padhepokan dan
meninggalkan Pak Tumpa sendirian.
Kernel
4 : Pak Tumpa masih melamunkan istrinya
dan segala hal yang berbeda setelah kepergian istrinya.
Satelite : Pak Tumpa mengambil vespanya di garasi
·
Sekuen 11 : Pak Tumpa jalan-jalan
menggunakan vespanya menuju daerah-daerah di kabupaten yang pernah dipimpinnya.
Kernel
1 : Pak Tumpa berhenti di pasar desanya
dan menemui penjual es (mas Parja) yang telah berjualan sejak ia masih sekolah.
Kernel
2 : Pak Tumpa dan mas Parja bercerita
panjang lebar hingga pak Tumpa curhat kepada mas Parja tentang kemauan
almarhumah istrinya.
Kernel
3 : Pak Tumpa meneruskan perjalananya
menuju bendungan yang dibangun pada masa pemerintahannya.
Kernel
4 : Pak Tumpa bertemu dengan istri
almarhum mantan sekertarisnya.
Kernel
5 : Pak Tumpa merasa tertarik kepada
Manik, nama wanita tersebut.
Satelite : Pak Tumpa pulang kerumahnya kembali.
·
Sekuen 12 : Manik sedang berada di
ladang
Kernel
1 :Suhir datang menemui dan merayu
Manik, memberitahukan bahwa dia sudah punya pekerjaan dan ingin segera
memperistri janda tersebut.
Kernel
2 : Manik terus berusaha mengelak dan
menolaknya dengan alasan usia Suhir lebih muda sepuluh tahun dari usianya.
·
Satelite : Manik pulang ke rumahnya.
Sekuen
13 : Manik sampai dirumahnya dan melihat ada tamu, namun tak tahu siapa.
Kernel
1 : Manik bertanya kepada ibunya siapa
tamu di depan setelah meletakkan rumputnya.
Kernel
2 : Ibunya memberitahukan siapa
tamunya dan tamunya adalah utusan Pak Tumpa (Pak Harto dan Mas Parja) yang
ingin melamar Manik.
Kernel
3 : Manik bingung
Kernel
4 : Bapak ibunya memutuskan untuk
menunggu jawaban Manik seminggu kemudian dan memberitahukan kepada utusan Pak
Tumpa.
·
Sekuen 14 : Manik tak bisa tidur
malamnya.
Kernel
1 : Manik dilema diantara Suhir yang
terlalu muda dan Pak Tumpa yang sudah pantas untuk menjadi ayahnya.
Kernel
2 : Akhirnya Manik memutuskan untuk
menurut saja kepada orang tuanya.
·
Sekuen 15 : Pak Tumpa duduk gelisah di
pendhapanya.
Kernel
1 : Pak Tumpa memanggil Sugiri.
Kernel
2 : Pak Tumpa menanyakan perihal
hubungan Suhir dan Manik.
Kernel
3 : Sugiri memastikan diantara mereka
tak ada apa-apa.
Kernel
4 : Pak Tumpa dan Sugiri saling berdiam
diri.
Kernel
5 : Pak Tumpa meminta Sugiri agar menggantikan posisinya sebagai calon
pendamping Manik.
Kernel
6 : Sugiri kaget dan akhirnya
menyetujui.
Satelite : Pak Tumpa bersujud kepada Tuhan karena
merasa lega.
·
Sekuen 14 : Malam pernikahan Sugiri dan
Manik.
Kernel
1 : Manik terlihat senang karena ia
tak jadi menikah dengan seorang duda tua namun Sugiri bingung.
Kernel
2 : Pak Tumpa sudah tidak ada lagi
dalam jamuan itu.
Kernel
3 : Wita memberikan surat kepada Sugiri
Kernel
4 : Sugiri menerima surat yang
dititipkan Pak Tumpa kepada Wita dan membacanya.
Kernel
5 : Sugiri meninggalkan jamuan bersama
dengan Manik dengan mobilnya.
Satelite : Para tamu bingung menyaksikan tingkah
mempelai.
·
Sekuen 15 : Sugiri dan Manik sampai di
sampai dirumah.
Satelite : Sugiri dan Manik meninggalkan rumah
menuju padhepokan.
·
Sekuen 16 : Sugiri dan Manik sampai
padhepokan.
Kernel
1 : Tumpa sudah disana dulu.
Kernel
2 : Tumpa memberi nasehat kepada
Sugiri dan Manik serta memberikan semua hartanya kepada mereka. Tumpa juga
meminta agar jika ia mati kelak dikubur disamping kuburan istrinya.
Tokoh
1.
Pak
Tumpa
2.
Bu Sawit
3.
Sugiri
4.
Manik
5.
Mas Parja
6.
Wita
7.
Mbok
Sani Protagonis
8.
Pak Lurah
9.
Pak Bayan
10.
Bu Bayan
11.
Harta
12.
Pak Kusna
13.
Bu Hapsari
14.
Pak Lurah
15.
Pak
Harto
16.
Suhir
17.
Sugar Antagonis
Penokohan
1.
Pak
Tumpa
a.
Pak Tumpa - bu Sawit
baik
hati, setia walaupun bu sawit tidak mempunyai keturunan.
b.
Pak Tumpa-Sugiri
Baik
hati, menjadi majikan yang baik dan kemudian Sugiri diangkat menjadi anaknya
c.
Pak Tumpa-Manik
Baik
hati, mengagumi, menyayangi dia sebagi anak bukan calon istri.
d.
Pak Tumpa-Suhir
Baik
tetapi mereka merupakan saingan
e.
Pak Tumpa-Mas Parja
Baik,
kagum, sopan. Tidak sombong walaupun sudah menjadi bupati.
f.
Pak Tumpa-Mbok Sani
Baik,
g.
Pak Tumpa-Pak Lurah
Baik,
menghormati
h.
Pak Tumpa-Harta
Baik
i.
Pak Tumpa-Pak Kusna
Baik,
tidak sombong
j.
Pak Tumpa-Bu Hapsari
Baik
k.
Pak Tumpa-Pak Bayan
Baik,
sedikit memaksa
l.
Pak Tumpa-Bu Bayan
Baik,
sedikit memaksa
m.
Pak Tumpa-Wita
Baik
n.
Pak Tumpa-Pak Harto
Mampercayai
Pak Harta karena ia dipercaya untuk melamarkan Manik.
2.
Bu
Sawit
a.
Bu Sawit-Pak Tumpa
Setia,
merasa bersalah
b.
Bu Sawit-Mbok Sani
Baik
hati
c.
Bu Sawit-Sugiri
Baik
hati
d.
Bu Sawit-Harta
Baik
hati
e.
Bu Sawit-Pak Kusna
Baik
dan mengagumi
f.
Bu Sawit-Bu hapsari
Baik
3.
Manik
a.
Manik-Pak Tumpa
Menghormati
dengan terpaksa menerima pnangan Pak Tumpa
b.
Manik-Bu Sawit
Menghormati
(dalam novel tidak diceritakan manik bertemu dengan Manik)
c.
Manik-Sugiri
Awalnya
tidak suka tetapi kemudian setia menjadi suaminya.
d.
Manik-Suhir
Tak
ada perasaan apa-apa, hanya kasihan karena Suhir terus mengejar-ngejar Manik.
e.
Manik- Pak Bayan
Menurut,
Manik merupakan anak yang menuruti nasehat orang tuanya.
f.
Manik-Bu Bayan
Menurut,
Manik merupakan anak yang menuruti nasehat orang tuanya.
g.
Manik-mbok Sani
Biasa
h.
Manik-Wita
Biasa
4.
Sugiri
a. Sugiri-Pak
Tumpa
Baik, seorang pembantu yang selalu
menuruti perintah majikannya
b. Sugiri-Bu
Tumpa
Baik, seorang pembantu yang selalu
menuruti perintah majikannya
c. Sugiri-Manik
Awalnya biasa saja, karena Sugiri
menikahi Manik atas dasar perintah Pak Tumpa, namun pada akhirnya Sugiri
mencintai Manik.
d. Sugiri-mbok
Sani
Biasa, mereka sam-sama pembantu yang
setia dan menuruti perintah majikannya.
e. Sugiri-Pak
Bayan
Menghormati sebagai mertua.
f. Sugiri-Bu
Bayan
Menghormati sebagai mertua.
g. Sugiri-Wita
Pandai merayu Wita.
5.
Mbok
Sani
a.
Mbok Sani-Pak Tumpa
Baik
hati, setia terhadap majikannya dan menurut apa yang diperintahkan majikannya.
b.
Mbok Manik-Bu Sawit
Baik
hati, setia terhadap majikannya dan menurut apa yang diperintahkan majikannya.s
c.
Mbok Sani-Sugiri
Baik,
mereka sama-sama pembantu yang setia.
d.
Mbok Sani- Manik
Baik
hati.
6.
Suhir
a. Suhir-Manik
Menyanyangi Manik dan terus berusaha
mendapatkan cintanya.
b. Suhir
– Pak Tumpa
Merasa bahwa dia adlah sainganya.
7.
Mas
Parja
a. Mas
Parja-Pak Tumpa
Menghormati dia walupun dia dulunya
adalah murid sekolah langgana dawetnya.
b. Mas
Parja-Pak Harto
Bersahabat karena mereka berdua diutus
Pak Tumpa untuk melamarkan Manik.
c. Mas
Parja-Pak Bayan dan Bu Bayan
Baik dalam menympaikan pesan Pak Tumpa.
8.
Pak
Harto
a. Pak
Harto-Pak Tumpa
Baik, mau diutus untuk melamar Manik
b. Pak
Harto-Pak Tumpa
Bersahabat
c. Pak
Harta –Pak Bayan dan Bu Bayan
Baik dalam menympaikan pesan Pak Tumpa.
9.
Pak
Lurah
a. Pak
Lurah-Pak Tumpa
Baik hati mau mengurusi pernikahan
Sugiri dan Manik.
b. Pak
Lurah-Sugiri
Baik hati
10.
Wita
a. Wita-Pak
Tumpa
Baik hati, mau dititipi surat Pak Tumpa
kepada Sugiri
b. Wita-Sugiri
Baik hati, tetapi membocorkan rahasia
surat yang belum waktunya diberikan kepada Sugiri.
11.
Pak
Bayan
a. Pak
Bayan-Pak Tumpa
Menghormati sekali karena atas jasa Pak
Tumpa anak-anaknya sukses.
b. Pak
Bayan-Manik
Sangat menyayangi dan sedikit mamaksa
dengan menyruhnya menerima lamaran Pak Tumpa.
c. Pak
Bayan-Bu Bayan
Menyayangi.
12.
Bu
Bayan
a. Bu
Bayan- Pak Tumpa
Menghormati sekali karena atas jasa Pak
Tumpa anak-anaknya sukses.
b. Bu
Bayan-Manik
Sangat menyayangi dan sedikit mamaksa
dengan menyruhnya menerima lamaran Pak Tumpa.
c. Bu
Bayan-Bu Bayan
Menyayangi.
13.
Harta
a. Harta-Pak
Tumpa
Baik mau mengantarkan surat kepada Pak
Tumpa
b. Harta-
Bu Sawit
Baik
14.
Pak
Kusna
a. Pak
Kusna-Pak Tumpa
Mengagumi dia sebagai orang yang pernah
menjabat jabatanya sekarang.
b. Pak
Kusna-Bu Sawit
Sangat mengagumi kesetiaan Pak Tumpa
kepada Bu Sawit walaupun mereka tak memiliki keturunan.
c. Pak
Kusna-Bu Hapsari
Sangat menyayangi sang istri.
15.
Bu
Hapsari
a. Bu
Hapsari-Pak Tumpa
Mengagumi dia sebagai orang yang pernah
menjabat jabatanya sekarang.
b. Pak
Hapsari-Bu Sawit
Sangat mengagumi kesetiaan Pak Tumpa
kepada Bu Sawit walaupun mereka tak memiliki keturunan.
c. Pak
Hapsari-Bu Hapsari
Sangat menyayangi sang
istri
Analisis
Setting tempat
Rumah
Pak Tumpa
Sekuen
1 : Mobil flat 1300 berhenti di plataran penddhapa.
Kernel
1 : Sopir muda keluar dari pintu sebelah
kiri
Kernel
2 : Sopir membuka pintu sebelah kanan
dari luar
Kernel
3 : Muncul seorang pria tua dari pintu
sebelah kanan menuju pendhapa
Sekuen
2 : Seorang wanita menyambut di depan
pintu
Kernel
1 :
Wanita itu memandang pria yang keluar dari mobil dengan seksama
Sekuen
3 : Pria dan wanita beriringan menuju ruang tengah
Kernel
1 : Sang wanita menyuruh pembantunya
laki-laki untuk makan dahulu dan pembantu perempuan membuatkan minuman.
Kernel
2 : Mbok Sani (pembantu perempuan)
menyuguhkan minuman kepada majikannya.
Kernel
3 : Majikan wanita menyuruhnua
mempersiapkan makan malam untuk tuannya.
Kernel
4 : Mbok Sani memberitahukan ada tamu
didepan.
Kernel
5 : Majikannya menyuruh mbok Sani untuk
mempersilahkan masuk.
Satelite : Tamu (Harta)Pak Tumpa masuk kedalam
pendhapa
Sekuen
4 : Tamu dan tuan rumah berada di dalam
pendhapa
Kernel
1 : Tamu suruhan Pak Hata menyerahkan
surat undangan peresmian padhepokan yang dihadiahkan kepada Bapak Tumpa selaku
mantan bupati.
Sekuen
5 : Bu Sawit merenung melihat anak-anak
yang sudah didepan ingin menonton televisi.
Kernel
1 : Pak Tumpa menyakan apa yang sedang
dipikirkan oleh bu Sawit.
Kernel
2 : Bu Sawit menjawab dengan
memutar-mutar yang ternyata ia merasa khawatir karena sampai usia lima puluhan
mereka belum juga mempunyai putra.
Kernel
3 : Pak Tumpa menghibur Bu Sawit dan
menyuruhnya untuk segera meladeni anak-anak yang akan menonton televisi.
Satelite : Pak Tumpa dan bu Sawit beranjak dari
tempatnya.
Sekuen
6 : Bu Sawit menyuruh anak-anak untuk
segera masuk.
Kernel
1 : Bu Sawit membagi uang 100an kepada
anak-anak.
Kernel
2 : Bu
Sawit menyalakan televisi.
Kernel
3 : Anak-anak sangat gembira dan
memperhatikan dengan seksama televisi tersebut.
Satelite : Waktu sudah maghrib dan anak-anak
disuruh pulang kerumah masing-masing.
Sekuen
7 : Bu Sawit dan Pak Tumpa sholat
berjamaah
Kernel
1 : Ketika bersujud yang ada dalam
bayangan bu Sawit adalah sesosok bayi yang sedang menangis, berlangsung
berulang-ulang.
Kernel
2 : Bu Sawit sudah tak kuat membendung
kesedihannya dan kembali ke kamar.
Sekuen
8 : Bu Sawit tiduran di kamar.
Kernel
1 : Bu Sawit membayangkan bayi haramnya
dengan Sugar yang ia gugurkan.
Kernel
2 : Pak Tumpa yang khawatir mendatangi
Bu Sawit dan menanyakan keadannya.
Kernel
3 : Bu Sawit menjawab tidak ada apa-apa
dan menyuruh suaminya agar beristri kembali agar mendapatkan seorang putra.
Kernel
4 : Pak Tumpa kaget dengan perkataan
istrinya.
Kernel
5 : Bu Sawit terus memaksa agar suaminya
mau beristri kembali.
Kernel
7 : Pak Tumpa pusing dan menawari
istrinya agar dikeroki mbok Sani.
Satelite : Pak Tumpa keluar dari kamar dan menyuruh
mbok Sani mengeroki bu Sawit.
Sekuen
10 : Pak Tumpa sedang duduk-duduk di depan rumah dan terus membayangkan pesan
terakhir almarhumah istrinya.
Kernel
1 : Sugiri datang dan menanyakan kenapa
tidak datang ke padhepokan.
Kernel
2 : Pak Tumpa menyuruh Sugiri saja yang
ke padhepokan karena ia akan keliling-keliling daerah menggunakan vespa.
Kernel
3 : Sugiri menuju padhepokan dan
meninggalkan Pak Tumpa sendirian.
Kernel
4 : Pak Tumpa masih melamunkan istrinya
dan segala hal yang berbeda setelah kepergian istrinya.
Satelite : Pak Tumpa mengambil vespanya di garasi
Satelite : Pak Tumpa pulang kerumahnya kembali.
Sekuen
15 : Pak Tumpa duduk gelisah di pendhapanya.
Kernel
1 : Pak Tumpa memanggil Sugiri.
Kernel
2 : Pak Tumpa menanyakan perihal
hubungan Suhir dan Manik.
Kernel
3 : Sugiri memastikan diantara mereka
tak ada apa-apa.
Kernel
4 : Pak Tumpa dan Sugiri saling berdiam
diri.
Kernel
5 : Pak Tumpa meminta Sugiri agar menggantikan posisinya sebagai calon
pendamping Manik.
Kernel
6 : Sugiri kaget dan akhirnya
menyetujui.
Satelite : Pak Tumpa bersujud kepada Tuhan karena
merasa lega.
Sekuen
15 : Sugiri dan Manik sampai di sampai dirumah.
Padhepokan
Sekuen
9 : Upacara peresmian padhepokan.
Kernel
1 : Pak Tumpa dan bu Sawit duduk di
belakang kelir bersama bupati yang sedang menjabat.
Kernel
2 : Bu Hapsari dan Pak Kesna berbisik-bisik membisikkan Bu Sawit dan Pak Tumpa
Kernel
3 : Bu Sawit merasa gelisah dan akhirnya
tidak sadarkan diri.
Kernel
4 : Semua yang dibelakang kelir
menjerit-jerit diikuti semua penonton wayang mendengar berita bahwa bu Sawit
telah meninggal secara mendadak.
Kernel
5 : Ki dhalang membubarkan pertunjukannya.
Kernel
6 : Pak Tumpa bicara kepada Kusana,
bupati yang sekarang agar bu Sawit dikuburkan di belakang padhepokan sesuai
dengan pesan terakhir bu Sawit.
Kernel
7 : Pak Tumpa terus membayangkan pesan
terakhir istrinya untuk menikah kembali.
Satelite :
Sugiri dan Manik meninggalkan rumah menuju padhepokan.
Sekuen
16 : Sugiri dan Manik sampai padhepokan.
Kernel
1 : Tumpa sudah disana dulu.
Kernel
2 : Tumpa memberi nasehat kepada
Sugiri dan Manik serta memberikan semua hartanya kepada mereka.
Perjalanan/jalan
Sekuen
11 : Pak Tumpa jalan-jalan menggunakan vespanya menuju daerah-daerah di
kabupaten yang pernah dipimpinnya.
Warung mas parja
Kernel
1 : Pak Tumpa berhenti di pasar desanya
dan menemui penjual es (mas Parja) yang telah berjualan sejak ia masih sekolah.
Kernel
2 : Pak Tumpa dan mas Parja bercerita
panjang lebar hingga pak Tumpa curhat kepada mas Parja tentang kemauan
almarhumah istrinya
Bendungan
Kernel
3 : Pak Tumpa meneruskan perjalananya
menuju bendungan yang dibangun pada masa pemerintahannya.
Kernel
4 : Pak Tumpa bertemu dengan istri
almarhum mantan sekertarisnya.
Kernel
5 : Pak Tumpa merasa tertarik kepada
Manik, nama wanita tersebut.
Ladang
Sekuen
12 : Manik sedang berada di ladang
Kernel
1 :Suhir datang menemui dan merayu
Manik, memberitahukan bahwa dia sudah punya pekerjaan dan ingin segera
memperistri janda tersebut.
Kernel
2 : Manik terus berusaha mengelak dan
menolaknya dengan alasan usia Suhir lebih muda sepuluh tahun dari usianya.
Rumah manik
Satelite : Manik pulang ke rumahnya.
Sekuen
13 : Manik sampai dirumahnya dan melihat ada tamu, namun tak tahu siapa.
Kernel
1 : Manik bertanya kepada ibunya siapa
tamu di depan setelah meletakkan rumputnya.
Kernel
2 : Ibunya memberitahukan siapa
tamunya dan tamunya adalah utusan Pak Tumpa yang ingin melamar Manik.
Kernel
3 : Manik bingung
Kernel
4 : Bapak ibunya memutuskan untuk
menunggu jawaban Manik seminggu kemudian dan memberitahukan kepada utusan Pak
Tumpa.
Sekuen
14 : Manik tak bisa tidur malamnya.
Kernel
1 : Manik dilema diantara Suhir yang
terlalu muda dan Pak Tumpa yang sudah pantas untuk menjadi ayahnya.
Kernel
2 : Akhirnya Manik memutuskan untuk
menurut saja kepada orang tuanya.
Sekuen
14 : Malam pernikahan Sugiri dan Manik.
Kernel
1 : Manik terlihat senang karena ia
tak jadi menikah dengan seorang duda tua namun Sugiri bingung.
Kernel
2 : Pak Tumpa sudah tidak ada lagi
dalam jamuan itu.
Kernel
3 : Wita memberikan surat kepada Sugiri
Kernel
4 : Sugiri menerima surat yang
dititipkan Pak Tumpa kepada Wita dan membacanya.
Kernel
5 : Sugiri meninggalkan jamuan bersama
dengan Manik dengan mobilnya.
Satelite : Para tamu bingung menyaksikan tingkah
mempelai.
Analisis
setting waktu dan Sosial
1. Sekuen
1 : Mobil flat 1300 berhenti di plataran penddhapa.
Kernel :
a. Sopir
muda (Sugiri) keluar dari pintu sebelah kiri
b. Sopir
membuka pintu sebelah kanan dari luar
c. Muncul
seorang pria tua dari pintu sebelah kanan menuju pendhapa
Latar waktu : Ketika Sugiri
berhenti didepan pendhapa
Latar Sosial : Sugiri adalah
sebuah nama untuk masyarakat rendah dalam masyarakat jawa. Sugiri sebagai sopir
pak Tumpa yaang baik. Berpakaian biasa namun kelihatan menarik.
2.
Sekuen
2 : Seorang
wanita (Bu Sawit) menyambut di depan pintu
Kernel
:
a.
Wanita itu memandang pria yang keluar
dari mobil dengan seksama
Latar
Waktu : ketika Pak Tumpa pulang,
siang
Latar
sosial : Bu Sawit nama seorang
wanita kaya istri mantan bupati. Pakaiannya selalu rapi dan banyak dikagumi
masyarakat.
3.
Sekuen 3: Bu Sawit dan Pak Tumpa beriringan
menuju ruang tengah
Kernel
:
a.
Sang wanita menyuruh pembantunya
laki-laki untuk makan dahulu dan pembantu perempuan membuatkan minuman.
b.
Mbok Sani (pembantu perempuan)
menyuguhkan minuman kepada majikannya.
c.
Majikan wanita menyuruhnua mempersiapkan
makan malam untuk tuannya.
d.
Mbok Sani memberitahukan ada tamu
didepan.
e.
Majikannya menyuruh mbok Sani untuk
mempersilahkan masuk.
Latar
waktu : siang, Pak tumpa sudah masuk
rumah
Latar
Sosial : mbok sani nama kalangan bawah
dalam masyarakat jawa, seorang pembantu yang baik.
4. Sekuen
4 : Tamu dan tuan rumah berada di dalam
pendhapa
Kernel :
a.
Bu Sawit mempersilahkannya.
b.
Tamu suruhan Pak Hata (Harta) menyerahkan
surat undangan peresmian padhepokan yang dihadiahkan kepada Bapak Tumpa selaku
mantan bupati.
Latar
waktu : sore
Latar
sosial : Harta seorang pemuda
berkelas.
5. Sekuen
6 : Bu Sawit menyuruh anak-anak untuk
segera masuk.
Kernel
a. Bu
Sawit membagi uang 100an kepada anak-anak.
b. Bu
Sawit menyalakan televisi.
c. Anak-anak
sangat gembira dan memperhatikan dengan seksama televisi tersebut.
Latar
waktu : malam
Latar
sosial : Bu Sawit sebagai orang kaya dan tak punya anak sangat menyayangi
anak-anak kecil, para tetangganya.
6. Sekuen
9 : Upacara peresmian padhepokan.
Kernel :
a. Pak
Tumpa dan bu Sawit duduk di belakang kelir bersama bupati yang sedang menjabat.
b. Bu
Hapsari dan Pak Kesna berbisik-bisik membisikkan Bu Sawit dan Pak Tumpa
c. Bu
Sawit merasa gelisah dan akhirnya tidak sadarkan diri.
d. Semua
yang dibelakang kelir menjerit-jerit diikuti semua penonton wayang mendengar berita
bahwa bu Sawit telah meninggal secara mendadak.
e. Ki
dhalang membubarkan pertunjukannya.
f. Pak
Tumpa bicara kepada Kusana, bupati yang sekarang agar bu Sawit dikuburkan di
belakang padhepokan sesuai dengan pesan terakhir bu Sawit.
g. Pak
Tumpa terus membayangkan pesan terakhir
Latar waktu : malam, pada saat pagelaran
wayang
Latar Sosial : Kematian Bu Sawit yang
menimbulkan banyak kesimpatian.
7. Sekuen
10 : Pak Tumpa sedang duduk-duduk di depan rumah dan terus membayangkan pesan
terakhir almarhumah istrinya.
Kernel :
a. Sugiri
datang dan menanyakan kenapa tidak datang ke padhepokan.
b. Pak
Tumpa menyuruh Sugiri saja yang ke padhepokan karena ia akan keliling-keliling
daerah menggunakan vespa.
c. Sugiri
menuju padhepokan dan meninggalkan Pak Tumpa sendirian.
d. Pak
Tumpa masih melamunkan istrinya dan segala hal yang berbeda setelah kepergian
istrinya.
Latar Waktu : pagi, setelah kepergian Bu Sawit
Latar Sosial : sedang dalam keadaan berduak, pak Tumpa terliah lusuh.
8. Sekuen
12 : Manik sedang berada di ladang
Kernel
a. Suhir
datang menemui dan merayu Manik, memberitahukan bahwa dia sudah punya pekerjaan
dan ingin segera memperistri janda tersebut.
b. Manik terus berusaha mengelak dan menolaknya
dengan alasan usia Suhir lebih muda sepuluh tahun dari usianya.
Latar waktu : siang
Latar Sosial : Manik tak enak rasanya
disukai orang yang lebih muda darinya.
9. Sekuen
15 : Pak Tumpa duduk gelisah di pendhapanya.
Kernel :
a.
Pak Tumpa memanggil Sugiri.
b.
Pak Tumpa menanyakan perihal hubungan
Suhir dan Manik.
c.
Sugiri memastikan diantara mereka tak
ada apa-apa.
d.
Pak Tumpa dan Sugiri saling berdiam
diri.
e.
Pak Tumpa meminta Sugiri agar
menggantikan posisinya sebagai calon pendamping Manik.
f.
Sugiri kaget dan akhirnya menyetujui.
Latar
waktu : pagi menjelang siang
Latar
Sosial : Pak Tumpa, bangsawan yaang kemudian merasa tidak pantas untuk Manik
karena sudah terlalu tua.
10.
Sekuen 14 : Malam pernikahan Sugiri dan
Manik.
Kernel :
a.
Manik terlihat senang karena ia tak jadi
menikah dengan seorang duda tua namun Sugiri bingung.
b.
Pak Tumpa sudah tidak ada lagi dalam
jamuan itu.
c.
Wita memberikan surat kepada Sugiri
d.
Sugiri menerima surat yang dititipkan
Pak Tumpa kepada Wita dan membacanya.
e.
Sugiri meninggalkan jamuan bersama
dengan Manik dengan mobilnya.
Latar
waktu : malam
Latar
Sosial : Sugiri yang seorang pembantu kemudian diangakat ank oleh Pak Tumpa
menikah dengan janda ayu, membuat orang-orang kagum.
11.
Sekuen 16 : Sugiri dan Manik sampai
padhepokan.
Kernel:
a.
Sugiri dan Manik membuka pintu,Tumpa
sudah disana dulu.
b.
Tumpa memberi nasehat kepada Sugiri dan
Manik serta memberikan semua hartanya kepada mereka. Tumpa juga meminta agar
jika ia mati kelak dikubur disamping kuburan istrinya.
Latar
Waktu : malam
Latar
Sosial : sebuah keluarga yang bahagia
Analisis
Tema
Sekuen
16 : Sugiri dan Manik sampai padhepokan.
Kernel
1 : Tumpa sudah disana dulu.
Kernel
2 : Tumpa memberi nasehat kepada
Sugiri dan Manik serta memberikan semua hartanya kepada mereka. Tumpa juga
meminta agar jika ia mati kelak dikubur disamping kuburan istrinya.
Kutipan
dari Novel
“Giri! Lahir trusing
batin, kowe anakku. Manik! Kowe mantuku. Omah ing desa kae, sarta kabeh bandha
apa wae sing ana kana, lan kebon cengkeh kono kuwi, tampanana minangka
warisanku marang kowe kabeh awit aku wis ora mbutuhake, lan anakku ya mung
kowe. Mung siji panjalukku : besuk samangsa aku wis tekan ing janji, kuburen
jejer ibumu kaya jejerku nalika dadi nganten biyen. Sing pungkasan, Giri, aja
lali piwulangku marang kowe wiwit biyen: Satemene kamulyan kang langgeng iku
kamulyan kang linambaran ing kautamaning budi.”
Terjemahan:
“Giri!
Lahir batin, kamu adalah anakku. Manik! Kamu menantuku. Rumah di desa serta
semua harta yang ada disana juga kebun cengkeh itu, terimalah sebagai warisanku
kepadamu sebab aku sudah tak membutuhkan lagi
dan anakku hanya kamu. Hanya satu permintaanku : besok ketika aku mati,
kuburkan aku disamping ibumu seperti ketika dulu menjadi pengantin. Yang
terakhir, Giri, jangan lupa nasehatkudari dulu
kepadamu: Sebenarnya kemulyaan yang abadi itu kemulyaan kang
berlandaskan keutamaan sifat yang luhur.”
Analisis :
Tema
kesetiaan karena dalam novel tersebut diceritakan kesetiaan Pak Tumpa kepada bu Sawit dan juga sebaliknya
walaupun mereka tak mempunyai anak. Pak Tumpa yang setia kepada Bu Sawit
menuruti semua permintaan istrinya termasuk permintaan terakhir istrinya untuk
menikah kembali walaupun itu tidak terjadi karena Manik terlalu muda dan ia
terlalu tua untuk menjadi pendampingnya dan akhirnya Manik dinikahkan dengan
Sugiri yang tak lain adalah pembantunya. Semua hartanya diberikan kepada Manik
dan Sugiri karena menurut Pak Tumpa harta itu tak akan berguna jika ditinggal
mati. Permintaan terakhir Pak Tumpa untuk dikubur disamping istrinya adalah
wujud dari kesetiannya.
Analisis
sudut pandang
Sudut pandang dalam
novel ini adalah sudut pandang Persona ketiga : “Dia” namun kadang juga
disertai cerita yang lebih merupakan laporan pengamat seperti pada :
“Swara
kentongan maneter saka langgare mbah Mangil ngelingake kuwajibane marang pangeran.
Bocah-bocah ing pendhapa uga kaya dielingake marang dhawuhe Bu Sawit, padha
bubar mulih menyang omahe dhewe-dhewe. Sadalan-dalan padha umyung ngrembug film
kartun kang mentas ditonton ing layar cilik mau.”
Terjemahan :
“Suara kentongan
berbunyi dari suraunya mbah Mangli mengingatkan kewajibannya kepada Tuhan.
Anak-anak di pendhapa juga seperti diingatkan kepada nasehatnya Bu Sawit,
pulang satu per satu menuju rumahnya sendiri-sendiri. Sepanjang jalan rame
membicarakaan film kartun yang baru saja ditontonnya.”
Disini sudut pandang
tersebut mempunyai keterbatasan “pengertian” terhadap tokoh “dia” yang
diceritakan itu jadi bersifat terbatas, hanya selaku pengamat saja.
Dalam sudut pandang
“dia” sebagai pengamat yang benar-benar objektif, narator bahkan hanya dapat
melaporkan (menceritakan) segala sesuatu yang dapat dilihat dan di dengar, atau
yang dapat dijangkau oleh indra. Namun walau itu hanya melaporkan secara apa
adanya kadar ketelitiannya harus diperhiotungakan, khususnya ketelitian dalam
mencatat dan mendiskripsikan peristiwa, tindakan, latar samapai ke detil-detil
terkecil yang khas. Naraator dalam hal ini, seolah-olah berlaku sebagai kamera
yang berfungsi untuk merekam dan mengabadikan suatu objek, sebagai contoh :
“Vespane rada dibanterake,
daya-daya tekan ngomah. Arep manebakake ati. Sadalan-dalan ing jero atine
tansah dumadi pasulayan. Rebut biada antarane rasa rumangsa wis tuwa lan dhudha
kasepen kang tau antuk piweling saka bojone. Antarane rasa rumangsa uripe wis
ora suwe maneh lan rasa kuciwa amarga durung duwe turun. Dheweke kepingin
nindhes atine supaya tetep ngrumangsani tuwane. Nanging saya adoh saka
bendungan iku, eseme Manik saya cetha kaya tumpempel ing tlapukan. Nganti tekan
ngomah, nganti awan, nganti sore, nganti bengi.”
Terjemahan:
“Vespanya semakin dipercepat supaya cepat sampai rumah,
akan menenangkan hati. Sepanjang jalan didalam hatinya hanya dilema. Antara
merasa sudah tua dan duda kesepian yang mendapat amanat dari istrinya. Antara
merasa hidupnya sudah tak lama lagi dan rasa kecewa karena belum mempunyai
keturunan. Dia ingin memaksakan hatinya sadar diri bahwa dirinya sudah tua.
Tetapi semakin jauh dari bendungan, senyuman Manik masih terbayang, hingga
sampai rumah, hingga siang, hingga sore, hingga malam.”
Analisis Permajasan
Metafora
1.
Nyekel peprentahan : metafora
2.
Ora bakal ana balung erine
3.
Mungkus dosaku
4.
Reged atiku
5.
Angemban jejibahan
6.
Sumilaking langit sisih wetan
7.
Sambate batinku : metafora
8.
Ngasta bupati : metafora
9.
Guyon renyah : metafora
Sinestesia
1.
Atine kaya direrujit : sinestesia
2.
Batine sambat ngaru-aru : sinestesia
3.
Dimeneb-menebake atine : sinestesia
4.
Diwening-weningake pikirane : sinestesia
5.
Mbelah atine : sinestesia
6.
Mblerengi atine : sinestesia
7.
Sumeleh atimu : sinestesia
8.
Nglairake panemu : sinestesia
9.Nggawa bingunge ati :
sinestesia
10. Gumuyu
renyah : sinestesia
11. Lirikane
kongang nyabet atine pria sapa bae : sinestesia
12. Ndodog
dhadane : sinestesia
13. Batine
sambat-sambat
14. Pikirane
tansah pencolotan
15. Batine
takon
16. Swarane
sinden kaang alus lumer
17. Swara
gamelan kang ngrangiin gumawang
Pesonifikasi
1.
Tinranjang kali ngeluk-eluk kaya ula
2.
Desa madesa wiwit katon pating regemeng
mageri tlatah pasawahan
3.
Ngendangi desa madesa
4.
Atine dadi kroncalan
5.
Balangen atiku nganggo katresnan,
sabeten atiku nganggo kasetyan nganti jiwaku ambruk lumpruk ing ngarepmu
6.
Mbedah betenging katresnan
7.
Hawa pegunungan sing wis meneb lan sepi
dadi geter keterak gumeringing mobil ngrengkel preng-pereng.
Simile
1.
Saya mbleret kados damar kasatan lisah
2.
Ngetan ngulon kaya beteng mati
3.
Guneme kang alus renyah kaya ocehe manuk
jalak
4.
Polatane dadi suntrut kaya dimar mbleret
kesatan lenga
5.
Tresnane mbludak kaya banyu tlaga
Hiperbola
1.
Jerit ngeres-eresi : hiperbola
2.
Dhadane weweg, tangene alus, kulite
mencorong, praene sumringah, eseme manis ing selaning lathi tipis abang,
swarane arum, gonas-ganes rambute
Alegori
1.
Mbok menawa kasulistyaning Manik dumadi
saka sari-sari kaendahaning kembang-kembang anggrek ing pagunungan,
mancoronging rembulan kang nendheng purnama sidhi, kumerlaping lintang ing
langit wanci petengan lan lirap-liraping ombak samodra sapinggiring gisik, kang
padha nglumpuk bebarengan aweh ayu marang dheweke
Analisis
Diksi dan pola kalimat
1. Kata
yang digunakan dalam novel penganten lebih banyak menggunakan kata yang
sederhana daripada kata-kata yang kompleks, seperti pada :
a. Weruh-weruh
eluhe mrentul nelesi pipi (sederhana)
b. Atine
kaya direrujit (sederhana)
c. Legeg
atine (sederhana)
d. Sing
wadon ketara rada lega (sederhana)
2. Kata
dan ungkapan formal atau kolokial
a. Dhalang
: “Sang dewi ‘tuhu wanita utama’”
b. Dhalang
: “Tetunguling wanodya kang sulistya lair prapteng batine, pantes sinudarsana
dening sesamaning wanita sapraja. Datan mokal lamun pinarcaya dening kang
akarya jagad minangka lantaran tumitahe priyagung kang tembene bakal ngratoni
bumi Nuswantara....”
Kata percakapan sehari-hari/non formal
a. Pak
Tumpa : “Ana apa diajenng”
Bu sawit : “Oh, namung radi mumet kang mas”.
b. Pak
Tumpa : “ Mas Parja. Satemane aku ki
lagi judheg bab iku.”
Mas Parja : “Bab ingkang pundi?”
Pak Tumpa : “Bab rabi kuwi”
3. Arah
makna kata yang ditunjuk
konotasi
a. Bocah
kang dina tembene isih gumelar
gilar-gilar kaya jembaring bulak
b. Ora
mung saiki, sanajan biyen isih ngasta
bupati kerep wae Tumpa liwat dalan padesan numpak sepedha, banjur mandheng
nrambul petani sing lagi kemruyuk ngrembug ruwet rentenge tetanen.
Denotasi
a. Dheweke
mandheg, njinggleng nyawang pasar desa sing rame banget iku.
b. Vespane
dibanterake daya-daya tekan omah
c. Nalika
iku pak Tumpa lan bu Sawit lenggah ing buri kelir dijejeri Pak Kusna bupatine
wektu iki, sekalian karo garwane ibu Hapsari.
4. Kata
dan ungkapan yang bersangkutan dengan bahasa lain
Bahasa arab:
Allahuakbar, tafakur,
-
“Allahhu akbar, lan nalika dheweke sujud
.....”
-
“Diterusake maneh anggone tafakur nganti
manjing isya”
Bahasa indonesia:
Janin, rahim, riwayat, firasat, mobil,
sejawat, saluran
-
Gawang-gawang isih kelingan dheksemana
rahim iki wis tau isi janin
-
Nalika mobil fiat wis mungkur saka
gapura pekarangan.
-
Malah Tumpa tau ditawani komisi barang
-
Dumadakan dheweke kelingan salah sijine
kanca sejawate
-
Bu sawit njeglekake tombol saluran.
5.
Percakapan
dalam novel
a.
Pria
kang lagi teka iku mesem kalegan
“Uwis
wah apik tenan padhepokan iku, senajan winangun gagrag lawas, nanging wong
bakalane weton saiki. Dadi malah kaya pasemon jumbuh ing kagunan lawas lan
anyar"
Priya
iku ngantungake jempole
“Apik
tenan jeng, kowe mesti marem”.
“Langkung
sae malih manahipun tetiyang ngyasaken menika”
“mesti
wae”
(hal 2)
Percakapan dimulai
dengan kata-kata Pak Tumpa “Uwis wah apik
tenan padhepokan iku, senajan winangun gagrag lawas, nanging wong bakalane
weton saiki. Dadi malah kaya pasemon jumbuh ing kagunan lawas lan anyar" boleh
jadi memang mengandung ketidak jelasan bagi pembaca yang tidak mengerti konteks
pembicaraan seperti itu, termasuk konteks pembicaraan di padhepokan baru antara
orang –orang yang bersangkutan atau pembaca yang tak mampu membuat
implikatur-implikatur. Pernyataan Pak Tumpa tersebut maksudnya adalah
mengkonfirmasikan bahwa padhepokan barunya bagus sekali.
b.
Wong
wadon rada tuwa metu saka lawang buri nyangga baki isi gelas loro lan nyamikan
salodhong. Diselehake ing meja.
“Bubar
maghrib ndang tata dhahar, ni”, dhawuhe wanita iku
“Inggih,
anu ,bu punika wonten tamu.”
“Lho,
sapa?”
“Kulo
boten ngertos. Namung aturipun badhe sowan Pak Tumpa ngoten”
“Arep
ketemu aku?” pitakone priya iku, “coba kjon mrene”.
“Inggih,
pak” ature wong wadon iku karo lunga.
“Wah
sapa ya jeng. Apa wingi utawa mau iya wis ana wong nggoleki aku”.
“Dereng”,
Nalika
bocah sing arep sowan mau mlebu pendhapa, Tumpa ora panglih maneh.
(hal 2)
Sepenggal
percakapan diatas diapit oleh penuturan bentuk narasi. Berdasarkan kata perkata
kita akan dapat mengerti arti percakapan tersebut. Namun, bentuk percakapan di
atas akan terasa hidup dan segar serta dapat dipahami makna keseluruhannya jika
telah jelas konteks situasinya.
c.
“Tamune
sapa bu?” pitakone marang ibune sing lagi njedhul saka pendhapa.
“Pak
Harto, karo pak Parja juragan pasar kae”
“O,
pak Harto anemere bendungan biyen kae. Kadingaren”.
“Tak
kandhani, mreneya”.
“Ana
apa ta?” pitakone Manik sajak gumun, karo lungguh kursi dawa.
“Apa
kowe mentas kepethuk pak Bupati?”
Manik
kelingan seminggu kepungkur, nalika ana ing bendungan.
“Iya,
Ngapa ta, bu?”
“Upama. Iki mung upama lho nduk.
Upama kowe dipundhut garwa pak Bupati kae, ya gelem?”
Manik mlengeh
(Hal 22)
Percakapan
diatas adalah merupakan percakapan tindak perlokusi artinya tindak tutur
berkenaan dengan adanya ucapanorang lain sehubungan dengan sikap dan perilaku
non linguistik orang lain. Seperti dalam percakapann diatas, karena ucapan
ibunya “Upama. Iki mung
upama lho nduk. Upama kowe dipundhut garwa pak Bupati kae, ya gelem?”, maka Manik langsung mlengeh
(kaget tak percaya).
Analisis
pencitraan
1.
Citraan
penglihatan (visual)
·
Gerenging
mobil Fiat 1300 meneng ing plataran kang gilar-gilar iku. Sopir enom cakrak
kaya setyaki jumedhul saka lawang sisih tengen, nuli lumaku ngubengi mobil, lan
kanthi patrap anoraga mbukak lawang mau. Nyangking tase ireng, kaya patrape
nalika isih ngasta bupati biyen, jumangkah gleyah-gleyah tumuju dalan pendhapa
joglo kang madeg ngregancang mengku kawibawan.
Terjemahan
:
Suara
mobil Fiat 1300 berhenri di pelataran rumah yang luas itu. Sopir muda yang
seperti Setyaki keluar dari pintu sebelah kanan, kemudian memutari mobil dan
membuka pintu sebelah kanan. Menjijing tas hitam seperti saat masih bupati
dulu, berjalan menuju pendhapa joglo dengan wibawa.
·
Lan
nalika dheweke sujud sing katon bayi mingsel-mingsel lagi nagis njaluk
disesepi. Lebar salam, sawise mbok Sani lan Sugiri padha sumingkir, dheweke
nerusake wiridan, tafakur maneges ing Gustine nyuwun kaparingan rasa tentren
lan sumeleh.
Terjemahan :
Dan ketika di bersujud yang kelihatan
adalah bayi menangis minta disusui ibunya. Setelah salam, setelah mbok Sani dan
Sugiri menyingkir, dia meneruskan wiridan, tafakur kepada Tuhannya agar tenang.
·
Vespane
rada dibanterake, daya-daya tekan ngomah. Arep manebakake ati. Sadalan-dalan
ing jero atine tansah dumadi pasulayan. Rebut biada antarane rasa rumangsa wis
tuwa lan dhudha kasepen kang tau antuk piweling saka bojone. Antarane rasa
rumangsa uripe wis ora suwe maneh lan rasa kuciwa amarga durung duwe turun.
Dheweke kepingin nindhes atine supaya tetep ngrumangsani tuwane. Nanging saya
adoh saka bendungan iku, eseme Manik saya cetha kaya tumpempel ing tlapukan.
Nganti tekan ngomah, nganti awan, nganti sore, nganti bengi.
Terjemahan:
Vespanya semakin dipercepat supaya
cepat sampai rumah, akan menenangkan hati. Sepanjang jalan didalam hatinya
hanya dilema. Antara merasa sudah tua dan duda kesepian yang mendapat amanat
dari istrinya. Antara merasa hidupnya sudah tak lama lagi dan rasa kecewa
karena belum mempunyai keturunan. Dia ingin memaksakan hatinya sadar diri bahwa
dirinya sudah tua. Tetapi semakin jauh dari bendungan, senyuman Manik masih
terbayang, hingga sampai rumah, hingga siang, hingga sore, hingga malam.
2.
Citraan
pendengaran (auditoris)
·
Swara
kentongan maneter saka langgare mbah Mangil ngelingake kuwajibane marang
pangeran. Bocah-bocah ing pendhapa uga kaya dielingake marang dhawuhe Bu Sawit,
padha bubar mulih menyang omahe dhewe-dhewe. Sadalan-dalan padha umyung
ngrembug film kartun kang mentas ditonton ing layar cilik mau
Ter jemahan :
Suara kentongan
berbunyi dari suraunya mbah Mangli mengingatkan kewajibannya kepada Tuhan.
Anak-anak di pendhapa juga seperti diingatkan kepada nasehatnya Bu Sawit,
pulang satu per satu menuju rumahnya sendiri-sendiri. Sepanjang jalan rame
membicarakaan film kartun yang baru saja ditontonnya
·
Ing
pendhapa keprungu swara pating greneng. Tumpa sekaliyan wis ngerti, iku swarane
tangga kiwa tengen sing padha nonton siaran televisi, minangka panglipur sawise
sedina padha nindakake ayahane dhewe-dhewe. Lan tekane wong-wong kanthi merdika
ing pendhapa iku uga dadi panglipur tumprap Tumpa dhewe kang uripe tansah
karegem kasepen.
Terjemahan :
Di pendhapa terdengar suara bisik-bisik.
Tumpa dan istri sudah tahu itu suaranya tetangga yang sedang menonton televisi,
sebagai penghibur setelah sehariann bekerja. Dan sesampainya di pendhapa orang-orang itu juga menjdi penghibur bagi
Tumpa yang kesepian.
3.
Citraan
gerakan (kinestetik)
Kleg!
Bu sawit njeglekake tombol saluran. Let sedhela bocah-bocah iku wis padha
njinggleng ing ngarep layar teve
Terjemahan :
Kleg! Bu Sawit memencet tombol saluran.
Beberapa saat kemudian anak-anak sudah berkumpul didepan tv.
4. Citraan pengraba
Dalan
sing diliwati wis aspalan alus. Dheweke kelingan, dalan iki diaspal wolung taun
kepungkur nalika dheweke isih dadi bupati
Terjemahan ;
Jalan yang dilewati sudah aspal halus.
Dia ingat, jalan ini diaspal ketika dia masih menjabat bupati.
Analisis
Pesan Moral
Secara garis besar
pesan moral dalam novel Penganten ini adalah berupa hubungan manusia dengan
manusia lain dalam lingkup sosial termasuk hubungnnya dengan lingkungan alam.
Tak selamanya kekayaan adalah jaminan kebahagiaan, seperti keluarga Pak Tumpa
yang kaya raya namun tak mempunyai seorang anak, hidupnya tidak bahagia
sebaliknya dengan Parjo yang hanya seorang penjual es dawet namun bahagia
kehidupannya.
Pak Tumpa yang kaya
adalah seorang yang dermawan oleh sebab itu banyak orang-orang yang
menghormatinya. Bahkan rela dijodohkan dengan calon istri Pak Tumpa sendiri
seperti yang dialami Suhir.
Kesetiaan yang
digambarkan dalam novel ini jelas sekali kesetiaan Pak Tumpa dengan Bu Sawit
begitu juga sebaliknya, walaupun mereka tak mempunyai anak tetapi mereka tetap
setia.
Analisis
Pesan Religius dan sosial
Pesan religius yang
ingin disampaikan novel ini adalah kita harus terus memohon dan berdoa kepada
Tuhan YME walaupun diberi cobaan besar, seperti yang terjadi pada Bu Sawit dan
Pak Tumpa. Selain itu kata-kata wasiat orang yang telah meninggal juga harus
dilaksanankan.
Pesan sosial yang ingin
disampaikan adalah menjadi bupati bukanlah untuk pamer, tetapi senantiasa
membangun masyarakatnya dan tidak sombong seperti figur Pak Tumpa.
DAFTAR
PUSTAKA
Darma, Budi. 1982. “Moral dan
Sastra”. Basis. Maret XXX-3.
Nurgiyantoro, Burhan.
1998. “Teori Pengkajian Fiksi”, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Tarmidzi, Ramadhan.
“Analisis Kalimat Luas setara dan Kalimat Luas bertingkat” (online) http://armizi.wordpress.com/2008/12/15/analisis-kalimat-luas-setara-dan-kalimat-luas-bertingkat/
(diakses tanggal 1 November 2011).
WS. Suryadi. 1980.
“Penganten”, Semarang: Pengembangan Kesenian Jawa Tengah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar