Jumat, 31 Desember 2010

Belajar ikhlas


“Memang cinta harus ikhlas?”
“Bukan hanya cinta tapi hal apapun jika ikhlas akan lebih baik”
“Kamu juga ikhlas jika orang yang kamu sayangi bahagia? walaupun merugikanmu?”
“Mungkin awalnya nggak tapi berusaha untuk ikhlas apa salahnya?”
“Walaupun itu merugikan kamu?”
“Ya,melihat orang yang kita sayangi bahagia walaupun kita dalam keadaan yang tersakiti memang sakit, tapi akan lebih sakit jika kita tidak mengikhlaskannya”
“Memangnya kamu belajar ikhlas dari mana ?”
“Putaran kehidupan yang mengajariku tentang semuanya, termasuk keikhlasan. Kamu masih belum ikhlas jika Dea telah pergi ya?”
“Mungkin, sama seperti kamu ketika kehilangan Rido bukan?”
“Hmmm……entahlah. Jika aku ingin menawarkan sebentuk kasih sayang kepadamu?”
“Sebagai pengganti kasih sayang Dea?”
“Bukan!... Aku ingin menjadi diriku sendiri, jika aku menggantikan Dea itu artinya kamu nggak ikhlas dengan kepergiannya, karena aku masih kau anggap sebagai Dea bukan?”
“Jadi??”
“Aku ingin kamu belajar mengikhlaskan Dea, dan mulai memandang ke depan”
“Dan kau akan selalu menemaniku bukan?”
“Tentu saja, tapi bukan sebagai pengganti Dea!”
“Ya, makasih ya sayang, hari ini aku belajar ikhlas padamu”
               Hendra mencium dahiku sebagai akhir pertemuan malam itu, usia pacaran kami memang baru berapa minggu namun terasa sudah lama sekali aku menjalin hubungan dengan Hendra. Ku sadari jika Hendra belum bisa menerimaku sepenuhnya karena bayang-bayang tentang Dea, mantan kekasihnya masih melekat di pikirannya. Dan aku hadir bukan untuk menjadi pelariannya, aku ingin dia mengikhlaskan Dea dan menerimaku sebagai Arin bukan sebagai Dea.
###


Mungkin aku datang disaat yang tidak tepat waktu itu, Hendra baru saja kehilangan Dea. Dea beralih ke pelukan oranglain dan aku tahu betapa sakitnya rasa itu. Aku pernah merasakan hal yang sama dan butuh waktu berbulan-bulan untuk mengikhlaskan Rido ke pelukan Vera. Lebih dari dua leleki yang pernah kujadikan korban pelarianku, belajar untuk ikhlas memang sulit sekali.
Kali ini aku hadir di samping Hendra untuk menemaninya belajar ikhlas, aku tak mau jika hanya dijadikan sebagai pelarian semata. Bagiku Hendralah yang mampu membantuku untuk mengikhlaskan Rido, dan sekarang aku ingin membalasnya agar Hendra bisa mengikhlaskan Dea.
Awal pertemuan kami memang tidak biasa, jejaring sosial facebook yang mempertemukan kami. Walaupun ternyata Hendra pernah se SMA denganku meskipun itu hanya satu tahun. Hendra yang dulu dikenal dengan master ilmu hitung, nyatanya kini masih seperti dulu. Jurusan teknik kimia yang dipilihnya tidak melenceng dari otaknya.
Hendra Blanked               : Hai…
Arin Manojna                   : Iya
Hendra Blanked               : Kamu lulusan SMA 32 ya?
Arin Manojna                  : Kok tau?
Hendra Blanked               : Iya perasaan dulu pernah liat kamu….
Arin Manojna                   : Emank kamu juga alumni SMA 32 ya?
Hendra Blanked               : Iya, tapi aku cuma setengah tahun disana, kelas satu tog
Arin Manojna                   : Ummb,,,,trus skrg kul mana?
Hendra Blanked               : di Solo, km dmn?
Arin Manojna                   : Q d smrang,  nama asli km cpa to?
Hendra Blanked               : Hendra Ardi Setyawan, km dulu ndak sering ma Nora?
Arin Manojna                   : Iya, kok tau?
Hendra Blanked               : bErarti dulu kita pernah ktemu di kantin pas q ma Alim, km ma Nora..
Arin Manojna                   : Oh,,,kamu si Ardy yang jago matematika itu ya?
Hendra Blanked               : Ah…jangan gitu donk, jadi besar kepala aku.
                                              BTW leh mnta CPmu gag?byar lbih enak ngbrolnya.,,
Arin Manojana                 : CPmu dulu….
Hendra Blanked               : 085643000003, Cp mu??
Arin Manojna                   : 085640207830,MC ya…!!
Hendra Blanked               : ok, q off dlu ya,,
                                              Bye…
Semenjak itu intensitas komunikasi kami tidak hanya lewat fb, namun hampir tiap hari kami smsan,rasanya seperti sudah mengenalnya lama walaupun hanya dari tulisan dan suara. Kurasa dan menyenangkan walaupun agak dingin sepertinya. Menjadikan aku tak sabar untuk segera bertemu dengannya.
10 oktober 2010, tanggal yang cantik secantik hari yang kujalani. Hari itu aku pertama kalinya bertemu dengan Hendra , sosok tinggi, jangkung dan berkulit sawo matang berbeda sekali dengan Rido yang sedikit gempal dan putih. Hari itu juga kami memutuskan untuk menjalin hubungan cinta. Walupun aku tahu Hendra belum sepenuhnya bisa menerima aku, Dea masih membayang-bayangi pikirannya. Seperti yang kukatakan aku tak mau menggantikan Dea dalam pikirannya, aku ingin menjadi sosok baru dalam kehidupan Hendra.
Karena jarak Solo Semarang cukup jauh, maka intensitas pertemuan kami pun tidak sesering ketika aku bersama Rido. Namun karena itu juga tiap kali bertemu rasanya bahagia sekali. “Saling percaya” kurasa hal itulah yang bisa membuat kami tak mudah termakan cemburu.
Hendra memang bukan sosok yang romantis seperti Rido, dia tak pernah menyanyikan sebuah lagu cinta dan memetik gitar saat kita bertemu. Dia juga tak pernah mengajakku nonton bioskop seperti Rido dulu, dia lebih suka mengajakku nonton film action dengan laptop atau DVD. Dia jarang sekali nggombal sehingga kadang membuatku manyun. Dia lebih suka mengajakku ke tanah lapang yang nggak ada bagus-bagusnya sama sekali dibandingkan mengajakku ke pantai. Namun aku bahagia dengan semua itu, kurasa itulah wujud keromantisannya.
###

Kuliah MKU menurutku memang mata kuliah yang sangat menyebalkan, membahas bagaimana hebatnya Indonesia memperebutkan Kemerdekaanya padahal realitanya sekarang Indonesia jauh lebih buruk jika dibandingkan dengan Jepang yang pada tahun 1945 luluh lantah. “Belum terlalu penting bagi orang sepertiku”,pikirku. Daripada tidur dikelas kurasa lebih baik mengotori blocknote yang selalu menjadi isi tasku. Seperti biasa sketsa wajah orang yang selalu kugambar, entah mengapa aku senang menggambar sketsa wajah seseorang. Karena pada dasarnya ngantuk, gambar  yang kubuat belum selesai pun aku sudah molor.
“Mbak…!!” suara lirih seorang gadis membangunkanku.
“Ehm….iya..” jawabku setengah sadar.
“Udah selesai, keluar yuk..!! mau dipake kelas lain” ajak gadis berperawakan kecil itu.
“Iya,makasih ya udah bangunin..” jawabku sambil memungut blocknoteku yang tadi jatuh.
“Itu ada yang jatuh mbak..!” kata gadis itu mengingatkan.
“Oh….iya..” kuambil kertas putih yang jatuh dan ternyata setelah dibalik fotonya Hendra, kubersihkan foto yang sudah terkena debu itu dengan malu-malu.
“Maaf mbak, itu siapa ya?” kata gadis itu menunjuk ke foto Hendra.
“Hmm… ini foto pacarku koq mbak” jawabku datar.
“Itu..itu Hendra kan!!” kata gadis itu memelototiku membuatku takut.
“Iya, mbak kok tau?” jawabku ketakutan.
“Oh…jadi kamu ceweknya Hendra ya?”katanya lantang membuatku semakin ketakutan.
“Iya”
“Jadi ternyata kau, yang membuat Hendra jadi kaya gitu” gadis itu menyeretku keluar ruangan.
“Tenang dulu mbak..!! aku tak mengerti apa yang mbak maksud, bisa dijelaskan pelan-pelan” kataku berusaha sabar.
“Ya..Hendra adalah mantanku sejak SMA. Semenjak kami putus dia sangat kehilangan aku,dan yang kutahu dia frustasi. Tak berselang lama setelah aku putus dengannya, aku punya pacar lagi, Verry namanya, Hendra tahu kalau aku telah bersama Verry karena Verry tak lain dan tak bukan adalah teman SMA  kami juga. Aku tak tahu persis kapan kejadiannya, yang kutahu Hendra menabrak Verry sehingga Verry luka parah dan kini Verry udah nggak ada. Hal itulah yang membuatku benci dengan Hendra. Dan ternyata kekasih Hendra sekarang ada didepanku..”jelasnya detail.
“Berarti mbak itu Dea ya?” kataku memotong.
“Kamu sudah tahu tentang aku?”
“Ya, Hendra yang menceritakan semuanya. Kurasa Hendra sakit hati karena mbak terlalu cepat menemukan pengganti Hendra” kataku sok bijak.
“Ya..kamu pasti membelanya karena kamu pacarnya!!”
“Dan asal mbak tahu,itu bukan merupakan kapasitas saya, okey makasih mbak  aku masih ada urusan yang lain!” kataku menutup pembicaraan dan meninggalkan Dea.
“Tunggu…!!!”
“Jika masih ingin bicara lain kali temui aku di Bahasa asing”kataku  sedikit mangkel.
Ternyata Hendra menyembunyikan sesuatu dariku, dia nggak pernah bilang jika dia pernah berurusan dengan pacar Dea hingga separah itu. Dan lebih parah lagi Dea ternyata sekampus denganku. Sepulang kuliah Hendra berkali-kali meneleponku dan tak kuangkat sama sekali. Berkali – kali dia sms aku dan tak kubalas satupun, hari itu aku benar-benar terpukul. Rido kembali masuk dalam pikiranku disaat-saat seperti ini, ahhh….ternyata aku pun belum bisa mengikhlaskan Rido sepenuhnya.
Dua hari setelah kejadian itu aku masih ngambek dengan Hendra, walupun semalam teleponnnya kuangkat tapi sms hari ini belum kubalas. Entah mengapa aku merasa dibohongi sekali, aku takut kejadian Rido yang tega membohongi aku ketika mendua dengan Vera terulang kembali. Tiba-tiba Hpq berbunyi, tak disangka sms dari Dea.
Maaf yg kmren, q salah jka ngadu k kmu. Yg slh Hendra bkn km.
DEA?
Dari Dea?? Kok bisa tau nomerku ya? Ah… entahlah mendingan aku tidur aja.
“Rin…!! Ada yang nyariin” panggil mbak kostku hingga aku terbangun.
“Iya mbak..” jawabku setengah sadar sambil berfikir siapa yang mencariku siang-siang begini.
“Hendra..!!!” kaget melihat Hendra telah duduk diteras ruang tamu.
“Iya, ini kan yang kamu mau?”
“Hmm..” jawabku masih tetap manyun.
“Dari solo kapan?”
“Tadi pulang kuliah, jalan yuk!!” ajak Hendra.
“Kemana aja, kamu mau kemana?”
“Pantai ya!!” jawabku sedikit merengek.
“Iya, “
Hari yang special, aku bisa ke pantai bersama Hendra, tak hanya itu dia juga membawa kado kecil buatku sebagai rasa maaf katanya. Setelah ku buka ternyata isinya Cuma pemotong kuku, senyumku hilang berganti dengan manyun.
“Tahu nggak kenapa aku kasih itu?”
“Enggak, cuma gini doank juga”
“ Artinya kamu harus rajin memotong kuku sayang, tu lihat kukumu panjang-panjang banget”.
“Jahat”
“Kok jahat?”
“Iya, masa ngasih cuma kaya gini doank”
“Yang penting keikhlasan kan?”
“Trus Dea gimana?”
“Udah baik-baik aja, tadi aku udah nemuin dia. Dan orang terjelek yang ada disampingku ini dapat salam”
“Salam balik, tapi jangan orang terjelek”
“Trus?”
“Termanis donk”
“Tapi cium dulu!!”
“Nggak mau”
“Nggak jadi termanis kalau gitu”
“Muach…..”
“Gitu dong, jadi manis sekarang”
“Sayang sama aku?”
“Kok masih tanya?”
“Sayang nggak?”
“Sayang dong”
“Ikhlas?”
“Ikhlas, pokoknya Hendra sayang sama Arin”
“He,,,he,,,”
Terimakasih Tuhan, aku sekarang bisa tersenyum lagi bersama Hendra. Aku telah mengikhlaskan Rido dan Hendra telah mengikhlaskan Dea. Kami juga sama-sama ikhlas menyayangi. Terimakasih Tuhan.












Kamis, 30 Desember 2010

Pacar Khayalan



Kaya biasane sore iki aku jogging ana ing taman kota , dhewekan amarga Rio kancane sing biasa ngancani aku lagi bali kampung. Mlayu-mlayu ngelilingi lapangan ping telu wae wis gawe awakku kringeten kabeh. Aku banjur leren dhisik ana dingklik taman karo ngombe banyu putih.
Saka kadohan aku ndelokake bocah-bocah wadon kang lagi basketan ana lapangan basket sisih taman, ana bocah siji kang tak delokake terus. Bocah nganggo kaos basket putih kae pancen luwes tenan maine, sanajan perawakane ora kaya atlet nanging maine pinter banget. Aku ndelengake bocah-bocah wadon kae tekan rampung nganti lali yen aku lagi ping telu olehe mlayu-mlayu keliling taman. Aku nyedaki bocah mau nalika dheweke wis arep bali pinuju parkiran.
“Basketmu pinter banget to mbak?”
“Alah...biasa wae kok mas, sampeyan mau ndelengke aku pa?”
“Iyo, luwes banget maenmu”
“He..he...maturnuwun mas”
“Sami-sami neng, eh..kenalke aku Egha”
“Dea”
“Mulih nengdi mbak?”
“Peterongan mas, aku bali dhisik ya, wis sore”
“Iya..iya..”
Awit kedadean kuwi aku kerep ngalamunke Dea, sanajan aku mangerti yen aku iki ya wis duwe pacar. Kadang aku bayangake upama Lisa bisa kaya Dea, pinter basket gayane ya biasa wae nanging katon luwes. Beda bangetlah karo Dea sing senengane shoping ing mall, saba salon saben rong minggu pisan durung maneh perawatan ana ing dokter kecantikan. Ahh...pancen cewek, apa wae penting bisa ayu.
***
Dina iki Lisa ngrayu-ngrayu aku supaya gelem ngancani blanja ana ing mall, wis kena tak bayangake yen ning kana aku bakal dadi kaya bendarane dheweke nyangking kresek pirang-pirang, mlaku ana ing burine lan ngomentari klambi apa sepatu jinjit sing dijajal. Yen aku wis ngomong males, apa “ayo bali” , lagi Lisa sadar marang apa sing dilakoni. Dheweke banjur nawani apa sing tak pengini, aku mung ngomong pingin rokok. Ya pancen udud bisa gawe atiku sing lagi mangkel iki kurang sithik.
Bareng mudhun ana ing lantai dhasar aku weruh Dea pinuju toko alat musik. Ealah... penampilane mono yo ora sesampurna Lisa, mung nganggo celana jins karo kaos komprang nanging kok luwes banget katone. Aku banjur ngetutake Dea lali yen isih duwe tugas ngancani Lisa. Jebule Dea lagi tuku stik drum, wah saliyane pinter basket uga pinter maen drum. Tambah nggemesake wae pancen bocah iki.
“Eh...mas Egha?” Dea nakoni aku kaya rada kaget.
“Dea... kok bisa ketemu ya? Lagi golek apa kowe?”
“Iki mas golek stik, stikku tugel wingi pas gawe latian. La sampeyan golek apa mas kok gawane sakmono akehe?” pitakone Dea karo rada ngguyu ndelokake aku gawa blanjan pirang-pirang kresek.
“Oh... lagi ndelok iki Gitar katon saka njaba kok katon apik, banjur tak deleng saka cedak” jawabku asal sing penting bisa ndeleng Dea batinku.
“Oh...”
“Kowe ya pinter ngedrum to De?”
“Ah...isih biasa kok mas, iki ngesuk bandku arep tampil ana ing festival seni, nonton ya mas?”
“Nengdi De?”
“Gedung Pemuda mas, jam wolu mulaine”
“Oh..iya, insyaallah ya”
“Ok, wis disik ya mas, selak arep latian kanggo tampil sesuk”
“Oh..mangga-mangga nderekake”
Aku metu saka toko bareng kelingan yen aku isih ngancani Lisa blanja, jebul Lisa isih wae nyoba-nyoba klambi awit mau. Ahh.... upama Lisa bisa kaya Dea ya? Seneng olahraga, musik, la wong tak jak jogging wae jare wedi kempole tambah gedhe.
“Yang pantes rak?” pitakone Lisa ngagetake lamunanku.
“Pantes kok, tambah ayu” komentarku ngawur.
“Iki mbak, tak jupuk”
“Oh, ya yank bar iki bali ya, kesel aku”
“OK, siap bos he...he..” jawabku seneng amarga tegese aku bisa cepet-cepet ketemu kasur.
Sakbubare mangan lan ngeterake Lisa aku banjur bali menyang kontraanku, arep turu kareben kesele bisa cepet ilang. Sakdurunge turu kok aku isih wae kepikiran Dea ya? Jan pancen bocah kae kok ya ngebaki pikiranku terus. “Eling Gha, kowe kuwi wis duwe Lisa”  atiku kadang ngomong kaya mangkono.
***
Bengi iki aku pancen wis janji arep ndelok Dea manggung ana ing gedung Pemuda. Jam pitu aku wis budhal saka kontraan selak ora sabar ndeleng Dea nabuh drum. Tekan gedung Pemuda jebul durung rame, malam puncak festival seni iki pancen biasane rame karo band-band bocah nom-noman.
Jam setengah sanga Bandne Dea manggung, katon endah tenan. Sakwise aku banjur mlebu ana buri panggung marani Dea. Ealah jebul Dea kok wis karo jejaka sing katone ya pacare, mesra banget. Tak wurungake niatku mlebu, kanthi langkah sing wis ora semangat aku bali menyang kontraan. Yen tak pikir-pikir kenapa aku cemburu ya? Wong Dea lak ya dudu sapa-sapaku ta?
Aku langsung turu bareng tekan kontraan, ora peduli omongane Rio yen mau Lisa nggoleki. Mau aku pancen ora ngomong Lisa yen arep lunga.
“Kok saiki kowe malah dadi seneng jogging to Lis?”
“He..he...aku kepingin nyenengake kowe to mas, masa aku ngejaki neng mall terus nanging ora tau nuruti pangajakmu hee...he...”
Ah...Lisa wis kaya Dea saiki, aku seneng. Lisa wis gelem melu jogging saben sore, dheweke uga wis asring ngejaki jalan-jalan ning mall.
Deaaa..........!!!!!!!!!!!! aku seneng.
Jebul mau kabeh mung ngimpi, tangi-tangi ning sisihku wis ana Lisa sing isih sesenggukan. Aku dhewe ora mudeng kok ujug-ujug ana Lisa ing sisihku, lagi nangis maneh.
“Gha...taak kira wis cukup semene wae anggonku sesambungan karo kowe”
“Loh..loh...ana apa to Lis, kok ujug-ujug mangkene?” pitakonku kaget.
“Aku wis ning kene awit mau, krungu kowe kok nyebut-nyebut jeneng Dea, sapa ta Dea ki nek ora wong wadon liya, iya ta?”
“Ora kaya mangkono Lis, ora separah kaya sing mbok bayangake..”
“Alah..kakean alesan, wis aku njaluk bubar”
Lisa banjur lunga mulih, aku isih thenger-thenger ana ing kasur. Jebul ngimpi mau gawe pranyata sing ora enak. Dea mung khayalanku, Lisa pacarku sing asli malah lunga saiki wis ngajak bubar karo aku. Goblokk..........!!!!!!




Selasa, 28 Desember 2010

G I L A



Ketidak warasan padaku yang membuatku seperti ini
entah apa yang mereka rasa
dan entah apa yang kurasa


bulsyhit dengan semua ini
buatku tertawa namun batinku menangis


puas????
TIDAK
kurang??
CUKUP
lalu???
ENTAH


dunia ini memang tak berujung
tak ada yang tau kapan akan berakhir


aku akan berhenti dalam permainan ini
namun kesepian menghantuiku
aku akan melanjutkan permainan ini
namun diri ini seperti matirasa

menghapus dirinya dari hati??
tidak,
hanya ingin kujadikan sebagai bagian dari hidupku

Tuhan,,,
jaga dia untukku kelak..
_:)

Gambar Kembar




Kembar gambare
Gambarane wong kembar
Kaya jambe sinigar
Kembar tengen kiwane sing dikarep ya ijen
Becik ya ijen becike
Lembah manah ya ijen lembah manahe
Ora mung kembar sakpada watone
Mung kaya gambar kembar
Mung kembar gambare
Ora tinuku lathine
Ora diumbar simbare
Kaleme kalem watu gunungdigdaya nalika ngglundung
Najan meneng uga digadya
Meneng anteng sinanding dupa











Kedung Balung




Sih lan tresnaku kanggo kowe
Ora mung kanggo sakminggu
Ora minggu iki,
Ora minggu wingi
Mung wewayanganmu sing tak golek
Ing layang-layangmu
Tak waca bola-bali
Bola-bali tak waca
Bola-bali tak anyari pandongaku
Kanggo kowe
Kanggo saiki tekan mbesuke
Kanggo kowe sing ana ing kedung balungku

Sabtu, 25 Desember 2010

2010 lan Jodho




Biyen nalika isih cilik aku mbayangake umpama aku wis gedhe aku kepengen kuliah ana jurusan komunikasi lan besuke kerja dadi presenter kaya Putra Nababan utawa Najwa Sihab, presenter favoritku. Apa yen ora ngono ya kuliah ana ing ilmu Fisika lan dadi fisikawan kayata Johanes Surya utawa bisa gawe alat kang bisa mbiyantu kauripan kayata Albert Einsten.
Nanging jebul mau kabeh namung angen sing wis ora bakal bisa kawujud, nyatane saiki aku kuliah ana ing jurusan pendidikan bahasa sing ateges besuke bakal dadi guru sanajan ora nutup kemungkinan aku bisa nylempeng saka jurusanku. “Nyatane tanggaku kae ya malah kerja ning Bank mangka dheweke gelare Spd” ngono pamikirku wis ora cekak maneh yen besuk aku mesti dadi guru.
Tanggal 1 Januari 2011 iki ateges umurku wis ganep 19 taun patang wulan. Wis pirang-pirang kadadean kang tak lakoni ing kauripan iki, nanging prasasat kok kayata mung tumindak ala bae sing akeh tak lakoni. Apa maneh taun 2010 iki, taun nangdi aku sinau marang kauripan kang maneka warna.
Saka kauripan becik karo kanca-kanca pesantren tekan kauripan wengi kang didelok rada ora sedhep wis tau tak lakoni.  Saka bocah wadon alim sing saben dina nutup aurat tekan bocah pank sing nganggone klambi suwek-suwek wis tau tak jajal ning 2010 iki. Saka bocah sing jam sanga kudu wis turu malih dadi bocah yen wengi ora tau turu ya wis tak lakoni ing 2010.
Kabeh kadadean mau kang njalari sakbenere ya mung perkara sepele. Pedoting tali katresnanku karo Dimas kang njalari kabeh mau. Tali katresnan kang wis telung taun iku bubar mung merga Dimas seneng marang kenya liya sing miturute dheweke luwih apik tinimbang aku. Pedoting tresna kang pas karo momen taun baru 2010 kuwi kayata dadi adhedasar uripku ing taun 2010.
Kaping pira bae aku ngapusi wong tuwa yen ning kene aku kuliyah kanthi bener, wong ya asline luwih sregep mbolose tinimbang mangkate. Ora kaya yen dolan mesthi ora tau ketinggalan. Apa maneh dolan wengi kang dadi pakulinanku ing taun 2010 wingi. Sanajan dolan wengi kuwi isine ya mung tongkrongan, ngronde ing Tugu Muda, apa malah ngopi lelet ing Nana Kyut.
Wis pira bae jejaka sing wis tau tak larani ati sakdawane 2010 iki. Awit saka David, jejaka kang kenal saka jejaring sosial sing jenenge “fb” tekan Aji kang malih wedi karo aku amarga aku sing sakepenake dhewe. Miturutku aku iki ya mung kenya kang nduweni paras sing biyasa bae, kuning pancen nanging ora lencir. Banjur apa ta sing ndadeake jejaka-jejaka padha nglirik aku?? la wong saben sewulan sepisan aku ganti pacar, kok ya oleh bae wong sing bisa dipacari malah kadang bisa loro sisan. Aghhh…. Ora mudeng aku.
Nganti tekan pucuking taun aku durung bisa tresna tenan marang jejaka, isih kelingan Dimas bae senajan wonge wis ora keprungu wartane. Wulan November kayata pawayangane Dimas wis saya ora katon nanging malih bayangan jejaka sing nalika jaman kelas 1 SMA biyen wis tau dadi kanca sinau. Satya jenenge, jejaka saka Purwodadi kang kuliyah ana ing Solo kae sing bisa ngguwak pawayangane Dimas saka pikirku.
Prasasat kaya wis manteb tenan karo Satya, aku duwe pangarep-arep yen Satya kuwi bisa dadi sisihanku mbesuk. Nanging sing ning Dhuwur pancen luwih mangerti yen tali katresnanku marang Satya mung cukup tekan tanggal 1 Syura. Maneh –maneh ning taun anyar tali katresnanku pedot, nanging sing iki pedot kanthi apik-apik. Dadi aku isih duwe pangarep-arep yen Satya kuwi bisa dadi sisihanku.
Sapa ta sing ngerti jodo kuwi?
Bisa bae jodoku mbesuk seganteng Vino. G. Bastian apa malah kaya Tukul Arwana.
Bisa bae sesugih kaluwarga Bakrie apa malah urip ning emperan.
Uga bisa bae seganteng lan setenar Irfan Bachdim apa malah mung kuli bangunan.
Bisa bae cekelane setang bunder apa malah mung tukang becak.
Bisa bae seatletis Didi Riyadi apa malah wong kang nandang lemah jantung.
Bisa bae luwih enom saka aku, sejajar apa malah sing sakjane pantes dadi bapakku.
Bisa bae tangga desa, kanca dolan apa malah wong nagari liya.
Bisa bae wis kerep bareng, ketemu sepisan apa malah durung kenal babar pisan.
Ora ana sing ngerti sakliyane Gusti Allah pancen, kabeh kang kedadean ing uripku iki uga kanthi keagungane Gusti. Jodo lan ana apa ing sakwalike 2010 ya mung Gusti Allah kang mangerti. Muga-muga bae 2011 iki aku bisa luwih apik tinimbang 2010.


                                                                                                                                                

Sabtu, 18 Desember 2010

Karin


Aku lagi bae tangi nalika jam weekerku wis nunjuk angka 08.13. Kutha Solo katon mendung lan gerimis ora kaya biasane. Hawa adem lan seger mlebu liwat sela-sela kaca jendela sing ora katutup kabeh. Shalat subuhku wis klewat kaya biasane. Aku muslim nanging ora taat, yen wis ora subuh yo ora sholat liyane kuwi prinsipku. Nyuwun pangapunten Gusti.
Dina iki umurku genep 20 tahun, isih kecatet dadi salah sawijining mahasiswa ana kampus swasta ing Solo. Umurku pancen isih cilik nanging aja salah, wis pira bae kenya sing tak gauli. Tantri, Ninik, Heni, Monika, Lily, Dian, Suci, Ambar, Dessy, Vera lan sing terakhir Gita. Kayata aku ninggalke sholat, aku uga wani nglakoni dosa-dosa kaya mangkono. Aku percaya ana swarga uga ana neraka, dadi aku ora tokoh antagonis utawa protagonis. Aku mung menungsa biasa sing bisa khilaf. Sakluwihe ya mung sing gawe urip sing ngerti.
Kenya-kenya sing tak gauli kuwi dudu sundal utawa ayam-ayam kampus, aku uga macari kana. Wis kapetung pira bae pacarku 2 taun iki. Miturut panggrahitanku aku wani nglakoni kaya mangkono amarga aku pancen tresna tenan. Aku ora seneng “jajan” nanging yen ndelokke kenya ayu sithik gampang kepencut atiku.
Apa sing njalari aku bisa dadi kaya mangkene aku yo ora mangerti. Nanging dak kira amarga ibuku, wiwit cilik aku wis ditinggal ibuku menyang Saudi. Seprene aku durung tau mangerti kaya apa praupane ibuku kejaba saka foto sing ana ing dompete bapakku. Wiwit ngerti yen ibuku wis ninggalke aku lan bapakku uga terakhir keprungu kabar yen ibuku wis kakaluwargan ana ing Saudi kana. Aku dadi sengit karo apa sing jenenge wong wadon. Pancen saka njaba katon kepenak disawang, nanging miturutku atine padha kabeh, padha karo ibuku.
Jam 08.30, pandom abang ing  wekkerku muni. Rencana aku arep tangi jam setengah sanga nanging jam 08.13 aku wis melek. Aku ora ana kuliah esuk iki dadi sengaja aku tangi awan-awan. Kanthi ora semangat aku njupuk anduk sing nyampir ana ing buri lawang lan nileki Hpq, ana 13 sms lan 5 miscall kabeh ngucapke ulang tahun. Wis dadi pakulinanku yen adus mesthi suwe, jare Akbar kanca sakkontraanku kaya bocah wadon.
Ngrokok sinambi ngguwak hajat pancen kepenak, bisa tekan 3 glintir tak entekke ing kamar mandi. Sinambi ngalamun, ngalamun miturutku surgane dunya. Aku bisa tekan ngendi-endi yen ngalamun. Bisa mbayangke wajah ibu, sing miturutku wanita nganggo terusan abang lan mas-masan nyantel ana ing tangan lan gulune. Wujud wong bengis.
Aku seneng ngilo ana ing kamar mandi, ngresiki wulu-wulu kasar lan ndeleng praupanku. Ya..ya… pancen aku ganteng, ora salah yen wong wadon gampang tak rayu. Alisku kandel, mripat sedeng nduweni theleng warna coklat enom,irung mancung nanging rada menceng, lambe tipis lan garis wajah sing jelas, kulit resik awakku ya lumayan gagah ora kalahlah karo Vino Bastian, sempurna. Wis piro wae kenya sing tak lumat lambene, akeh sing penthile wis tak jilat lan tak lumat nggawa lambe lan ilatku. Terakhir isih ana bekas cokotan Gita ing lengen sebelah kiwaku.
Adus ah…ben seger awakku. Sabun Nuvo cair tak gosok-gosokke ing awakku sing jarene atletis. Pantes bae si Dyan seneng banget yen tak sikep. Aku seneng mbayangke sing aneh-aneh rikala adus. Mbayangke nalika Dessy nangis kelaran, aku dadi ngaceng. Rambutku tak kramasi nganggo shampoo cool, seger tenan rasane. Aku bubar adus jam 09.15, suwe tenan olehku ing kamar mandi.
Jam 09.42 aku wis rapi nganggo kemeja garis-garis coklat lan celana jins. Tas punggung sing isine laptop, camera digital lan lembaran-lembaran kertas uga tak siapake kanggo kuliahku mengko jam 11.00. Nginguk jendela isih grimis,aku males metu. Nanging wetengku krucuk-krucuk, aku nggolek panganan ana ing frezzer cilik kang mapan ana ing pojok ruang tamu. Nemu roti tawar 4 lembar lan selai kacang, lumayan bisa kanggo ganjel weteng.
Sinambi ngenteni jam 11.00 aku nyetel TV, pawarta babagan merapi pancen isih dadi pawarta sing hot wulan November iki. Nanging aku ora seneng nonton pawarta suwe-suwe, chanele banjur tak ganti acara musik sing luwih sreg ning atiku. Ndeleng Alexa Key sing lagi manggung pancen nggemesake, kenya ayu pentolan Republik Cinta kuwi pancen apik swarane.
“Totot..totot tu ada bunyi sms macam” nada dering ponselku nggugah aku sing lagi konsentrasi ndelengake Alexa Key. Sms saka Karin, kenya saka Semarang sing wis pirang minggu iki ngaku yen seneng karo aku.
Aq ws neng Solo, kpn bsa ktemu?
Aq kul tkan jam 1, nku jam 1 kwe tk enteni neng gerbang kmpusq.
Ok,
###

Kuliyah fotografi pancen mata kuliyah sing tak senengi jalaran pancen hobiku yo poto-poto. Yen ana objek unik sithik hasrat fotografiku langsung metu. Ora kaget yen mbuka tas punggungku mesthi isine ya mung laptop cilik karo kamera digital biru marun. Saiki aku lagi kepengen jupuk gambar ana ing tatune merapi sing njeblug wingi. Nanging tak kira kok ora wangun yen aku malah enak-enak jupuk gambar ana kana, la wong liyane bae pada dadi relawan.
“Beb, aja ngalamun terus to!” kandane Dyan, kenya ayu sing uga wis tau tak gauli.
“Enak kok beb..” jawabku karo ngelus rambut dawane Dyan, tanganku pancen ora bisa anteng yen ana bocah wadon ing sisihku.
“Bubar iki ana acara ora beb?”
“Ehm….aku ana janji wisan, piye?”
“Alah…cinta-cintaan mesthi a beb?”
“He..he… biasa”
Aku karo Dyan pancen ora kaya karo mantane, biasa bae senajan dheweke wis tau tak larani lan tak jupuk prawane. Kadang aku bingung, kok bisa dheweke kaya mangkono. Biasane kenya sing wis tau tak gauli mesthi ngadoh karo aku la nana rasa ora apik. Dyan uga wis duwe pacar senajan beda kampus, nanging isih padha-padha sak kutha.
Jam 13.00 aku metu saka kampus arep nemoni kenya sing wis adoh-adoh saka Semarang mung arep nemoni aku. Rada penasaran pancen karo dheweke, nalika biyen jaman SMA ya wis tau ana sesambungan, nanging durung ngancik pacaran aku wis pindah sekolah. Aku nembe ngerti yen dheweke uga nduwe rasa tresna marang aku, biyen pancen aku yo seneng marang dheweke.
Nganggo jaket kuning lan kaos biru sing rada amba bagian gulune nanging katutup karo syal coklat enom katon ayu pancen kenya siji iki. Karo numpak motor matic putih lily. Awake ya sintal enak “dijak perang ning kasur” pikiran alaku metu. Kenya kang duweni jeneng Karin iki banjur tak ajak marang kontraanku.
“Kepriye saiki wis ketemu to?” pitakonku mbuka pamicara.
“Ya iki, aku arep mbuktiake yen aku bisa tekan kene merga katresnanku” jawabe lugu.
“Wis ngono tok?”
“La kepiye? Aku kepengen krungu tanggepane kowe kaya apa?”
“Ya kaya sing wis tak omongke, kowe bisa mbuktikake apa ora?”
Aku pancen njaluk bukti katresnan marang Karin, yaiku aku kepingin nggauli dheweke kanggo bukti yen dheweke pancen tresna marang aku. Aku salud karo kenya siji iki, wani ngomongake rasa katresnane. Nanging kayane dheweke tetep ora gelem yen tak gauli.
“Kok meneng?” pitakonku marang Karin.
“Aku ora bisa nuruti apa kang dadi panjalukku, kanggoku kaya mangkono kuwi pantangan kanggo aku. Aku durung arep nglakoni kaya mangkono yen aku durung nikah. Sing kepingin aku ngerti, kowe iki nganggep aku kepriye to? kowe uga tresna menyang aku apa ora?”
Ah…pitakone Karin nggawe aku mrinding, sakwene iki aku mung seneng bae karo mantan-mantanku. Ora ana rasa sing kaya tak rasaake saiki, nanging aku kelingan maneh gambaran wong wadon jahat kang kaya ibuku. Kenya sing lagi turon ing sisihku iki pancen sempurna, rambut dawa lurus, kulit kuning, dhuwure kira-kira 155cm cocok yen mlaku karo aku.
“Dadi intine, kowe ora gelem nglakoni apa sing tak karepke?”
“Iya, lha rasamu marang aku kaya apa?”
“Tak akoni aku pancen  tresna marang kowe, nanging dak kira ora segedhe tresnamu marang aku”
“Hmmm…. Yo wis yen mangkono. Kena apa to kowe kok ndadak gawe syarat kaya mangkono?”
“Ah… aja takon kaya mangkono Rin, kowe durung tau nglakoni dadi durung mangerti kaya apa rasane nglakoni kaya mangkono.”
“Kowe tau trauma ya marang bocah wadon?”
“Ora, nanging aku ora seneng karo sing jenenge wong wadon!”
“Haaa…. Bisane??” Karin sajak kaget karo omonganku sing keceplosan.
Singkat crita aku banjur ngajak Karin dolan menyang Solo Grand Mall, pusate blajan masyarakat kutha Solo. Karin katon seneng banget tak jak mrono, dheweke kayata pancen ngarepake banget aku bisa dadi pacare. Aku ora tega yen wis ngene iki. Jam lima sore wetengku wis krasa mlilit, aku banjur ngajak Karin maem ing KFC.
“Rin, wis tak pikir-pikir aku kok ya kepenak mlaku bareng kowe. Mula aku gelem yen kowe dadi pacarku” kandhaku sinambi maem fried chicken.
“Tenane Ndre? Nanging ora perlu bukti sing kaya mau to?” pitakone Karin sajak kaget campur seneng.
“Heem..” jawabku mung mesem.
Wis rong taun iki aku pacaran karo Karin, lan aku uga ora tau nggauli Karin. Rasa saludku marang kenya siji kae ndadeake lelaraku mari. Aku wis ora sengit maneh karo wong wadon amarga Karin tak anggep salah sawijining wong wadon sing becik, dadi mainsetku yen wong wadon kuwi ora ana sing nggenah wis bisa tak rubah. Aku uga wis ora di cap play boy maneh, sholatku uga wis tak lakoni ora ketung mung ping telu sedina. Aku tresna marang kowe Karin.










Tresnamu ketinggal ing Purwodadi


Rin, mengko tugasmu karo aku blanja kanggo tuku kaperluan ngajar sesuk ya!” parentahe Dika ketua KKN ning poskoku.
“Siph” aku mung jawab sakenane. Sejatine aku ya wis ngerti, Dika mesthi ngejake aku. Didelok saka polatane pancen ngatonake yen dheweke lagi nyedaki aku.
Wis seminggu iki aku KKN ana ing desa Nggeneng Sari, daerah Purwodadi. Manggon ana ing omahe pak lurah, pancen ya ana kepenake ana orane. Kepenake pak lurah ing poskoku wonge isih enom dadi iso mangerteni mahasiswa-mahasiswa jaman saiki kaya apa. Nanging ya kuwi sing uga ndadeake ora kepenak, kadang pak lurah ngejaki aku metu bengi ndadekake aku ora kepenak karo kanca-kanca.
Ing poskoku ana wadone telu aku, Sari lan Dessy, lanange ya telu Dika sing dadi ketua,Dadang lan Riko. Aku saka fakultas bahasa dhewe, Sari lan Dadang saka MIPA nanging beda jurusane Sari Biologi dene Dadang Matematika. Dessy bocah jurusan Geografi, Dika Olahraga lan Riko tekhnik mesin. Sari bocahe jilbaban gedhe kaya bocah-bocah MIPA liyane, Dessy bocahe rada kemayu, dandanane ya mesti lengkap lan modis. Dika awake gagah, ireng manis, irunge mancung lan grapyak. Dadang bocahe menengan, praupane rada kaya chinesse, awake lemu. Riko bocahe gagah, putih yen tumprap bocah lanang nanging sombonge ora kira-kira. Aku dhewe ya kaya mangkene, kandhane bocah-bocah paling criwis lan ora jaim babar blas.
Dina iki dina minggu aku lan Dika rencanane arep menyang pasar tuku kebutuhan kanggo ngajari masyarakat desa sesuk senin. Dika wis manasi motore nalika aku lagi bae rampung adus, kaya biasane wetuku kanggo dandan cukup sedhela bae. Nganggo kaos oblong lan celana jeans wis kaya dadi identitasku, ditambah sepatu kets sing wis kucel merga ora tau dikumbah. Ya pancen kaya mangkene iki aku, ora tau aneh-aneh.
“Wis siap?”
“Wis, ayo gek ndang mangkat bae, mengko selak udan”
“Oke tuan putri..”
Ora kaya biyasane, olehe nglakokake motor Dika katon alon-alon banget. Ing batinku iki di sengaja ben dheweke bisa suwe-suwe boncengke aku. Perjalanan sing biyasane 15 menit dadi 20 menit. Pasar sing tak parani aku lan Dika kagolong pasar gedhe ing daerah kana, swasanane katon rame banget kaya ing pasar-pasar liyane. Bubar oleh barang-barang sing dibutuhake Dika ngajak aku sarapan, awit esuk aku pancen durung sarapan.
Kayata Dika ngerti apa kang dadi kasenenganku. Dheweke ngajak aku mangan gado-gado ing warung pinggir pasar. Gado-gado pancen panganan faforitku, mulane ora usah kaget yen ndelokke aku cepet banget ngenteake gado-gado.
“Kesel apa ora kowe Rin?”
“Oralah, wong gur muter-muter pasar bae kok. Kowe kesel pa?”
“Ora kok, piye nek bubar iki jalan-jalan dhisik?”
“Nangdi? Apa kowe ngerti daerah kene?”
“Jarene neng desa Kaliasat ana curug cilik, pemandangane ya ora kalah karo grojogan sewu”
“Alah sok tau kowe kayata wis tau mrana, ndi kuwi desa Kaliasat?”
“Pasar iki ngulon rong kilonan jare, ya njajal bae aku ya durung tau mrana kok. Piye Rin?”
“Ya, okelah kalau begitu. Itung-itung jalan-jalan he…he..”
“Ya siphlah pokoke, pacarmu ora nesu to Rin?”
“Alah…biasa pacarku kuwi wonge nyante kok, la pacarmu kuwi? Apa ora nesu?”
“Kan dheweke ora ngerti to? He…he…”
Dika lan aku pancen ya wis padha-padha duwe pacar. Nanging wis kaya adat pancen, nek KKN kok ora ana cinlok kuwi ora seru. Pacare Dika uga padha-padha KKN nanging dheweke oleh ing kabupaten Pekalongan. Dene pacarku dhewe, Argi kuliah ana pelayaran uga ing kutha Semarang. Argi percaya yen aku bisa njaga awakku ana ing panggonan KKN, dheweke ya nileki aku yen pas libur.
Rampung mangan gado-gado aku lan Dika banjur dolan marang Curug Lima, jeneng curug sing ana ing desa Kaliasat. Dalan marang curug Lima jebul wis rusak parah, mula aku bola-bali mudun saka motor amarga wedi tiba. Jarake ya pancen rong kilo nanging wektu kanggo nempuh nganti limalas menit amarga dalane wis rusak lan jeblok bubar udan mau bengi.
Ora sumelang pancen ndeloke pemandangan curug Lima yen dibandingke karo perjalanan tekane kana. Ora ngerti ana apa, tekan curug atiku krasa ora kepenak. “Dolan ora kandha-kandha karo cah-cah” ngono pikirku sing ndadekake atiku ora kepenak.
“Eman-eman ya curug apike kaya ngene kok ora di rawat”
“Ya ngene iki pamerentah jaman saiki sing dibangun mung pusat-pusat kutha bae, jarene bangun desa bali ndesa. Nanging kasunyatane ya bangun kutha bali kutha.”
“Untung aku nggawa Camera ya Dik, dadi bisa foto-foto he..he..”
“Pancen hobimu kuwi narsis-narsisan ya Rin?”
“Ha…ha… ngilangke stress Dik”
“Kene tak jepretke kowe ngadekka ana kana” perentahe Dika karo nunjuk watu ing ngisorcurug.
Prat..pret..prat..pret..wis pirang-pirang gambar sing wis di jupuk nganggo kameraku. Wis puas rasane jeprat-jepret awit mau. Aku lungguhan karo mangan keripik kentang sing digawa mau sakdurunge mangkat. Dika asyik nguthek-uthek kameraku. Curug kuwi uga ana pengunjunge, nanging kena mung kena dieting nganggo tangan. Sinambi ngentekake kripik aku ndeloki pemandangan curug Lima tekan endi-endi. Saka kadohan aku weruh jejaka kang lagi ceprat-cepret nganggo kamerane. Kayata aku kenal jejaka nganggo kaos putih kae senajan weruhe saka mburi. Penasaran aku nyedak jejaka kuwi.
“Satya??” celathuku alon-alon wedi nek krungu jejaka kuwi. Nanging kayata jejaka mau krungu celathuku banjur noleh, aku nunduk rada isin.
“Lhoh….Arin to?”
“Iya, kowe kok neng kene?”
“La wong omahku cedak kene kok, sakjane lakyo aku to sing takon. Kowe kok bisa tekan kene?”
“Aku KKN ana ing desa Nggeneng Sari, limang kilonan nek seko pasar. Ngerti to kowe?”
“Yo ngertilah kancaku ya akeh sing seko kana, karo sapa kowe mrene?”
“Kae karo kanca KKNku mau bubar blanja ning pasar banjur dolan mrene sisan. La kowe dhewe karo sapa?”
“Aku dhewekan kok, sih pengen golek panggona sing enak bae he…he… kepriye kabarmu?”
“Alhamdulillah apik, la kowe piye?”
“Ya, kaya sing kok delok iki, lumayan apiklah”
“Kok lumayan?”
“Ya, mending kok tinimbang elek, ya apa ora?he..he…”
“Rin, wis jam lima iki..” Dika bengoki aku saka kadohan.
“Ya, sek sedhela”
“Ya wis Sat, aku mulih dhisik yo. Kapan-kapan dolan ning poskoku!”
“Ok, ngati-ati yo Rin”
Jam lima klewat limang menit aku mulih seko curug. Dika bola-bali takon sapa wong sing tak jak guneman mau. Aku mung njawab yen kuwi mau kancaku nalika SMA banjur pindah ana kene. Nanging Dika ora percaya, kayata wis ngerti apa sing ana ing atiku. Satya kuwi pancen mantan pacarku nalika isih semester 3. Dheweke kuliah ana ing Solo, merga jarak kang adoh mau banjur putus. Rasa tresnaku marang Satya pancen isih ana, la wong saben bubar sholat aku isih donga muga-muga Satya kuwi dadi jodoku.
Wis arep patang puluh dina olehku KKN ana desa Nggeneng Sari, ateges kurang limang dina maneh wis rampung. Kegiatane ya mung ngono-ngono bae, mboseni. Aku lan Dika uga saya raket saben dina mesti runtang-runtung bareng wong loroan. Kepenak pancen ning panggonan sing asring kaya ngene iki ana wong sing tansah saben dina nggatekna awak. Nanging aku ya kadang ora kepenak, apa maneh yen Dessy wis pasang ulat ora kepenak durung yen pak Lurah sing omahe tak di enggoni ngejaki metu wong loroan. Arep nolak rikuh arep ora nolak uga rikuh.
Dina setu iki aku lan kanca-kanca KKN ing poskoku arep plesir menyang Sendang keongan, kira-kira 17 km saka Purwodadi. Kegiatan KKN ku ya mung ngene iki plesir-plesir, nongkrong, kegiatan intine mung kadang kala. Mangkat saka posko kira-kira jam wolunan, kabeh pada boncengan loron. Kaya biyasane aku karo Dika, Dadang karo Sari lan Riko karo Dessy.
Ana sendang aku sakanca kecehan kaya bocah cilik-cilik. Ora keri narsis-narsisan mesthi wajib apa maneh kanggo aku sing nengdi-nengdi gawa kamera. Bareng wis kesel banjur mentas nggolek panganan amarga wetenge wis padha luwe. Sakdurunge bali Dika ngejaki aku marang toko buku disik, aku ngerti yen alesan marang toko buku kuwi kareben dheweke bisa suwe-suwe karo aku. ora nyangka sakbubare menyang took buku Dika nembak aku. Aku ya kandha yen aku wis duwe Argi, nanging Dika gelem dadi pacar kapindhoku. Dika uga wis duwe pacar, mula iku aku lan dheweke banjur sepakat HTSan bae.
Jam 4 sore aku lan Dika lagi bae tekan posko, kanca-kanca liya wis tekan rada mau. Dessy sinis karo aku nalika ngerti aku bali keri karo Dika. Dessy pancen ngatonake banget yen dheweke seneng marang Dika. Saben dina mesti nyedak-nyedak Dika sing melu nonton bal, melu maen PSlah pokoke werna-werna. Sakwise adus lan resik-resik awak bakda maghrib aku banjur turu merga kekeselen uga njaga kesehatan supaya ora gampang kena lelara. Durung ana setengah jam anggonku nyelehake awak, Sari nggugah aku jarene ana wong nggoleki aku. Sapa sing nggoleki aku ana kene, ora mungkin yen Argi dheweke ora mrenen minggu iki.
“Sapa to Sar?”
“Ora ngerti aku, kandhane kancamu ngono. Saka posko liya mungkin Rin”
“Hai… Rin..”
“Mmm….Satya?? kowe kok bisa tekan kene?”
“Aku lak wis kandha to omahku ora adoh saka kene he,,,he… Sorry yen ujug-ujug teka ora ngabari, aku ora ngerti nomermu”
“Iya ora apa-apa kok, seneng aku kowe isih eling marang aku he…he…”
“Ya elinglah, siji-sijine wong sing wis tau jujur ngungkapke katresnan marang aku”
Aku mung mesem semu isin krungu omonge Satya
“Piye KKNe kepenak apa ora?”
“Ya ngene iki kadang mboseni, kadang kepenak. La awakmu ora ning Solo to?”
“Sesuk aku mangkat, sewulan maneh magang iki ”
Singkat crita Satya ngajak aku metu jagongan ana warung jagung bakar, rasane seneng ketemu maneh karo wong sing wis tau ditresnani.
“Pancen bener ya Rin, jodo kuwi ora nangdi-nangdi”
“Maksude piye Sat?”
“Ya, kowe iki to, nyatane aku bisa ketemu maneh karo kowe. Kelingan to biyen nalika aku ngeterke kowe ing Tirtonadi aku kandha apa?”
“Yen jodo lak ya ketemu maneh ngana to? He..he… iya to”
“Iyo, pacarmu wong endi saiki?”
“Hmmm…. bocah pelayaran, la kowe piye?”
“Durung duwe, aku ngenteni kowe ngono kok ha…ha….”
“Halahh….play boy kayak owe kok ora duwe pacar?”
“Aku wis tobat ya Rin, ora kaya biyen maneh”
“Alahhhhhhhhhhh……….”
Minggu esuke aku dijak metu karo Satya, mubeng-mubeng kutha Purwodadi. Banjur menyang omahe dheweke, ora ngira sakdurunge yen aku arep dikenalke marang ibune Satya. Ibune katon bungah lan grapyak marang aku. Satya pancen wis ora duwe bapak awit cilik mulane dheweke sayang banget yen karo ibune. Ibune ngira yen aku pacare Satya jarene mung aku kenya sing wis tau digawa mulih Satya. Seneng atiku krungu mangkono, sanajan Satya saiki wis ora dadi duweku meneh.
Apa sing njalari rasa katresnan iki ana maneh, aku uga ora ngerti. Dungaku marang Gusti saben bakda sholat kayata wis dadi kasunyatan. Nanging yakuwi ora pas karo kasunyatane, saiki aku isih karo Argi. Jejaka sing wis setahun iki tak pacari, dheweke ora mangerti yen sakwene aku nyimpen katresnan liya. Aku ora tega yen wayuh karo Satya, Argi kuwi wis setya tenan marang aku.
“Rin, apa kowe gelem yen tak dadeake pacarku maneh?”
“Hmmm…. kepriye ya, aku sejatine ya isih tresna marang kowe. Nanging ngerti dhewe to, aku saiki wis duwe pacar. Aku ora bisa yen ninggalke dheweke, dheweke wis setya marang aku. Apa ya pantes yen tak blenjangi??”
“Upama aku dadi selingkuhanmu piye? Aku wis kebacut tresna marang kowe”
“Apa ya bener kandhamu iki. Wis kebacut tresna kok ngilang tanpa kabar? Yen rasa tresna tak akoni tresnaku marang kowe isih wutuh kaya biyen. Nanging aku ora bisa yen selingkuh, jaremu yen jodo lak yo ketemu maneh to? Muga-muga bae ndhewe iki jodo”
“Amien… muga-muga bae. Ngapa biyen aku ora nuruti kepengenanmu pacaran jarak jauh ya? Aku biyen pancen goblok, nuruti hawa nepsu tog.”
“Wis ora usah mlengo sing uwis-uwis, saiki dunga bae muga-muga dhewe di temokke maneh nalika dhewe isih padha-pdha dhewe.”
Patemon minggu kuwi ninggalke kenangan endah tenan. Satya pamit menyang Solo ninggalke tresna ning atiku. Aku ora kuat nahan luh rikala dheweke pamit karo mrabang. Bocah kang duwe perawakan cilik dhuwur kuwi wis nggawe atiku mobat-mabit tenan.
Minggu terakhir KKN iki prasasat kaya limang taun. Aku isih mikirke Satya bae, mangka sedhela maneh aku kudu mulih Semarang lan ngundhuh katresnan maneh karo Argi.
Wis seminggu iki aku bali maneh menyang Semarang. Kaya sakdurunge KKN aku lan Argi isih tetep mlaku bareng katresnan. Nanging saiki aku uga kerep dolan karo Dika, senajan to Dika ya wis duwe pacar. Dika ora njaluk apa-apa saka aku mung dheweke seneng bae yen bareng aku.
“Rin, kowe kok saiki kerep ngalamun to? Apa ana masalah?” kandhane Argi nalika kencan malem minggu.
“Ora ah, biasa bae. Aku apik-apik bae kok Gi”
“Tenane? Aku ngerti yen kowe ki lagi ana masalah”
“Ora kok Gi, aku mung judek bae PPLe ora rampung-rampung”
Argi ngerti yen ana sing tak pikirke nanging aku ora crita marang dheweke. Aku wedi yen dheweke kuciwa marang aku. Satya pancen isih ngebaki pikiranku sakwene iki. “Duh Gusti yen pancen Satya kuwi jodoku temokna maneh ning liya kesempatan sing aku lan dheweke bisa bareng” ngana dungaku saiki.










Kabeh Jebul Ngapusi



Tugas Gita wis rampung nalika mobil si Riko metu saka pager lan menggok ning pojok gang, ngilang. Jam pitu esuk Gita nutup lawang pager lan mbalik maneh ing kamare ing lantai loro. Seka kamar kono Gita bisa ndelengi blok-blok perumahan lan dalan sempit ing tengahe.  Dalan sing saben esuk Gita ndelengke Riko mangkat kerja nganti tekan ilange.
Isih akeh wong kang lewat ana dalan kono, wong lanang nganggo seragam dinas coklat, Wadon nganggo setelan biru lan blazer kayane pegawai bank, kenya ayu-ayu nganggo jeans lan kaos kaos casual lan bocah-bocah SMA nganggo putih abu-abu karo ngekep buku lan nggendong tas mlaku bareng-bareng katon endah dideloke. Gita bakal suwe ndeloke bocah-bocah SMA kuwi tekan dalan ngarep omahe kuwi sepi.
Gita teturon ning kasur karo mbayangake bocah-bocah SMA mau. Ing pikirane Gita bocah-bocah SMA mau mungkin lagi ngenteni gurune masuk sinambi maca-maca buku, nggarap tugas nanging sing paling akeh mesti padha crita dhewe-dhewe. Sing wadon crita babagan lanangan sing lagi dadi idola sing lanang uga sakwalike.
Pitung taun kepungkur Gita isih dadi bagian saka bocah-bocah mau sakdurunge ujug-ujug dadi bojone Riko.
***
Gita isih kelingan nalika bapak lan ibune ngajak rerembugan bareng karo dheweke. Adhi-adhine Cindy ,Lidya lan  Aurel padha mlebu kamar dene Andre milih dolan karo kanca-kancane.
 Awite crita babagan kebutuhan kaluwarga sing saya akeh terus tekan pagaweane bapak ing kantore. Gita mbayangke ibune bakal crita babagan kemunduran-kemunduran pagaweane bapak. Nanging crita banjur dibacutake bapak, bapak luwih akeh crita babagan pagaweane ana ing bagian pemasaran kang saiki ngalami kemajuan-kemajuan pesat.
Pamicarane bapak sing kaya mangkono ndadeake Gita kepingin takon nanging kok bapak kayata ora bisa disela malah dibacutake crita babagan atasane sing sukses duwe perusahaan nengdi-nengdi, kaluwargane sing diajeni wong merga kabecikan lan kalomanane. Kabeh anggota kaluwarga mau dadi wong sukses kabeh termasuk atasane bapak. Lan nalika crita bali maneh ning majikane mau bapak nutup crita karo “Nanging yakuwi nganti tekan arep patang puluh taun iki dheweke durung duwe bojo”
Wektu kuwi Gita rasane ora kepenak atine dag dig dug ora nggenah. Bapak lan ibune njaluk Gita supaya gelem krama karo pak Riko. Biyen pak Riko wis tau nembung arep ngepek Gita marang bapak ping pirang-pirang nanging bapak mung meneng bae. Saiki bapak ora kepenak yen arep nulak merga sebagian barang ana omah iki termasuk biaya sewane kabeh sing nanggung pak Riko.
Dunya iki kaya lindu kanggone Gita keprungu yen dheweke arep dikawinke. Dheweke mung bisa nangis ning kamar. Kawin?? Kelas 2 SMA?? Karo pak Riko?? Kayata dunya iki mung ngimpi kanggone Gita. Nanging apa sing ora tau dibayangake kuwi dadi pranyata, Gita dadi bojone pak Riko.
Malam pertama Gita wedi banget marang pak Riko, nanging ora ana apa-apa ing wengi kuwi. Riko malah ngungkuri Gita, sesuk ne’e mikire Gita nanging sesuke ya padha bae yen ana ing kamar Riko mung ngungkuri Gita. Apa sesuk yen wis ngalih umah anyar ne’e? Mikire Gita.Tekan seprene Gita ngenggoni omah elit iki ya ora kadadean apa sing diwedeni, malah Riko luwih kerep turu ing kamar ngisor.
***
Ing omah elit kuwi Gita pancen ora duwe pagawean, dheweke mung mubang-mubeng ora jelas. Pagaweane wong wadon kayata masak, umbah-umbah, resik-resik omah kabeh wis ana sing nandangi. Wis tau Gita njaluk marang Riko supaya ora usah ngingu rewang akeh-akeh kareben Gita duwe gawean naging Riko malah ngomong “Aku ora kepengen kowe repot Git”
Sing gawe pangganjel ana ing atine Gita yakuwi Riko sing kerep nggawa bali kanca lanange lan dijak nginep sekamar karo dheweke. Ora mung sepisan nanging meh saben minggu malah saya suwe saya kerep. Gita meneng bae ndeloke Riko sing aneh kaya mangkono jalaran dheweke ora nduweni rasa tresna marang Riko.
Sejatine warga sekitar kono ya wis padha ngerti yen kaluwargane Riko kuwi ora seharmonis kaya sing katon saka njaba. Wong-wong sing biyasa tongkrongan ana ing warung pojok gang kae ngerti yen saben wengi Riko nggawa bali gigolo lan ngeterke bali maneh yen wis esuk. Nanging sing nggawe warga meneng bae amarga Riko kuwi lomane ora jamak. Kabeh prasarana ana kampung kene kabeh sing dadi donatur ya Riko.
Gita perlu perjuangan sing ora sithik nalika njaluk ijin marang Riko supaya dheweke melu ngurus panti sosial duweke Riko. Saiki Gita wis bisa metu saka omah kuwi sanajan mung ing panti, nanging dheweke ya kadang mlaku-mlaku ing mall karo blanja kaperluan panti. Dheweke pancen isih bocah enom umure ya isih 25 taun, isih wektune dolan-dolan.
Ing salah sawijining dina krasa bosen merga uripe mung ana ing omah lan panti tog. Dheweke banjur metu nonton pameran komputer ana ing Java Mall dhewekan. Ora ngira ora nyangka yen ing kono dheweke banjur ketemu Ryan, pacare nalika SMA.
“Nengdi bae kowe kok seprene ora keprungu kabare? Kangen aku karo kowe Git”
“Aku wis mbojo Yan, nanging ya kaya ngene iki, isih kaya legan bae. La kowe dhewe saiki nengdi?”
“Iki alhamdulillah aku wis oleh pagawean ana perusahaan swasta, ya lumayan sih posisine”
Amarga saka patemon ing dina kuwi Gita lan Ryan banjur kerep ketemu, nonton bareng, jalan-jalan bareng. Ya kaya bocah ABG sing lagi kasmaran bae, yen ora keprungu kabare sedina bae kaya sewindu. Ryan paham apa sing dirasaake Gita, duwe bojo kang ora normal. Gita blaka yen karo Ryan, ora ana sing diumpet-umpetke.
Riko ora ngerti apa sing dilakoni Gita, dheweke isih tetep biasa. Sakngertine Gita saben dina ya mung uplek-uplek ana panti bae. Kluwargane pancen ora harmonis ora tau ana guneman babagan anak apa maneh muni kepingin duwe momongan.
Gita sejatine kepingin kandha marang maratuwane nanging dheweke wedi yen maratuwane ngerti yen anake kuwi ora normal. Arep kandha marang bapake uga ora kepenak. Mangka dheweke wis duwe tetepungan serius karo Ryan.
“Apa ya salah yen aku kaya ngene to Yan?”
“Ora to, la wong bojomu kuwi jelas-jelas ora normal”
“Nanging aku wedi kandha marang maratuwaku yen anake kuwi ora normal”
“Uwis ora apa-apa Git, ben mlaku kaya ngene disik. Ben sing ning dhuwur sing ngatur, upama aku karo kowe jodo mengko lakyo ana wektune to?”
“Nanging aku ora kepenak Yan karo apa sing tak lakoni iki”
“Uwis ora apa-apa”
Tekan seprene kaluwargane Gita sing ora harmonis iki isih mlaku. Riko asyik karo wong lanang liya dene Gita ya isih tetep raket karo Ryan. Mung sing paring urip sing ngerti apa kang bakal kadadean.Bebrayan sing mung katon saka njaba, kabeh jebul ngapusi.