Sampai saat ini aku masih tak bisa mengerti mengapa engkau dulu pergi tinggalkanku.
Hingga waktulah yang membawaku melupakan segala tentang kita dan menemukan Rio.
Menemukan keindahan yang dulu tak sempat kita lalui, kau terlalu cepat untuk
pergi meninggalkan segala cerita tentang kita. Bersama Rio kini mimpi-mimpiku
dulu dapat kuraih, dia yang memberiku semangat, membangkitkanku dari kekejaman
masa lalu yang tak lain adalah kekejaman yang kau buat.
Kalau saja
kau bukan masa laluku tentulah keadaan tak akan berubah seperti ini. Kau hadir
ketika dia yang dulu kau elu-elukan sudah tak mampu lagi bersamamu. Kini kau
memohon agar aku kembali menemani dan memberikan kasihku. Tak tahukah bagaimana
dulu aku berusaha untuk menghapus semua kisah kita dan menemukan dunia baru.
Dunia yang akhirnya kutemukan bersama Rio, dunia yang tak pernah membuatku
berlinang air mata, dunia yang membawaku berjingkrak dengan mimpi-mimpi yang
bisa kuraih.
Kau hadir
begitu tiba-tiba menyeruak melewati celah-celah hidupku dan alhasil membuat
kenanganku membuncah kembali. Kau begitu pandai membuat perasaan itu kembali,
mulut manismu begitu lihai membawaku mengkhianati Rio. Kau tawarkan kasih
sayang yang dulu tak sempat kau berikan padaku, kau berikan janji akan
kesetiaan yang membuatku harus berpikir dua kali untuk tidak mengkhianati Rio.
Berawal
dari pertemanan kita difacebook kau terus mengintai apa yang sedang berkecamuk
dihatiku. Hingga pada saat ada bara dalam rumah tanggaku kau hadir memberikan
penawar. Tentu saja aku terbuka akan kehadiranmu, aku tak pernah sekalipun
membencimu walaupun kau pernah membuat lara hidupku. Tak disangka ternyata kau
sedang ingin membuatku kembali kepadamu. Kegagalan hidupmu yang menyadarkan
bahwa akulah seharusnya pilihan yang tepat bagimu.
***
Rio, suami
sekaligus sahabat yang selalu membuatku tak pernah kesepian dalam hidup ini.
Walaupun hingga usia pernikahan kami yang ketiga belum juga dikaruniai
momongan, namun itu tak membuat kasih sayangnya berkurang. Jarang sekali ada
pertengkaran serius dalam rumah tangga kami, aku selalu berusaha mencintainya
walaupun jujur cinta yang kini aku berikan tak lebih dari balasan cintanya
kepadaku. Perasaanku masih hampa aku masih belum bisa menerima cinta orang lain
setelah kekasihku meninggalkanku untuk wanita yang telah dijodohkan untuknya.
Tak
membutuhkan waktu lama memang bagi Rio untuk mengenalku dan membawaku berumah
tangga. Aku menerimanya bukan tanpa alasan, ialah agar Shinta adikku
satu-satunya bisa dipersunting lelaki pilihannya. Dalam keluarga kami memang
tak boleh seorang anak perempuan melangkahi kakak perempuannya dalam hal
pernikahan.
Seorang
lelaki mapan, tampan bernama Rio Sujarwo itu memang bukanlah lelaki
sembarangan. Bagi orangtuaku Rio adalah menantu yang sangat ideal, seorang
pengusaha jebolan universitas ternama di luar negeri. Namun bagiku Rio tak
lebih sebagai teman hidupku, teman berbagi yang nyaman, bukan lelaki idaman
yang aku cintai. Mencintai Rio adalah keinginanku, aku menginginkan agar aku
mencintai suami yang selama ini setia mendampingiku. Namun ternyata perasaan
itu sangatlah sulit, aku bahagia bersamanya namun itu sebatas formalitasku
sebagai istrinya.
Memasuki
empat tahun pernikahan kami, akhirnya Tuhan memepercayaiku untuk mengandung
anak dari Rio. Rasa cinta Rio semakin besar mengetahui bahwa dalam perutku
menempel darah dagingnya. Melihat ketulusan Rio yang tak berkurang sedikitpun
dari awal menikah hingga kini, akhirnya hatiku luluh juga. Aku mulai mencintai
Rio, walaupun aku sendiri tak tahu cinta ini benar-benar tulus atau sekedar
rasa kasihan saja.
Rumah
tangga kami semakin lengkap ketika bayi yang ada dalam perutku keluar, bayi
laki-laki itu juga memberikan kebahagiaan bagi keluarga besar kami. Karena
Zidane, nama bayi kami merupakan cucu laki-laki pertama baik dari pihakku maupun
pihak Rio. Silih berganti ibuku maupun ibu Rio menyambangi rumah kami untuk
sekedar membantuku mengasuh si kecil.
Dengan
hadirnya Zidane tak hanya menambah sumringah keluarga kecilku, tetapi juga
membuat karier Rio semakin melesat. Dia sering sekali ditugas ke luar negeri
untuk mengurus anak perusahaan yang ada di luar negeri. Karena hampir setiap
bulan Rio pergi ke luar negeri, tak pelak aku sadar bahwa selama ini Rio begitu
berjasa dalam hidupku. Nyatanya kini aku merasa kesepian walaupun ada Zidane
bersamaku.
Sebagai
seorang ibu rumah tangga yang sudah ditemani pembantu aku merasa tak ada
aktivitas. Dunia maya pun sering menjadi pelarianku, menulis blog-blog pribadi
ataupun sekedar mencari info-info shopnet. Hingga pada suatu hari aku bertemu
secara maya dengan lelaki yang pernah menjadi masa laluku. Sebut saja D, begitu
aku menamainya.
Awalnya D
hanya berkeluh kesah soal keretakan rumah tangganya yang berujung pada
perceraian. Dalam keadaanku yang sedang kesepian mengalirlah rasa cinta yang
dulu pernah merasuki relung-relung hati ini. Sadar masih mempunyai keluarga
utuh, aku pun berusaha menjauh dari D. semakin ku menjauh ternyata D semakin
mendekatiku. Usahanya bisa dibilang nekat, ia menyambangi rumahku bahkan
berusaha mendekati Zidane.
Usahaku
untuk menghindari D tak menampakkan hasil, hatiku pun semakin terjerumus ke
dalam jurang cinta yang ia tawarkan. Segala yang ia suguhkan tak pelak
membuatku terpesona. Ia bahkan menawarkan untuk menjalin hubungan gelap jika
aku belum sanggup meninggalkan Rio.
Setiap Rio
pulang, aku merasa bersalah. Tak tega aku mengkhianati suami yang begitu setia.
Suami yang rela bekerja keras untuk keluarga yang ditinggal. Tetapi apa
balasanku sebagai istri? Menodai keluarga kecil ini. Terkadang aku menyalahkan
keadaan. Mengapa harus saat ini D hadir kembali dalam hidupku, tatkala aku
sudah mengubur semuanya.
“Tan…aku
mengaku bersalah dulu telah meninggalkanmu demi orangtuaku, namun apakah salah
jika aku kembali lagi untuk merajut cinta yang dulu kutinggalkan?”
“Kamu tak
salah, hanya waktumu saja yang terlalu lambat, seandainya kau hadir tatkala aku
masih lajang tak akan begini jadinya.”
“Lalu,
jika aku masih ingin menjalin hubungan denganmu lagi?”
“Aku sudah
mempunyai keluarga yang bahagia, aku tak ingin menodai keluarga kecilku.”
“Tak perlu
kau meninggalkan suami serta anakmu, aku hanya ingin kita acap kali bertemu
seperti dulu sayang.”
“Aku tak
bisa, lebih baik aku tak mengenalmu, kasihan suami serta anakku.”
“Aku tahu
kau masih mencintaiku Tan, kau hanya tak tega dengan suami dan anakmu. Aku
sudah cukup lama mengenalmu, kau tak bisa membohongiku Tan..”
“Kau
jangan terus merayuku, aku mencintai Rio bukan kau.”
“Kau bisa
mengatakan seperti ini kepadaku, tapi jangan kau bohongi hatimu sendiri
Tantri..!!”
Aku diam
menyadari apa yang dikatakan D itu benar, tetapi aku juga tak sanggup jika
harus menuruti kemauannya.
“Berpikirlah
dulu sayang, aku akan menemuimu lagi nanti.”
D pergi
meninggalkanku yang sedang dilema. Dan nyatanya aku tak mampu menangkal rasa
yang dulu singgah. Pertemuan rutinku dengan D membuatku tak kesepian dan
mengecap keindahan masa lalu. Tetapi itu juga membuatku merasa bersalah kepada
Rio.
“Mas,
kenapa kita tak pindah ke Medan saja, daripada mas bolak-balik terus?”
“Tak perlu
Tan, satahun lagi proyek di Medan juga selesai kok. Lagian Jakarta Medan tak
butuh waktu lama kan?”
“Iya sih,
tetapi apa jika kita semua pindah ke Medan kan mas ada yang ngurus disana.”
“Tenang
saja istriku, aku disana sudah ada fasilitas kantor kok, aku nggak bakal
macem-macem sayang.”
Rio tak
pernah berdusta, suamiku memang lelaki paling setia. Rasanya tak tega
mengkhianati Rio yang demikian sayang dan setia itu. Namun rasa cinta yang dulu
pernah ada untuk D itu terlalu kuat untuk mengalahkan setianya Rio.
“Facebook”
jejaring sosial yang ku benci karena telah membawaku mengenal kembali D namun
juga membuatku menemukan cintaku yang dulu. Kesibukan Rio membuat intensitas pertemuanku
dengan D semakin sering. Aku terperangkap cintamu D…!!
Kendal, 16 Oktober 2012